PORTAL PEKALONGAN – Polri dan TNI terus meningkatkan sinergi. Di antaranya, kompak menggelar pentas kulit bersama dengan lakon "Wahyu Makutharama" pada Jumat 3 Januari 2023 malam.
Dalam pentas wayang kulit tersebut menampilkan empat dalang, yakni Ki Harso Widisantoto, Ki MPP Bayu Aji Pamungkas, Ki Dr. H. Yanto, SH, MH, dan Ki Sri Kuncoro.
Dilansir Portalpekalongan.com dari Korlantas.polri.go.id, Sabtu 4 Februari 2023, begini kisah dan makna filosofi wayang kulit dengan lakon Wahyu Makhutarama.
Baca Juga: Gus Baha: Amalan Sederhana Masuk Surga Lebih Cepat dari Ahli Istigfar
Dalam filosofi-filosofi Jawa maupun ilmu weton, frasa Wahyu Makhutarama merupakan frasa yang tidak asing dan kerap menjadi salah satu pembahasan. Wahyu Makhutarama sendiri merujuk pada wahyu ilahiah yang diturunkan bagi para pemimpin yang sedang berada di tengah berbagai permasalahan maupun problem. Wahyu ini turun dan menjadi petunjuk, bekal, maupun bentuk lainnya yang menuntun pemimpin dalam merumuskan langkah yang tepat dalam menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi. Wahyu ini juga dikenal dengan nama Hasta Brata dalam agama hindu.
Dalam konteks perwayangan, Wahyu Makhutarama juga menjadi salah satu pembahasan ikonik yang melibatkan berbagai tokoh-tokoh besar pewayangan, khususnya Arjuna. Cerita tentang Wahyu Makhutarama bermula pada titah Duryudana di Astina, yang merupakan guru Pandawa dan Kurawa, yang mengutus Adipati Karna, Pandawa dan Kurawa pergi ke Gunung Kutharungu. Gunung tersebut merupakan tempat pertapaan Swelagiri.
Perintah ini dikeluarkan Duryudana karena ia mendapat wangsit dalam mimpinya bahwa barang siapa yang bisa memiliki Makuta Sri Batararama, maka ia akan menjadi sakti, dan akan menurunkan raja-raja Tanah Jawa. Adipati Karna yang dikenal taat pun pergi menjalankan tugasnya ke Kutharungu.