Network
PORTAL PEKALONGAN.COM – Seperti biasa, jika akan ada kenaikan gaji PNS, publik sudah ribut. Termasuk pedagang sembako juga ikut ribut menaikkan harga. Alasan klasik selalu jadi tumbal. “Kan gajinya naik, wajar dong kalau harga sembako ikutan naik”.
Lho... yang bilang itu waajar ikutan naik siapa? Yang memutuskan naik toh bukan para PNS juga kan ya. Mereka bahkan lebih suka harga sembakonya baik-baik saja, tanpa ada kenaikan fantastis.
Dan lagi, negeri ini isinya bukan cuma PNS. Yang non PNS jauh lebih banyak. Kalau ada wancana kenaikan gaji, sesungguhnya itu bukan konsumsi publik. Tidak semua ‘berhak’ tahu kenaikan itu, termasuk besarannya. Sangat tidak etis dan kurang menjaga suasana hati pihak lain yang pendapatannya di bawah PNS.
Atau sebaliknya, jika ada pegawai lain yang gajinya jauh lebih tinggi, justru kenaikan gaji PNS ini bisa jadi bahan olok-olok. “Naiknya seratus ribu, gegernya melebihi Covid”. Kira-kira begitu komentar karyawan nonPNS yang dalam sebulan bisa take home pay sekitar 120 jutaan.
Jadi, sudahlah tak perlu diributkan kenaikan ini. Buat yang nulis berita, toh rumah tangga Anda juga kena imbasnya kalau para pedagang menaikkan harga sembako. Ini bukan masalah kontrol sosial, tapi pola pikirnya yang terbalik. Maksudnya, buat melakukan kontrol sosial, sebaiknya yang ditulis di media adalah yang tidak menimbulkan gejolak. Termasuk gejolak kenaikan harga, atau yang biasa disebut para pedagang adalah penyesuaian harga.
Kalau kontrol sosial jadi alat kendali, sebaiknya kita juga berpihak pada rakyat yang sebenarnya. Berpihak dalam hal susahnya mendapatkan beras seliter buat makan 7 jiwa di rumah. Atau susahnya membayar iuran air, padahal air crat-crit saja mengalirnya. Jangan naif dengan kondisi riil masyarakat. Dan jangan pula merasa sok pahlawan karena ‘merasa sudah berjuang di jalan rakyat’.***
