PORTAL PEKALONGAN - SEMARANG - Ada hal menarik dari pelaksanaan Seminar Antisipasi Pernikahan Usia Dini yang digelar Pengurus Wilayah Dewan Masjid Indonesia (PW DMI) Jateng di Ghradika Bhakti Praja Kompleks Kantor Gubernur Jl Pahlawan No 9 Semarang, Rabu, 7 Juni 2023. Sebab, narasi yang disampaikan keynote speaker (Wagub Jateng Gus Taj Yasin), seluruh pembicara seminar, hingga Ketua PW DMI Jateng, Prof Ahmad Rofiq, hampir bisa dikatakan seragam.
Benang merah Seminar Antisipasi Pernikahan Usia Dini adalah meski diperbolehkan dalam Islam karena salah satu sunah Rosul, namun di era sekarang, pernikahan usia dini lebih banyak yang berakhir kurang bahagia, tidak bahagia, bahkan menyedihkan.
Wagub Jateng Gus Taj Yasin, keynote speaker sekaligus membuka seminar menyatakan, akibat pernikahan dini angka perceraian juga meningkat tajam.
Baca Juga: Hidupmu Penuh dengan Masalah, Sudah Usaha Sana Sani Masih Gagal? Begini Solusi dari Gus Baha
"Angka perceraian itu didominasi oleh gugat cerai (permohonan istri). Tahun 2022 dari 1.498 kasus perceraian, sebanyak 1.153 kasus adalah gugat cerai. Artinya istri yang mengajukan gugatan perceraian di Pengadilan Agama. Dari angka itu, 50 persen adalah hasil pernikahan usia dini," katanya.
Prof Ahmad Rofiq dalam sambutannya menyatakan, pernikahan usia dini memiliki prevelensi dengan tingkat kemiskinan baru. Sebab, anak-anak yang menikah pada usia dini (di bawah usia 19 tahun) tidak sempat belajar sampai tuntas (setidaknya lulus SMA, menyelesaikan jenjang diploma atau strata 1 alias sarjana).
"Anak-anak yanhg menikah pada usia dini, biasanya langsung bekerja. Karena memang dituntut kebutuhan. Suami yang berusia dini harus bekerja untuk menafkahi keluarganya, dia sendiri, istri dan anaknya. Kalaupun anak yang telah menjadi suami, ayah, dan kepala rumah tangga itu mendapatkan pekerjaan, jenis pekerjaan yang dia dapatkan biasanya padat karya, pekerja kasar dengan gaji kecil yang hanya cukup untuk membeli kebutuhan susu dan pempers serta belanja dapur," katanya.