Dr Tuswadi, Guru SMPN 1 Banjarnegara Memberi Kuliah di Hiroshima University Jepang

- 11 April 2024, 21:00 WIB
Dr Tuswadi - tengah - berfoto bersama selepas seminar di Hiroshima University Jepang
Dr Tuswadi - tengah - berfoto bersama selepas seminar di Hiroshima University Jepang /Ali A/

“Guru umumnya menulis di papan tulis untuk menjelaskan poin-poin penting jawaban pertanyaan dari murid sehingga lebih mudah dipahami oleh semua siswa. Tetapi dalam menjelaskan materi, mereka cenderung menggunakan ICT," jelas Dr Tuswadi menjawab pertanyaan dari mahasiswa S-2 tingkat 2 tersebut.

Profesor Isozaki dari Hiroshima University pun memberikan komentar betapa pentingnya untuk mengevaluasi keefektifan penggunaan papan tulis dan ICT dalam pembelajaran.

Muatan Kebencaan di semua Mata Pelajaran

Terdapat guru yang berpendapat bahwa semua mata pelajaran di sekolah bisa dimasuki oleh muatan pendidikan kebencanaan, termasuk mata Pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti.

Baca Juga: Waspada Modus Penipuan Akun DANA Diproteksi, Begini Kata Pihak DANA

Lantas ada mahasiswa Jepang yang bertanya apa bedanya proses pembelajaran muatan kebencanaan di mata Pelajaran IPA dan IPS.

Dr Tuswadi lantas menjelaskan bahwa penggunaan eksperimen untuk muatan kebencanaan di IPA jauh lebih dominan daripada di IPS yang cenderung berupa penyampaian informasi (hafalan).

“Bagaimana guru Agama di Indonesia mengajarkan Pendidikan kebencanaan?” Mahasiswa Jepang lainnya bertanya demikian.

Dr Tuswadi pun mengajukan pendapatnya sesuai pengalaman dirinya sewaktu menjadi peserta didik; bahwa guru Agama sebatas menyampaikan nasihat-nasihat untuk tidak merusak alam, tidak melakukan keburukan (maksiat) sehingga manusia dijauhkan dari bencana alam.

Di dalam kitab suci Alquran, misalnya, banyak ayat-ayat yang berisikan peringatan bagi manusia agar tidak mengundang bencana.

Baca Juga: CATAT Jadwal Kunjungan DC Shopee PayLater, Info Ini Khusus Galbay Pinjol

Ada pula mahasiswa Jepang yang menanyakan kekuatan mental/psikologis anak-anak Indonesia yang keluarganya menjadi korban bencana alam (tewas).

Dijelaskan oleh Dr Tuswadi bahwa kekerabatan masyarakat di negerinya sangat baik.

Sehingga anak-anak yatim piatu korban bencana biasanya diadopsi oleh paman/bibinya dan terdapat pula pejabat selevel Bupati/Gubernur yang membantu anak-anak yang malang tersebut dengan memberikan beasiswa untuk sekolah dan kuliah.

Anak-anak Indonesia tampaknya lebih mudah melupakan tragedi dan lekas pulih mengisi hari-harinya bersama keluarga baru.***

Halaman:

Editor: Ali A

Sumber: Wawancara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah