NIK Resmi Jadi NPWP! Apakah Setiap WNI Wajib Bayar Pajak Penghasilan? Simak Penjelasan Sri Mulyani

11 November 2021, 06:21 WIB
Ilustrasi Kartu Tanda Penduduk KTP, kini Nomor Induk Kependudukan (NIK) telah resmi menjadi Nomor Induk Wajib Pajak (NPWP). /Instagram @ditjenpajakri


PORTAL PEKALONGAN - Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah resmi menandatangani Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) menjadi Undang-Undang (UU) pada tanggal 29 Oktober 2021.

Kini, Nomor Induk Kependudukan (NIK) di Kartu Tanda Penduduk (KTP) telah sah menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). 

UU HPP terdiri atas sembilan bab memiliki enam ruang lingkup pengaturan, yakni Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Program Pengungkapan Sukarela (PPS), Pajak Karbon, serta Cukai.

Baca Juga: Anda Pebisnis Online? Yuk Maksimalkan Bisnis dengan Terapkan Personal Branding!

"Selain itu, UU HPP juga mengatur dua hal utama yaitu asas dan tujuan. UU ini diselenggarakan berdasarkan asas keadilan, kesederhanaan, efisiensi, kepastian hukum, kemanfaatan, dan kepentingan nasional," ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, Neilmaldrin Noor, seperti dikutip Portalpekalongan.com dari Idxchannel.com, Kamis 11 November 2021.

Neilmaldrin menjelaskan, perubahan UU PPh berlaku mulai tahun pajak 2022, perubahan UU PPN berlaku mulai 1 April 2022, perubahan UU KUP berlaku mulai tanggal diundangkan, kebijakan PPS berlaku 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022, Pajak Karbon mulai berlaku 1 April 2022, dan perubahan UU Cukai berlaku mulai tanggal diundangkan.

Baca Juga: Wow! Bisnis Online Barang Harian Makin Digemari? Ini Alasanya

Inilah 7 ruang lingkup ketentuan umum dan tata cara perpajakan berdasarkan UU HPP:

1. Pemberlakukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) dengan tetap memperhatikan syarat subjektif dan objektif.

2. Penurunan besaran sanksi dan pengenaan sanksi dengan menggunakan suku bunga acuan dan uplift factor pada saat pemeriksaan dan WP tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)/membuat pembukuan.

3. Kesetaraan pengenaan sanksi melalui penurunan sanksi terkait permohonan keberatan atau banding WP.

4. Pengaturan asistensi penagihan pajak global.

Baca Juga: Elkan Baggott Resmi Mendapatkan KTP WNI, Ini Profil dan Biodata Bek Timnas Indonesia Kelahiran Thailand Itu

5. Pengaturan pelaksanaan Mutual Agreement Procedure (MAP) agar dapat berjalan secara simultan dengan proses keberatan atau banding.

6. Kewenangan pemerintah untuk melaksanakan kesepakatan di bidang perpajakan dengan negara mitra secara bilateral maupun multilateral.

7. Penegakan hukum pidana pajak dengan mengedepankan ultimum remidium melalui pemberian kesempatan kepada WP untuk mengembalikan kerugian pada pendapatan negara bahkan hingga tahap persidangan.

Bersadarkan UU HPP, dengan jelas dinyatakan dalam ruang lingkup pertama bahwa Pemberlakukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) dengan tetap memperhatikan syarat subjektif dan objektif.

Baca Juga: Niat Berobat ke Dukun, Payudara Gadis Ini Malah Dilecehkan sebagai Syarat Ritual Pengobatan

Maksud ketentuan tersebut adalah meski semua warga negara Indonesia (WNI) memiliki NIK, bukan berarti setiap WNI wajib membayar pajak.

Dalam UU HPP, pemerintah menetapkan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) sebesar Rp4,5 juta per bulan atau Rp54 juta per tahun.

Sementara itu, penghasilan Rp5 juta per bulan atau Rp60 juta per tahun akan dikenakan pajak sebesar 5 persen sesuai dengan lapisan pertama dalam penghasilan kena pajak (PKP).

"Artinya seseorang yang setahun pendapatannya di atas Rp54 juta sampai Rp60 juta plus dikenakan pajak 5 persen," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers.

Baca Juga: Niat Berobat ke Dukun, Payudara Gadis Ini Malah Dilecehkan sebagai Syarat Ritual Pengobatan

Dengan ketentuan tersebut, pekerja yang memiliki penghasikan Rp 5 juta per bulan atau Rp60 juta, maka dikenakan pajak sebesar Rp6 juta per tahun.

Menurut Sri Mulyani, besaran Rp6 juta dari PKP ini dikalikan 5 persen sesuai lapisan pertama. Dengan demikian, wajib pajak dengan gaji Rp5 juta harus membayar Rp300.000 per tahun.

Adapun untuk wajib pajak dengan penghasilan tidak kena pajak, yakni Rp4,5 juta per bulan, Sri Mulyani menjelaskan, NPWPnya disatukan dengan istri, digabungkan ke dalam pendapatan tidak dikenakan pajak. Namun dia menegaskan yang dibebaskan pajak itu total Rp54 juta per tahun atau tidak dipajaki, yakni 0 persen.

Jika pasangan memiliki putra atau putri, maka setiap tanggungan diberikan tanggungan Rp4,5 juta per tahun dan maksimal tanggungan 3 orang.

Baca Juga: Remas Payudara Pasien dalam Ritual Pengobatan, Dukun Cabul di Batang Terancam 15 Tahun Penjara

"Ini untuk meluruskan seolah-olah mahasiswa baru lulus belum kerja punya NIK harus bayar pajak. Itu tidak benar. Jadi bahwa PTKP itu tidak diubah pendapatan atau penghasilan tidak kena pajak Rp54 juta plus Rp4,5 juta untuk setiap maksimal 3 orang," papar Sri Mulyani.

Dia menegaskan UU HPP berpihak pada masyarakat yang pendapatannya rendah. Bagi sumber pendapatan lebih tinggi, maka akan membayar lebih tinggi.

"Ini elemen keadilan. Yang bawah diringankan, yang di atas memiliki kemampuan leih tinggi sehingga memberikan efek gotong-royong," tegas Sri Mulyani.***

Editor: Ali A

Sumber: idxchannel.com Sumber-sumber Lain

Tags

Terkini

Terpopuler