Fix! Fakta Ini Menyebabkan Warga Berfikir Ulang untuk Menyertifikatkan Tanah Pertanian. Untung atau Rugi Sih?

5 Juli 2023, 04:45 WIB
Tri Karjono, Petani di Jawa Tengah, Penulis Buku Mengulas Fakta Pertanian /Ali A/

PORTAL PEKALONGAN  - Biaya sertifikasi tanah yang oleh masyarakat, terutama menengah bawah dianggap mahal. Hal itu coba diurai dan dicari jalan keluarnya oleh Pemerintah RI sebagai sebuah solusi.

Presiden Joko Widodo aytau Jokowi kemudian menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) No 2 Tahun 2018. Dengan menerbitkan Inpres tersebut pemerintah berencana menyelenggarakan program nasional Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) hingga tahun 2025.

PTSL merupakan program penerbitan sertifikat tanah secara gratis bagi kelompok masyarakat tertentu. Hal ini mengingat bahwa biaya yang dikeluarkan untuk penerbitan sertifikat tidak sedikit, sehingga bagi sebagian masyarakat menjadi problem tersendiri.

Baca Juga: Ini Lirik Lagu Buat Apa Susah Koes Plus, Jadul Tapi Ngangeni bagi yang Fall in Love

Diketahui bahwa sertifikat tanah merupakan dokumen berharga yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Sertifikat tanah merupakan bentuk legalitas dalam hal penguasaan atas sebidang tanah milik seseorang.

Dengan surat tersebut kita memiliki kejelasan status hukum, dan terhindar dari sengketa tanah yang bisa terjadi di masa yang akan datang. Walau masih kadang kita dengar ada kasus sertifikat ganda.

Harapan Keuntungan dari Sertifikat Lahan Pertanian

Terkait dengan tanah pertanian, sertifikasi disamping untuk memberi kepastian terhadap kejelasan status hukum tanah, juga diharapkan masyarakat dapat menggunakannya untuk memenuhi modal usaha pertaniannya.

Baca Juga: Pendaftaran Beasiswa Santri 2023 Resmi Dibuka, Begini Jadwal dan Persyaratannya

Dengan status hukum tanah yang jelas, maka ketika sertifikat digunakan sebagai agunan dalam memperoleh modal usaha maka diharapkan modal yang diterima dari kreditur (di antaranya perbankkan) tersebut akan mendapat penghargaan yang lebih dibanding jika itu masih bersatus leter C atau leter D.

Dengan modal yang diterima lebih banyak maka keterpenuhan akan sarana dan prasarana pertanian akan lebih baik.

Seperti halnya keterpenuhan akan pupuk atau obat-obatan. Maka dengan modal yang lebih, yang semula tidak akan tercukupi kebutuhannya maka dengan kemampuan beli yang lebih akan dapat terpenuhi. Sehingga diharapkan hasil produksi pertaniannya juga akan lebih baik.

Baca Juga: Rangkuman Materi dan Contoh Soal Matematika: Bilangan Berpangkat SMP MTs Kelas 9 Semester 1 Vol.1

Realitas

Salah satu sasaran program PTSL sendiri adalah golongan orang yang tidak mampu dalam hal ini adalah masyarakat miskin.

Sementara menurut BPS, kemiskinan di Jawa Tengah lebih banyak berada di masyarakat pedesaan (52 persen), yang notabene merupakan masyarakat petani.

Hasil Sutas 2018 juga menyebutkan bahwa mayoritas petani di Jawa Tengah (80,80 persen) merupakan petani gurem.

Yang mana petani gurem merupakan petani penguasaan lahan pertanian kurang dari 0,5 hektare.

Dengan penguasaan lahan yang sebesar itu maka dapat dipastikan hasil yang diperoleh hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, bahkan mungkin tidak cukup.

Baca Juga: Libur Panjang Sekolah Ribuan Wisatawan Kunjungi Klenteng Sam Poo Kong Semarang

Dengan luasan lahan pertanian yang sempit maka akan kecil kemungkinan menggunakan sistem intensifikasi yang membutuhkan modal dari luar.

Modal kecil dengan pengelolaan sederhana cukup dipenuhi dari kemampuan dan tenaga diri atau keluarganya sendiri.

Sehingga sangat kecil pula kemungkinan untuk memanfaatkan sertifikat tanah sebagai untuk menambah modal usahanya.

Bisa jadi justru untuk menambah kebutuhan konsumsinya.

Baca Juga: Film Transformers: Rise of the Beasts Film Masa Kini dan Masa Depan

Sisi Lain dari Keuntungan

Program penerbitan yang dikatakan gratis pada kenyataannya di sebagian daerah tetap dengan biaya, walau tidak sebesar jika harus mengurus sendiri.

Setengah juta per sertifikat menjadi biaya yang harus dikeluarkan pemilik lahan dengan jumlah maksimal sertifikat yang dibatasi (dua tahun lalu di kelurahan penulis tinggal).

Belum lagi ketika sertifikat yang telah terbit, kemudian dengan berjalannya waktu harus diwariskan atau dijual karena kebutuhan biaya oleh kondisi ekonominya atau pula dijual karena tak bisa menebus dari tempat diagunkannya.

Biaya pemecahan dan balik nama akan menjadi sangat mahal dan prosedur yang berbelit-belit dengan syarat yang bermacam-macam akan dialami.

Dalam kondisi normalpun jauh lebih mahal dibandingkan dengan ketika hak kepemilikan masih dalam bentuk girik atau leter C atau D.

Belum lagi jika dibarengi dengan ulah oknum yang memanfaatkan kesempatan pada proses balik nama.

Baca Juga: Jaminan Keselamatan dan Aksesibilitas LRT Jabodebek

Seringkali kita dengar NJOP tanah yang jauh lebih tinggi dari harga pasar yang sesungguhnya ketika saat dilakukan proses balik nama.

Harga appraisal tanah akan di mark-up jauh lebih tinggi dari NJOP awal maupun harga transaksi.

Mark-up bisa dilakukan pada sisi nilai transaksi dengan alasan tidak percaya dengan bukti transaksi yang diajukan pembeli atau dengan merubah NJOP pada SPPT PBB-nya.

Dengan aturan bahwa pengenaan biaya BPHTB didasarkan pada mana yang lebih tinggi antara NJOP dan harga transaksi, maka harga pajak yang dibebankan ke penjual atau pembeli dari harga yang telah di-mark-up tersebut akan semakin tinggi. Yang belum tentu semuanya disetor ke kas pemerintah.

Baca Juga: Dianggap Representasi NU, Yenny Wahid Digadang-Gadang Jadi Cawapres Alternatif

Jika hal ini dipahami oleh calon pembeli maka akan berfikir ulang untuk membeli dengan harga yang wajar atau lebih tinggi.

Karena banyaknya biaya bahkan yang tak terduga akan muncul saat balik nama yang harus dikeluarkan.

Bagi penjual sendiri, jika itu disadari sejak awal maka akan berpikir ulang untuk mensertifikatkan tanahnya, karena disamping saat pembuatan sertifikat ternyata juga tidak gratis, toh juga akan tidak memberi nilai lebih ketika dijual tetapi justru menimbulkan efek biaya lebih besar.

Dan bisa jadi dengan biaya yang lebih besar saat proses balik nama itu, pembeli akan menawar dengan lebih rendah untuk menutup biaya tersebut. Beda dengan ketika masih adalam bentuk girik.

Baca Juga: Didominasi Pemilih Pemula dan Separoh Lebih Ada di Jawa, 204 Juta Pemilih Ditetapkan KPU dalam Pemilu 2024

Pengawasan

Bisa jadi beberapa oknum tadi melakukan hal tersebut untuk memenuhi tuntutan target pendapatan daerah yang telah ditetapkan.

Namun caranya yang kurang elegan. Harusnya bagaimana mendorong masyarakat untuk sadar pajak, atau memberi punishment bagi yang tidak taat, bukan justru mengambil kesempatan dari orang yang berusaha taat pajak.

Di sini perlunya pengawasan dari berbagai pihak serta kanal aduan yang harapannya dibuka seluas-luasnya.

Dan tentunya lebih dari itu hasil pengawasan dan aduan tersebut perlu lebih ditindaklanjuti dengan segera dan nyata.

Baca Juga: Nyamuk Suka Terbang Dekat Telinga, Kenapa Ya? Yuk Cari Tahu...

Akhirnya program sertifikasi tanah yang cukup bagus ini harus dibarengi dengan integritas para pelaku di dalamnya.

Jangan sampai harapan masyarakat akan niat baik pemerintah ini di kemudian hari justru dianggap sebagai hal yang sebaliknya.

*)Tri Karjono, Petani di Jawa Tengah, Penulis Buku Mengulas Fakta Pertanian***

Editor: Ali A

Sumber: Tri Karjono

Tags

Terkini

Terpopuler