Cek Fakta! Perceraian Bisa Sebabkan Mental Illness, Gejalanya: Anak Jadi Pobia Sosial

31 Juli 2021, 11:13 WIB
Ilustrasi seseorang yang sakit perut. /PEXELS/Sora Shimazaki.

Portal Pekalongan - Orang tuamu bercerai. Sedih tentunya. Perceraian menjadi salah satu penyebab anak-anak mengalami mental illness. Gejalanya sangat beragam, mulai dari perubahan perilaku, anti sosial, kecemasan yang berlebihan (anxiety), dan sakit perut berkepanjangan.

Mental illness atau yang biasa disebut dengan gangguan kesehatan mental, adalah gangguan kesehatan mental seseorang yang mengacu pada berbagai kondisi yang mempengaruhi pemikiran, perasaan, suasana hati atau perilaku seseorang.

Gangguan ini bisa terjadi sesekali atau berlangsung dalam waktu yang lama. Ada banyak jenis mental illness dengan gejala yang berbeda-beda.

Baca Juga: Penyakit Asma Akut, Resep dr. Zaidul Akbar: Perbaiki Usus, dan Pencernaan Ramuan Herbal Ini serta Berpuasalah

Namun secara umum indikasi mental illness bisa terlihat dari munculnya perubahan perilaku yang berlangsung panjang dan signifikan, seperti emosi yang meledak-ledak, mudah marah, juga kecemasan dan ketakutan yang berlebihan.

Gangguan lain yang acap menyertai kasus mental illness adalah sakit lambung yang tak kunjung sembuh. Itu sebabnya dalam kasus mental illness, Gerd (gangguan lambung) hampir selalu dikaitkan dengan kasus anxiety dan gangguan kejiwaan yang lain.

Selain itu, perubahan pola tidur, mengurung diri dan keengganan untuk bersosialisasi, atau yang akrab disebut ansos (anti sosial) atau pobsos (pobia sosial) juga bisa menjadi indikasi lain pada kasus mental illness.

Baca Juga: Busyet Liat Spek Laptop Merah Putih Rp10 Juta Bikin Ngilu, Konsorsiumnya ITB, UGM, ITS, dan UI

Disadur oleh portalpekalongan.com dari alodokter.com, mental illness sangat berhubungan dengan pikiran dan perasaan. Meski demikian mental illness juga bisa terjadi karena faktor hormonal atau ketidakseimbangan dalam fungsi neurotransmitter.

Dibutuhkan waktu panjang bagi penyandang mental illness agar bisa kembali sembuh. Karena itu dalam berbagai kasus, terutama pada kasus-kasus yang berhubungan dengan psikosis kronis (mental disability dengan delusi dan halusinasi), dibutuhkan caregiver untuk membantu para ODGJ (orang dengan gangguan jiwa) untuk kembali pada kehidupan normal.

Baca Juga: Link Live Streaming Barcelona vs VfB Stuttgart Hari Ini, Berikut Susunan Pemain dan Prediksi Skor

Mental illness bisa diobati dan dikendalikan dengan perpaduan psikoterapi dan pengobatan medis.

"Saya menemukan Love (sebut saja begitu) seorang gadis cantik yang mengalami depresi akut dengan psikosis di satu tempat, suatu hari. Sekilas tak ada yang aneh dengan gadis cantik itu, sebelum dia membuka diri. Ya, dia baru saja kabur dari tempat kerjanya, saat semua wajah di depannya tiba-tiba berubah menjadi wajah mantan pacarnya,” ujar Tirta Nursari, pemerhati dan pendamping beberapa penyandang mental illness kepada portalpekalongan.com.

Baca Juga: Perusakan Fasilitas Kampus IAIN Madura Warnai Demo Mahasiswa, Tuntut Pemotongan UKT


Love adalah penyandang mental illness, pasca perceraian orang tuanya. Mamanya yang pergi entah kemana, dan papanya yang asyik dengan karier dan dunianya sendiri membuat Love sempat kehilangan jati diri.

Mengalami phobia sosial dan hanya menekuni pendidikan di sekolah, membuat prestasi akademisnya melejit. Namun kekosongan jiwanya melahirkan pemberontakan batin, dan menghadirkan halusinasi yang semakin merusak jiwanya.

Sejak saat itu dia mulai menjadi pasien RSJ dan mendapatkan labeling ODGJ. Toh, dalam keseharian dia masih bisa beraktivitas normal, bahkan menjadi customer services sebuah perusahaan BUMN.

Baca Juga: Viral! Pernikahan di Jember, Jawa Timur Tak Terapkan Prokes dan Digelar saat PPKM Darurat Level 4, Ternyata..


"Dia salah satu contoh penyandang mental illness yang bisa melewati "prahara" kehidupannya dengan cukup baik, tetapi dia tetap membutuhkan pendampingan. Kasus-kasus disabilitas mental rentankambuh bila ada trigger,” imbuh Tirta.


"Love sempat membenci ibu dan ayahnya, mengapa mereka bercerai. Love juga sempat marah sama Tuhan, mengapa menghadirkan ke dunia dalam kondisi disabel. Terlebih saat dia mulai remaja dan jatuh cinta," kata Tirta.

Sampai di titik penerimaan, Love menyadari, bahwa Tuhan memiliki rencana indah pada setiap umatnya. Dia berusaha keras melepaskan diri dari 'kotak' yang belenggu pikiran dan langkahnya.

Dia menyingkirkan jauh-jauh kebencian pada ibunya, ayahnya, dan Tuhan. Semua itu terjadi karena takdir. Siapa salah, ayah atau ibunya. Wawahu'alambissawab.

Baca Juga: Cara Melaksanakan Shalat Apabila Tidak Mampu Berdiri, Ini Penjelasan Buya Yahya

Disadur dari alodokter.com, ada lebih dari 200 jenis gangguan kejiwaan. Beberapa jenis gangguan jiwa yang acap ditemui antara lain :


1. Gangguan kecemasan (anxiety). Penderitanya merasa takut atau terancam saat berhadapan dengan objek atau situasi tertentu.

2. Depresi. Depresi diklasifikasikan sebagai gangguan mood yang dapat menyebabkan munculnya gejala, seperti perasaan sedih, kehilangan, atau kemarahan yang berlarut-larut.


3. ADHD. Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD) adalah jenis mental illness yang paling banyak terjadi pada anak-anak dan bisa berlanjut hingga mereka dewasa.

Orang dengan ADHD biasanya cenderung hiperaktif dan memiliki kesulitan dalam mempertahankan fokus pada suatu hal. Seringkali kasus ADHD hampir mirip dengan bipolar.

Baca Juga: Skandal Zara Adhisty-Niko Al Hakim karena Close Friend Instagram, Begini Cara Pakainya

4. Gangguan makan. Gangguan makan adalah jenis mental illness yang berhubungan dengan konsumsi makanan. Penderitanya bisa mengonsumsi terlalu sedikit atau justru terlalu banyak makanan.

5. Gangguan stres pascatrauma. Ini adalah gangguan yang terjadi setelah seseorang mengalami peristiwa traumatis seperti pada kasus bullying, pelecehan seksual, korban perang, bencana alam, atau kecelakan yang serius.

6. Skizofrenia. Skizofrenia adalah jenis mental illness di mana penderitanya tidak bisa membedakan kenyataan dan pikirannya sendiri.

Gangguan ini bisa menyebabkan penderitanya mengalami pemikiran yang tidak realistis, halusinasi, dan perubahan perilaku.
Bagaimana Gejala Mental Illness?

Baca Juga: Segudang Manfaat dan Keistimewaan dari Buah Pisang, Ternyata Begini..

Gejala mental illness beragam, bergantung pada penyakit dan tingkat keparahannya.

1. Sedih berkepanjangan
2. Kesulitan untuk berpikir atau berkurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi
3. Ketakutan, kekhawatiran, atau rasa bersalah yang berlebihan
4. Perubahan suasana hati yang ekstrem
5. Penarikan diri dari lingkungan sosial
6. Lelah yang berkepanjangan

Baca Juga: Simak Cara Download dan Cetak Sertifikat Vaksin Covid-19 dari Aplikasi PeduliLindungi


7. Perubahan pola tidur (tidurnya siang, lebih suka begadang malam sampai dini hari)8 Ketidakmampuan dalam mengatasi masalah sehari-hari
9. Kesulitan memahami situasi atau orang lain
10. Perubahan besar dalam kebiasaan makan
11. Kecanduan alkohol atau obat-obatan terlarang
12. Muncul pikiran untuk bunuh diri

 

Baca Juga: 6 Hal Ini, termasuk Doa dan Dzikir Ini Sebaiknya diamalkan oleh Umat Muslim sebelum Tidur


13. Gejala fisik: sakit perut berkepanjangan, tak kunjung sembuh.
14. Sakit punggung dan sakit kepala. Gejala seperti ini disebut dengan gejala psikosomatis.

Jika psikiater mendiagnosis pasien menderita mental illness, perawatan yang akan diberikan adalah sebagai berikut:

1. Terapi perilaku kognitif
Psikoterapi ini dilakukan untuk mengubah dan mengembangkan pola pikir dan perilaku pasien dari yang negatif menjadi lebih positif. Terapi ini bisa diberikan untuk penderita gangguan bipolar, depresi, gangguan kecemasan, dan skizofrenia.

Baca Juga: Link Nonton Drama Korea Nevertheless Episode 7 Malam Ini, Park Jae Eon Sadar Sangat Rindu Yoo Na Bi

2. Terapi interpersonal
Psikoterapi interpersonal dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki hubungan dan cara pasien berinteraksi pasien dengan orang lain, misalnya pasangan, keluarga, atau sahabatnya. Pasien akan diajarkan cara berempati dan menyelesaikan konflik dengan orang lain.

3. Terapi perilaku dialektis
Psikoterapi yang dilakukan dengan tujuan untuk membantu pasien mental illness mengelola dan merespons emosi tersebut dengan positif.

4. Obat-obatan
Selain psikoterapi, psikiater juga mungkin akan meresepkan obat-obatan untuk pasien mental illness. Peresepan obat-obatan ini bertujuan untuk mengurangi gejala yang dirasakan oleh pasien, bukan untuk menyembuhkan mental illness-nya.

Berikut ini adalah beberapa contoh obatnya:
Obat antidepresan, biasanya diresepkan untuk pasien depresi, gangguan kecemasan, dan gangguan makan.
Obat antipsikotik, biasanya diresepkan untuk pasien skizofrenia dan gangguan kecemasan kronis.

Obat penstabil mood, biasanya diresepkan untuk pasien dengan gangguan bipolar, dan berbagai jenis gangguan lain, termasuk ADHD.


Obat tidur dan obat penenang, biasanya diresepkan untuk pasien yang mengalami gangguan tidur dan gangguan kecemasan kronis
Mental illness memiliki berbagai macam bentuk.

Meski tidak terlihat sebagai sesuatu yang mengganggu fungsi organ tubuh, kondisi gangguan kejiwaan berpengaruh pada produktivitas dan mengganggu dalam proses interaksi sosial.

Mental illness juga membuat penderitanya rentan menyakiti dirinya sendiri (selfharm) maupun berpikir untuk melakukan bunuh diri (suicidal thoughs). Oleh karena itu bila menemukan gejala atau indikasi mental illness pada seseorang, perlu segera ditangani.

Sayangnya,orang masih memiliki pandangan yang tak tepat pada gangguan ini. Stigma masyarakat yang menganggap pasien RSJ atau psikiater sebagai orang gila, membuat orang dalam masalah kejiwaan menghindari untuk mendapatkan penanganan sesegera mungkin.

Mental illness adalah aib dan penyakit karena kurang iman. Stigma ini membuat angka penderita gangguan jiwa semakin meningkat dari tahun ke tahum. Apalagi di masa pandemi ini.

Padahal mental illness bukanlah penyakit yang memalukan, dan setiap orang memiliki resiko untuk menjadi survivor.

Sama halnya seperti penyakit fisik, seperti pilek ataupun diabetes, mental illness adalah gangguan kesehatan yang kebetulan menyerang kejiwaan seseorang yang umum terjadi.

Gangguan ini akan lebih mudah diatasi dan disembuhkan apabila segera ditangani sedini mungkin.

Jadi, jika Anda mengalami gejala-gejala mental illness seperti yang telah disebutkan di atas atau memiliki kerabat yang mengalaminya, jangan ragu untuk segera berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater.

Bila Anda tidak memiliki cukup finansial untuk berkonsultasi per sesi, gunakan kartu BPJSnya. Datanglah ke faskes pertama, ceritakan masalahnya, dan mintalah rujukan ke poli jiwa di RS terdekat.

Yuk, peduli dengan kesehatan jiwa. Karena sehat tak hanya raga.***

Editor: Ali A

Sumber: alodokter.com

Tags

Terkini

Terpopuler