Guru Kita Selamanya Akan Menjadi Guru Kita, Ngaji Laku Padepokan Carang Seket

- 5 Januari 2022, 17:05 WIB
Ilustrasi Guru - Guru Kita Selamanya Akan Menjadi Guru Kita, Ngaji Laku Padepokan Carang Seket
Ilustrasi Guru - Guru Kita Selamanya Akan Menjadi Guru Kita, Ngaji Laku Padepokan Carang Seket /null*/Ist/

PORTAL PEKALONGAN - Berikut kita rangkuman mengenai kisah hikmah guru kita selamanya akan menjadi guru kita, dijelaskan oleh Den Juneng Suhu Padepokan Carang Seket pada sesi Ngaji Laku kali ini.

Den Juneng Suhu Padepokan Carang Seket pada Ngaji Laku Kali ini, akan membahas mengenai kisah hikmah guru kita selamanya akan menjadi guru kita.

Penjelasan selengkapnya mengenai kisah hikmah guru kita selamanya akan menjadi guru kita, terangkum pada artikel ini yang disampaikan oleh Den Juneng Suhu Padepokan Carang Seket pada sesi Ngaji Laku.

Baca Juga: Mitologi Dewi Parvati, Versi Padepokan Carang Seket

Kisah hikmah guru kita selamanya akan menjadi guru kita, Den Juneng mendapatkanya dari cerita turun temurun oleh gurunya berikut selengkapnya.

"Kita ini beruntung," kata Habib Umar Al Muthohhar waktu itu.

"Guru guru kita tidak memberikan kita ujian yang berat seperti ujian yang diberikan ulama ulama terdahulu, karena mereka tahu hati kita lemah, iman kita lemah tidak seperti santri-santri zaman dahulu,"

Beliau lalu menceritakan kisah Habib Ali Bin Abdullah Assegaf ketika jauh jauh datang dari Hadhramaut ke Malibar India untuk berguru kepada Habib Ali Bin Abdullah Alaydrus.

Sesampainya ia di depan rumah gurunya dan mengucapkan salam, sang guru yang waktu itu sedang makan dilantai dua menyuruh Khodamnya melihat siapa yang ada didepan pintu.

"Seorang pencari ilmu dari Seiwun Hadhramaut Habib, namanya Ali Assegaf," Jawab Khodamnya.

Mendengar itu Habib Ali Alaydrus mengambil air bekas cuci tangannya dan memberikannya kepada khodamnya.

"Ambil air ini, dan siramkan kepadanya,"

Dengan segera si khodam mengambil air kobokan itu dan menyiramkannya ke tubuh Habib Ali Assegaf dari lantai dua.

Baca Juga: Ngaji Laku Padepokan Carang Seket, Ilmu Pengasihan Jarang Gorang, Doa dan Tata Cara Penggunaannya

Setengah jam kemudian Habib Ali Alaydrus memanggil khodamnya lagi.

"Coba lihat, apakah orang itu masih ada dibawah,"

Khodamnya melihat kebawah dan ternyata pemuda itu masih berdiri mematung di depan pintu, malahan ia masih menunduk penuh ta'dzhim.

"Masih Ya Habib, dia masih ada di bawah," jawab khodamnya.

"Sekarang, bukakan pintu untuknya," ujar Habib Ali Alaydrus.

Berkat ketulusan dan keteguhannya itu, kelak Habib Ali Assegaf menjadi salah satu murid kesayangan Habib Ali Alyadrus.

Sebagian ulama terdahulu memang mempunyai cara tersendiri dalam menguji keteguhan dan ketulusan santri santrinya.

Tentunya cara cara aneh yang mereka tempuh dalam mendidik tak lepas dari maksud dan tujuan yang mulia, yang sering kali tak bisa kita ketahui dengan pemahaman dan cara berpikir kita.

Syaikhona KH Kholil bin Abdul Lathif Bangkalan merupakan salah satu dari ulama yang mendidik murid muridnya dengan cara cara unik itu.

Dulu ia mempunyai santri asal Magelang, Manab namanya, selama liburan karena termasuk dari golongan yang tak mampu dan tak pernah mendapat kiriman dari orang tuanya, ia bekerja di sawah sekitar pesantren untuk mengumpulkan beberapa ikat padi yang akan ia gunakan sebagai sangu selama mengaji kepada Syaikhona Kholil.

Sesampainya di Demangan, kebetulan Syaikhona Kholil waktu itu sedang duduk di luar rumahnya, melihat santrinya datang membawa dua karung beras, beliau berkata,

"Kebetulan ayam ayamku masih belum makan,"

Manab lekas memahami keinginan Kyainya, tanpa menunggu lama ia menaburkan beras dua karung itu di kandang ayam ayam Syaikhona Kholil.

Hasil jerih payahnya berbulan bulan ludes pada waktu itu juga.

Sebagai ganti beras itu, Syaikhona Kholil menyuruhnya untuk mengumpulkan daun mengkudu sebagai makanan sehari harinya.

Santri bernama Manab itu kelak akan menjadi ulama besar di zamannya, mendirikan pesantren yang memiliki ribuan santri hingga saat ini, ia yang kelak lebih dikenal dengan KH Abdul Karim, pendiri Pondok Pesantren Lirboyo Kediri.

Lain lagi dengan yang dialami oleh santri bernama Muhammadun.

Baca Juga: Kisah Bajang Kerek, Mitos atau Fakta! Ngaji Laku Padepokan Carang Seket

Sehari sebelum santri asal Lasem itu datang ke Bangkalan, Syaikhona Kholil menyuruh murid muridnya untuk membuat kurungan ayam.

Keesokan harinya Syaikhona Kholil menyambut kedatangan Muhammadun lalu memerintahkannya untuk menjebloskan diri ke dalam kurung ayam itu.

Sam'an wa tho'atan ia laksanakan perintah sang guru tanpa protes sedikitpun.

Kelak ialah yang akan menjadi salah satu Jago tanah Jawa, menjadi Kyai Alim nan Kharismatik yang dikenal dengan Mbah Kyai Maksum Lasem.

Santri asal Tambak Beras Jombang bernama Abdul Wahhab malah memiliki pengalaman yang seru dan menegangkan.

Ketika baru sampai di gerbang pondok Syaikhona Kholil, ia disambut oleh puluhan santri yang membawa clurit dan pedang dan hendak menyerangnya.

Tentu saja ia lari terbirit birit, ternyata Syaikhona Kholil sudah mewanti wanti para muridnya untuk bersiaga di hari itu, kata beliau akan ada harimau yang hendak memasuki area pondok.

Dan sialnya, santri baru bernama Abdul Wahhab itu yang Syaikhona Kholil tuduh sebagai harimau hingga ia menjadi target serbuan para santri.

Baca Juga: Asal Usul Manusia, Dulurku Papat Kelimo Pancer, Begini Penjelasan Lengkap Suhu Padepokan Carang Seket

Keesokan harinya ia kembali lagi, masih juga disambut dengan clurit dan pedang, ia belum menyerah, ia mencoba lagi di malam ketiga, dan dimalam itu ia berhasil memasuki area ponpes.

Karena kelelahan ia tertidur di Musholla Pesantren, Syaikhona Kholil lalu datang dan membangunkannya.

Di malam itu ia resmi diterima menjadi santri Kiyai Kholil, di masa depan, ialah yang akan menjadi harimau NU.

Pengasuh Pesantren Tambak Beras yang kita kenal sebagai Kyai Wahhab Hasbullah.

Kalam Al Imam Al Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad, "Orang yang mencari ilmu itu," Ibarat orang yang membawa wadah untuk meminta madu. Jika ia membawa wadah yang kotor, apakah sang pemilik madu akan menuangkan madu untuknya? tentunya ia akan menyuruhnya untuk membersihkan wadahnya terlebih dahulu,"

Ilmu itu layaknya madu, sedangkan hati kita adalah wadah untuk menampungnya.

Semakin besar rasa ta'dzhim dan keyakinan kita terhadap guru, semakin besar pula wadah yang kita miliki.

Dan tentunya barakah yang kita dapatkan akan lebih banyak dan melimpah.

Seringkali para Ulama mengulang ulangi ucapan ini.

"Al Madad 'Ala Qadril Masyhad,"

Pemberian dan pertolongan Allah yang akan kita peroleh lewat guru kita, itu tergantung rasa ta'dzhim, keyakinan dan cara pandang kita terhadapnya.

Itulah penjelasan Den Juneng Suhu Padepokan Carang Seket mengenai kisah hikmah guru kita selamanya akan menjadi guru kita pada sesi Ngaji Laku kali ini. Semoga bermanfaat.***

Editor: Dimas Diyan Pradikta

Sumber: Padepokan Carang Seket


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah