صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ وَالسَّنَةَ الَّتِى بَعْدَهُ وَصِيَامُ يَوْمِ عَاشُورَاءَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللَّهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِى قَبْلَهُ
“Puasa hari Arafah (9 Dzulhijjah) dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim no. 1162)
Ustadz Adi Hidayat mengatakan dari Abu Qotadah RA "Suilannabiyyu Shallallahu '‘alaihi wa sallam 'an shiyaami Yaumi 'Arofah"
"Nabi SAW pernah ditanya tentang puasa di hari Arofah, hari Arofah itu tanggal berapa? sembilan. ingat ya!" kata Ustadz Adi Hidayat.
"Masih agak keliru sebagian orang mengatakan shiyaam 'Arofah.
Arofah itu menunjuk pada momentumnya, momentumnya orang wukuf," jelasnya.
Ustadz Adi menambahkan Jadi kalau bahasanya puasa Arofah, maka tidak ada penafsiran semua penduduk negeri harus berpuasa bersamaan dengan orang wukuf.
Baca Juga: Persiapan Idul Adha, Simak 4 Syarat Hewan Kurban Sesuai Syariat
"Jadi begitu di Saudi misalnya wukuf sekarang, jadi kita ikut puasanya di hari itu.
Itu kalau tidak menggunakan "yaum," jelas Ustad Adi Hidayat.
Ustadz Adi Hidayat menjelaskan kalau menggunakan "yaum", yaum itu disebut thorfuz zamaan. Huruf yang melekat kan sesuatu pada waktunya, bukan momentumnya. Menunjuk pada waktu.