Setelah Dilantik, Ketua AGSI Sultra Ajak Presiden ke Makam Raja Tolaki

- 24 Oktober 2023, 12:31 WIB
Pelantikan Ketua AGSI Provinsi Sulawesi Utara oleh Presiden AGSI 23 Oktober 2023
Pelantikan Ketua AGSI Provinsi Sulawesi Utara oleh Presiden AGSI 23 Oktober 2023 /Brave/Heni / AGSI

PORTALPEKALONGAN.COM - Ketua dan pengurus Asosiasi Guru Sejarah Indonesia (AGSI) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Masa Bakti 2022-2027 dilantik dan dikukuhkan oleh Presiden AGSI Sumardiansyah Perdana Kusuma. Sumardiansyah yang juga Ketua Bidang Litbang PB PGRI, melantik secara langsung Senin 23 Oktober 2023 di Aula SMAN 4 Kendari. Pada kegiatan ini hadir puluhan guru sejarah di Kota Kendari.

Dalam sambutan acara pelantikan, Presiden AGSI Sumardiansyah mengingatkan tentang pentingnya organisasi profesi sebagai rumah perjuangan para guru.

Baca Juga: Begini Tata Cara Sholat Ghaib untuk Korban Meninggal Dunia Akibat Konflik di Palestina

"Khususnya guru sejarah sebagai garda terdepan pembentuk peradaban bangsa, dan penjaga nilai-nilai luhur perjuangan bangsa. AGSI selalu mengedepankan peningkatan profesionalisme guru sejarah yang lebih inovatif dan kreatif. Para guru sejarah harus menghidupkan pembelajaran sejarah di ruang- ruang kelas," harapnya.

Ia juga menambahkan bahwa sejarah dapat menjadi mata pisau yang bisa menyelesaikan persoalan-persoalan pendidikan kekinian melalui pendekatan analisis sejarah.

Sumardiansyah dalam kesempatan itu juga mengajak guru sejarah mengikuti Program Guru Penggerak agar lebih meningkatkan kompetensi dan menjadi pemimpin dalam pembelajaran.

Baca Juga: Isi Kuliah Umum di Undip Semarang, Sri Mulyani Dapat Doa Ini

Tak lupa, ia juga menyatakan akan terus memperjuangkan nasib guru-guru honorer.

Ketua AGSI Provinsi Sultra Sukardi Linta mengungkapkan kebahagiaannya, Presiden AGSI bisa melantik langsung ke Sultra.

"Kita tadi juga ajak Presiden AGSI mengunjungi makam raja Sao-Sao, Raja Tolaki terakhir dari kerajaan Laiwoei yang merupakan pemersatu kerajaan-kerajaan dan suku-suku di Kendari. Kita harap AGSI ini juga terus menjadi pemersatu guru sejarah se Indonesia," harap Sukardi.

Mengenal Suku Tolaki di Sulawesi Tenggara

Suku Tolaki adalah sebuah komunitas masyarakat yang mendiami pulau Sulawesi di sebelah Tenggara persisnya di Kota Kendari, Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Konawe Utara. Kebanyakan dari mereka punya profesi sebagai petani yang rajin dalam bekerja. Selain itu mereka juga punya semangat gotong royong yang tinggi.

Presiden Jokowi dan Ibu mengenakan baju adat Tolaki
Presiden Jokowi dan Ibu mengenakan baju adat Tolaki Muchlis Jr / Biro Pers Sekretariat Presiden

Nama suku Tolaki tidak begitu saja ada dan terjadi, dibalik nama tersebut tentu mengandung arti dan makna sejarahnya. Nama suku Tolaki ini berasal dari kata TOLAKI, TO=orang atau manusia, LAKI= Jenis kelamin laki-laki, jadi artinya adalah manusia yang memiliki kejantanan yang tinggi, berani dan menjunjung tinggi kehormatan diri/harga diri.

Orang Tolaki pada mulanya menamakan dirinya Tolohianga (orang dari langit). Mungkin yang dimaksud “langit” adalah “kerajaan langit” sebagaimana dikenal dalam budaya Cina. Dalam dugaannya, ada keterkaitan antara kata “hiu” yang dalam bahasa Cina berarti “langit” dengan kata “heo” (Tolaki) yang berarti “ikut pergi ke langit”.

Baca Juga: Ini Syarat untuk Cairkan Saldo JHT BPJS Ketenagakerjaan

Bahasa Tolaki tergolong dalam kelompok bahasa-bahasa Bungku-Laki, bahasa ini memiliki beberapa dialek seperti dialek Mekongga, Konawe, Nawoni, Moronene, Kalisus dan Kabaena.

Mata pencaharian pokok orang Tolaki ialah bertanam padi di sawah dan ladang. Sagu masih dimanfaatkan sebagai salah satu bahan makanan pokok pengganti. Ternak yang banyak mereka pelihara ialah kerbau dan sapi. Mata pencaharian lain seperti meramu hasil hutan, berburu binatang liar dengan tombak dan sumpit serta menangkap ikan di sungai dan laut juga banyak dilakukan.

Orang Tolaki menganut sistem hubungan kekerabatan yang parental sifatnya, keluarga baru segera membentuk rumah tangga sendiri tak lama setelah pernikahan. Pihak laki-laki harus menyediakan mas kawin yang besarnya disesuaikan dengan kedudukan pihak wanita dalam masyarakat, selain itu mas kawin untuk anak perempuan yang paling tua juga lebih besar jumlahnya.

Baca Juga: Anti Ribet, Begini Cara Mencairkan Saldo JHT Klaim BPJS

Pada masa dulu dalam sistem perkawinan Tolaki ini dikenal pula adat memberi jasa kepada mertua untuk waktu tertentu. Karena itu ada kesan adat menetap sesudah menikah yang matrilokal, tapi segera dilanjutkan dengan adat neolokal. Pengaruh sistem pemerintahan kerajaan tradisional zaman dulu menyebabkan orang Tolaki pernah mengenal pelapisan sosial yang cukup tajam. Golongan bangsawan keturunan raja atau pembesar negeri disebut anakia, rakyat biasa disebut maradika dan dibawah sekali terdapat golongan budak tawanan perang dan hamba sahaya.

Orang Tolaki telah sejak lama memeluk agama Islam, akan tetapi sisa-sisa kepercayaan sebelum Islam masih dimiliki oleh beberapa kelompok kecil masyarakat. Kepercayaan animisme Tolaki meyakini adanya roh-roh yang mendiami semua benda, yang disebut sanggelo. Makhluk halus yang mereka pandang sebagai dewa disebut sangia, baik sanggelo maupun sangia ada yang baik dan ada pula yang jahat. Sanggelo yang baik disebut sanggelo mbae dan sangia yang jahat disebut sangia mbongae.

Mengenakan busana tradisional berwarna kuning menyala, dilengkapi selendang biru, dan ikat kepala merah, serta aksesoris kalung etnik. Para penari wanita muda dan cantik ini berlenggak-lenggok atraktif dan kadang gemulai mengikuti irama musik. Tarian itu kerap disuguhkan di berbagai acara khusus untuk menerima atau menjemput tamu kehormatan.

Soal seni budaya, Kota Kendari pun tak kalah dengan daerah lain. Kalau Aceh identik dengan Tari Seudati, Jakarta tersohor dengan Tari Topeng Betawi, maka Kota Kendari pun memiliki beberapa tarian tradisional yang khas dan pantas dibanggakan, seperti Tari Monotambe dan Lulo.

 

Rumah adat Tolaki telah lenyap. Upaya rekonstruksi digalakkan, antara lain lewat Seminar Penelusuran Arsitektur Tradisional Tolaki Fak. Tek. Universitas Haluoleo, Maret 2004 . Dari studi intensif dan keterangan para narasumber yang ada, beberapa hal dapat disimpulkan (Faslih, 2004). Antara lain, bahwa rumah adat Tolaki dapat berupa komali (rumah istana raja) atau laika (rumah tempat orang tinggal). ***

Editor: Ali A

Sumber: Narasumber Kendari News


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah