Video Aksi Aipda Ambarita Geledah Ponsel Warga, Praktisi Hukum: Banyak Melanggar KUHAP!

- 23 Oktober 2021, 11:10 WIB
Praktisi hukum Julius Ibrani SH menemukan banyak  pelanggaran KUHAP atas aksi Aipda Ambarita bersama  tim Raimas Backbone Polres Jakarta Timur yang memaksa memeriksa telepon seluler (polsel) milik warga.
Praktisi hukum Julius Ibrani SH menemukan banyak pelanggaran KUHAP atas aksi Aipda Ambarita bersama tim Raimas Backbone Polres Jakarta Timur yang memaksa memeriksa telepon seluler (polsel) milik warga. /Tangkapan layar Youtube Narasi Newsroom


PORTAL PEKALONGAN - Video aksi Aipda Ambarita, tim Raimas Backbone Polres Jakarta Timur yang memaksa memeriksa telepon seluler (polsel) milik warga tanpa dasar hukum yang jelas, menuai kontroversi sehingga menjadi viral.

Buntut dari aksi Aipda Ambarita itu langsung ditanggapi serius oleh institusi kepolisian, sehingga Aipda Ambarita langsung dicopot dari jabatannya dan dipindahtugaskan ke Divisi Humas Polda Metro Jaya.

Dalam video aksi Aipda Ambarita bersama tim Raimas Backbone Polres Jakarta Timur yang viral itu, diduga Aipda Ambarita melanggar standar operasional prosedur (SOP) terkait aksi memaksa penggeledah ponsel milik warga.

Baca Juga: Korban Tenggelam di Sungai Bermali Kebutuhjurang Belum Ditemukan, Pencarian Dilanjutkan Hari Ini

Dalam video itu seorang warga menolak dengan keras handphone (HP) atau ponsel miliknya digeledah polisi dengan alasan handphone adalah barang privasi. Misalnya, dalam ponsel itu ada chat-chat atau diskusi yang bersifat pribadi.

Menurut praktisi hukum Julius Ibrani SH, tindakan polisi dalam video itu banyak ditemukan pelanggaran terhadap Kitab Undang-Undang Acara Pidana (KUHAP).

Untuk diketahui, Julius Ibrani SH adalah praktisi hukum sistem peradilan pidana sekaligus peneliti dan Sekretaris Jenderal Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI).

Julius Ibrani menilai aksi penggeledahan ponsel secara paksa yang dilakukan polisi dalam video, yaitu Aipda Ambarita bersama timnya, Raimas Backbonemenyalahi aturan Kepala Polri dan perundang-undangan.

Baca Juga: PSIS Semarang Terkendala Stadion Sehingga Belum Lolos Verifikasi Lisensi Klub AFC

Menurut Julius, ada banyak yang perlu disikapi dari aksi anggota Kepolisian yang dinilai menyalahi prosedur dan menyalahi KUHAP.

"Selain memperburuk citra kepolisian, jika aksi ini terus dibiarkan menjadi ancaman bagi seluruh warga masyarakat yang sedang ada di ruang publik," ungkap Julius Ibrani seperti dikutip Portalpekalongan.com dari kanal Youtube Naarasi Newsroom.

Dalam video itu, Julius membeberkan kesalahan-kesalahan yang dilakukan Aipda Ambarita bersama timnya, Raimas Backbone antara lain:

1. Tindakan Polisi Tidak Memenuhi Persyaratan Formil

Menurut Julius, dalam video itu polisi yang bertugas tidak memenuhi persyaratan formil dengan cara menjelaskan.

Baca Juga: Berenang di Sungai Bemali, Pemuda Asal Banjarnegara Haris Terseret Arus dan Masih Dalam Pencarian

"Ada hal yang harus dilakukan personel Polri sebelum melakukan penindakan. Pertama dia harus menjelasakan dirinya siapa, identitasnya apa, surat tugas, dan dalam rangka apa melakukan penindakan menggeledah ponsel. Dalam video saya tidak melihat hal-hal itu dilakukan polisi sebagai persyaratan formil," ujar Julias.

Dia menegaskan, KUHAP memiliki batasan yang tegas sebagai syarat bagi anggota kepolisian dalam melakukan penggeledahan badan.

"Jelas ini sebuah pelanggaran terhadap prosedur hukum acara pidana terkait adanya penggeledahan," imbuh Julius.

Dia menjelaskan, anggota kepolisian harus mempunyai dasar yang kuat, termasuk surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri untuk menjelaskan bahwa ada dugaan keras tindak pidana dengan alat bukti handphone yang akan diperiksa termasuk substansi di dalamnya.

Baca Juga: Akibat Tidak Membayar Hutang Ketika Hidup Didunia, Ini Penjelasan Ustadz Abdul Somad

"Apabila ini tidak dipenuhi maka dapat dikatakan penggeledahan tidak sah secara hukum dan melanggar KUHAP," tegas Julius.

2. Handphone Bukan Identitas Warga

Dalam video itu polisi menyatakan bahwa polisi berwenang memeriksa identitas warga.

Menanggapi hal itu Julius Ibrani menjelaskan, identitas seseorang yang dikenal dalam sistem hukum Indonesia adalah mulai dari akta kelahiran, kartu keluarga, KTP, SIM, dan belakangan mulai dikenal kartu vaksin.

"Itu yang bisa disebut identitas. Tetapi jika itu pun dilakukan tanpa prosedur sesuai Hukum Acara Pidana berdasarkan KUHAP ada pasal 33, kemudian pasal 37 tentang penggeledahan, juga UU ITE terkait alat bukti elektronik, maka bisa dipastikan prosedur yang dilakukan adalah tidak sah," jelas Julius.

Baca Juga: Sedekah ke Masjid atau ke Orang Tua Terlebih Dahulu? Ini Penjelasan Ustadz Khalid Basalamah

3. Tuduhan Tidak Berdasar

Dalam video itu, Julius Ibrani juga melihat polisi melakukan tuduhan yang tidak berdasar terhadap warga.

"Ini sangat fatal. Ini merupakan insinuasi yang tidak boleh dilakukan oleh seorang aparat penegak hukum. Dalam hal melakukan penindakan dia (penegak hukum) harus menjelaskan, bukan menuduh. Namun bahasa yang saya dengar dalam video itu adalah menutuh," ungkap Julius.

Menurut dia, setidak-tidaknya paling sedikit ada dua hal yang harus dipenuhi untuk menuduh sesorang melakukan perbuatan.

Pertama adalah mens rea dan kedua actus reus. Dijelaskan, rencana dalam tataran mens rea atau niat atau itikad buruk belum terlihat dalam gambar viedeo itu. Adapun actus reus atau perbuatan yang nyata sebagai kelanjutan dari rencana atau niat dari itikad tadi.

Baca Juga: Beredar Video Penutupan Jalan Tol Batang-Semarang, Inilah Tanggapan PT Jasamarga Semarang Batang 

"Rencana saja itu tidak dapat diperiksa, tidak dapat dipidana. Yang dapat dipidana adalah percobaan. Percobaan itu melakukan sebuah tindak perbuatan tetapi perbuatannya tidak selesai," jelas Julius.

Dia menambahkan, apabila yang dilakukan polisi adalah pencegahan, maka itu masuk dalam pembacaan situasi dan kondisi masyarakat, tapi itu tugasnya intelijen.

"Bukan tugas penyidik atau penindak untuk langsung pada tindak pidana yang dituduhkan," tegas Julius.

4. Harus Merujuk Pasal Mana yang Dilanggar

Julius mengungkapkan bahwa dalam pemeriksaan seperti yang dilakukan polisi dalam video viral itu, tidak boleh hanya mengatakan ada undang-undangnya atau wewenangnya, tetapi harus merujuk pasal yang dilanggar mana.

Baca Juga: Diawali Produksi Motor Listrik untuk Driver Grab, Ganjar Juga Mendorong Industri Mobil Listrik Masuk Jateng

"Dan paling pentimg adalah substansi apa yang diperiksa. Nah ini malah kami melihat justru polisi bertanya balik. Padahal tugas polisi adalah menjelaskan. Nah ini juga tidak berbasis kepada hukum dan tidak dapat dibenarkan," ungkap Julius.

Terakhir, Julius menyatakan sepakat dengan orang yang diperiksa polisi dalam video itu bahwa handphone adalah hak privasi dan dia langsung merujuk ada chat saya. Ada diskusi pribadi, personal dan itu dilindungi oleh Undang-undang.

"Apabila ada dugaan keras bahwa isi chat itu merupakan bagian dari rangkaian tidak pidana yang dilakukan, maka polisi berwenang (memeriksa). Namun dalam video saya tidak melihat bahwa adanya penjelasan apa dasar untuk memeriksa handphone itu. Apa dasar untuk membaca chat-chat itu. Dan juga apa dugaan tindak pidana yang diduga keras menggunakan alat bukti berupa handphone tersebut jadi harus diperiksa," ungkap Julius.

Baca Juga: Viral! Institut Teknologi Medan Diduga Tutup, Mahasiswa Tidak Ada Wisuda, Dosen Tidak Digaji 17 Bulan

Jika tidak bisa dijelaskan semua itu dari awal dan tidak diterima oleh orang yang diperiksa, menurut Julius, maka kewenngan kepolisian harus berhenti di situ.

"Dan yang lebih penting adalah karena dalam video adalah bukan tertangkap tangan maka perlu surat izin dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. Jika hal itu tidak dilakukan maka tidak ada dasar hukum bagi anggota untuk melakukan pemeriksaan termasuk penggeledahan itu," tegas Julius.***

Editor: Ali A

Sumber: Youtube Narasi Newsroom


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah