Akui 12 Pelanggaran HAM Berat, Pemerintah Instruksikan 19 Kementerian dan Lembaga Selesaikan Hak-Hak Korban

- 3 Mei 2023, 02:09 WIB
Menkopolhukam Mahfud MD.
Menkopolhukam Mahfud MD. /ANTARA/Laily Rahmawaty/

PORTAL PEKALONGAN - Pemerintah mengakui bahwa telah terjadi 12 peristiwa pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat selama puluhan tahun lalu. Pengakuan pemerintah tersebut tak diikuti permintaan maaf kepada masyarakat, khususnya yang menjadi korban, namun hak-hak korban akan segera diselesaikan secara adil dan bijaksana.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD, setelah mengikuti rapat yang dipimpin Presiden Joko Widodo, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa 2 Mei 2023.

Menurut Mahfud, hal itu tertuang dalam rekomendasi dari Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat, dalam rapat yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Baca Juga: Kasus Tewasnya Kasat Narkoba Polres Jakarta Timur, Diduga Bunuh Diri atau Korban Mafia Narkoba

"Di dalam rekomendasi penyelesaian non-yudisial itu, tidak ada permintaan maaf dari pemerintah kepada masyarakat karena peristiwa itu, tetapi pemerintah menyatakan mengakui bahwa peristiwa itu memang terjadi dan pemerintah menyesali terjadinya peristiwa itu," kata Mahfud.

Selanjutnya, sebagai upaya tindak lanjut penyelesaian seperti telah direkomendasikan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat, Presiden Jokowi sudah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (PPHAM) Berat.

Mahfud menuturkan, Inpres No 2 tersebut isinya menugaskan 19 kementerian dan lembaga pemerintah non-kementerian untuk melaksanakan rekomendasi PPHAM tersebut.

Baca Juga: Hari Buruh 2023, Puan Maharani: Saya Berharap Teman-Teman Buruh Makin Sejahtera

Adapun rekomendasi dari Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat tersebut adalah memulihkan ha-hak korban atas peristiwa pelanggaran HAM berat itu secara adil dan bijaksana.

Selain itu, juga upaya-upaya pencegahan agar peristiwa pelanggaran HAM berat seperti itu tidak terjadi lagi.

"Jadi, tidak ada permintaan maaf dan tidak ada perubahan status hukum terhadap peristiwa-peristiwa masa lalu. Misalnya, TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tetap berlaku sebagai ketetapan yang tidak diubah. Kemudian mengenai peristiwa yang sudah diputuskan oleh pengadilan, juga tetap berlaku," jelasnya.

Baca Juga: Plt Ketua Umum PPP: KIB Tidak Bubar dan Tetap Solid setelah PPP Putuskan Usung Ganjar sebagai Capres 2024

Menurut Mahfud, hal itu artinya, kinerja Tim Pemantau PPHAM itu fokus pada para korban pelanggaran HAM berat masa lalu yang jumlahnya 12 peristiwa.

"Peristiwa itu tentu tidak bisa ditambah oleh pemerintah, karena menurut undang-undang, yang menentukan pelanggaran HAM berat atau bukan itu adalah Komnas HAM, dan Komnas HAM telah merekomendasikan 12 peristiwa HAM berat yang terjadi sejak puluhan tahun lalu," ungkap Mahfud.

Perbedaan HAM Berat dan Kejahatan Berat

Mahfud juga berharap masyarakat bisa memahami perbedaan antara peristiwa pelanggaran HAM berat dan kejahatan berat.

Baca Juga: Digadang Dampingi Ganjar, Gus Yaqut: Saya Hanya Fokus sebagai Menag, Tak Terpikir Pilpres 2024

"Pelanggaran HAM berat itu dititikberatkan pada unsurnya, di mana pelakunya melibatkan aparat secara terstruktur. Mungkin korbannya hanya dua atau tiga orang, tetapi itu bisa jadi pelanggaran HAM berat, tapi kalau pelakunya itu sipil terhadap sipil, lain. Meski korbannya ratusan, seperti peristiwa bom Bali, itu bukan pelanggaran HAM berat tapi kejahatan berat, supaya dimengerti," jelas Mahfud.

Pada kasus pelanggaran HAM berat tersebut, mengingat pada kasus ini adalah penyelesaian non-yudusial, pemerintah menitikberatkan perhatiannya pada korban, bukan pada pelaku pelanggaran HAM berat pada masa lalu itu.

"Karena kalau menyangkut pelaku, itu menyangkut penyelesaian yudisial yang nanti harus diputuskan oleh Komnas HAM bersama DPR, untuk selanjutnya diserahkan kepada pemerintah. Ini titik beratnya pada korban, bukan pada pelaku. Kami tidak akan mencari pelakunya dalam penyelesaian non-yudisial," jelas Mahfud.

Baca Juga: PAN Sebut Masih Ada Peluang PPP Bersama KIB, Sama-Sama Usung Ganjar?

Baca Juga: Usung Ganjar Capres, PPP Dianggap Tinggalkan KIB, Bagaimana Nasib Golkar dan PAN yang Usung Airlangga?

Adapun ke-12 peristiwa HAM berat tersebut adalah Peristiwa Tahun 1965-1966, Peristiwa Penembakan Misterius Tahun 1982-1985, Peristiwa Talangsari di Lampung Tahun 1989, Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis di Aceh Tahun 1989, Peristiwa Penghilangan Orang secara Paksa Tahun 1997-1998, dan Peristiwa Kerusuhan Mei Tahun 1998.

Selanjutnya adalah Peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II Tahun 1998-1999, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet Tahun 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA di Aceh Tahun 1999, Peristiwa Wasior di Papua Tahun 2001-2002, Peristiwa Wamena di Papua Tahun 2003, dan Peristiwa Jambo Keupok di Aceh Tahun 2003. ***

Editor: Ali A

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah