Budi Sutarso: Rasanya Nyeseg Melihat Remaja Negara Lain Pinter Nabuh Gamelan dan Nyinden

- 4 Juni 2023, 13:53 WIB
Budi Sutarto, ketua Paguyuban Racaksari Semarang
Budi Sutarto, ketua Paguyuban Racaksari Semarang /Ali A/

PORTAL PEKALONGAN - SEMARANG - "Rasanya bangsa, senang, sekaligus nyeseg melihat para remaja negara lain piawai nabuh gamelan Jawa dan cewek-nya dengan lantang namun merdu nembang lagu-lagu Jawa. Para remaja bule itu demikian asyik nguri-uri budaya warisan leluhur Bangsa Indonesia," kata Budi Sutarso, Ketua Paguyuban Racaksari Semarang kepada portalpekalongan.com.

Namun banyak di antara kita begitu terpana, lanjut dia, saat melihat para remaja dari negara-negara lain di belahan bumi bagian sono, asyik nabuh gamelan dan cewek-ceweknya demikian lancar nyinden.

"Kini saatnya penerus negeri ini untuk lebih mencintai budaya Bangsa Indonesia dibanding anak-anak bangsa lain. Jangan sampai anak-anak kita tidak bisa nggamel dan nyinden." 

Baca Juga: Beregu Putra Para Bulu Tangkis Berhasil Sumbang Emas Pertama Indonesia di APG 2023

Adalah Budi Sutarso, warga Jl Borobudur Timur II Nomor 46 Kelurahan Kembangarum, Kecamatan Semarang Barat.

Selepas dinas dan memasuki masa pensiun dari Kantor BPJS Kesehatan, Mas Tarso, panggilan akrabnya, semakin tenggelam dalam kegiatan berkesenian.

"Alhamdulillah, di masa pensiun ini saya masih tergolong sibuk. Hampir setiap hari selalu ada jadwal latihan. Minggu malam di Paguyuban Kesenian Suharti Laras, Selasa malam Di Paguyuban Racaksari, Rabu malam di Anggono Laras DPR Provinsi Jawa Tengah, Jumat malam di Paguyuban Marsudi Laras. Latihan nggamel, baik ikut grup karawitan untuk mengiringi pentas wayang kulit maupun pertunjukan ketoprak."

Budi Sutarso kecil mengaku sudah menyukai kesenian. Baik itu seni karawitan maupun seni pewayangan. Sebab, almarhum ayahnya adalah seniman, yakni menjadi pangrawit atau niyaga (penabuh gamelan) wayang kulit.

Baca Juga: Ramai PSIS Terusir, Pemkot Semarang Tegaskan Tetap Bisa Berlatih di Stadion Citarum

Menurut Budi Sutarso yang kini menjadi Ketua Paguyuban Keluarga Giri Manunggal, sejak berusia 4 tahun, dia sudah dikenalkan oleh ayahnya dengan musik gamelan.

"Setahun kemudian, ayah meninggal. Jadi kenangan terindah dengan ayah ya nggamel atau belajar nabuh beragam alat musik gamelan. Praktis selama setahun saya diberi ilmu pengetahuan sekaligus praktik tentang seni menabuh gamelang dan kebudayaan Jawa pada umumnya yang sangat adhiluhung."

Di usia 5 tahun hingga 12 tahun, Budi Sutarso yang lahir di Wonogiri, 22 April 1965, menjadi anak yatim. Dia hidup dengan ibu hingga usia 12 tahun. Sebab, setelah Lulus dari SMP (sekarang SLTP), dia diajak kakaknya pergi merantau ke Kota Semarang.

"Bulan April 1986, saya dan teman-teman membentuk Paguyuban Giri Manunggal (Perkumpulan warga Wonogiri di Semarang) yang beranggotan 60 (enam puluh) Kepala Keluarga yang tersebar di wilayah di Kota Semarang. Setiap Minggu kedua pertemuan dengan sistem arisan (arisan sebagai ikatan untuk ajang silaturahmi) dengan bergiliran tempat. Di dalam paguyuban saya ditunjuk sebagai seksi kesenian," ujarnya.

Baca Juga: Berikan Dua Jabatan, PSIS Semarang Tunjuk Eko Purdjianto Sebagai Manajer Sekaligus Asisten Pelatih

Karena keinginannya bisa nabuh gamelan demikian kuat, Mas Tarso mengajukan kepada pengurus Paguyuban Giri Manunggal, agar membeli seperangkat gamelan. Usul Mas Tarso disetujui oleh anggota yang lain. Dan, dibelilah seperangkat gamelan pelog slendro.

"Setelah paguyuban memiliki seperangkat gamelan pelog slendro, saya dan teman-teman kemudian membentuk Paguyuban Giri Budaya di mana anggotanya adalah khusus anggota Paguyuban Giri Manunggal."

Paguyuban Giri Budaya berkembang pesat dan lama-kelamaan bisa dikenal masyarakat luas. Sehingga para anggota bisa latihan setiap hari Minggu, sebagaimana diketahui bahwa kegiatan anggota Paguyuban Giri Budaya adalah Seni Kerawitan dan Seni Pedalangan.

Baca Juga: 15 Contoh Soal Sumatif SAS IPA SMP MTs Kelas 8 Beserta Kunci Jawaban dan Pembahasan Sukses PAT 2023

"Karena sedikit demi sedikit bisa nabuh alat gamelan, saya kemudian mengikuti beberapa grup paguyuban kesenian. Tujuannya, saya ingin terus menerus menimba ilmu sekaligus menambah pengalaman di bidang kesenian gamelan," ujarnya.

Berkesenian dan Berorganisasi

Di luar kesenian, Mas Tarso aktif di organisasi kelembagaan di masyarakat. Baik itu LPMK, lansia, maupun PWRI untuk menambah persaudaraan. Seiring berjalannya waktu setelah dikenal beberapa teman Mas Tarso ikut bergabung berlatih masuk di grup kesenian ditunjuk sebagai pengurus.

"Kalau dicermati para niyaga yang ada di wilayah Kota Semarang ini hampir rata-rata sudah berumur. Tal banyak yang usianya masih muda. Saya khawatir jika para senior sudah kapundhut, kesenian tinggalan nenek moyang akan lenyap ditelan zaman," katanya sedih.

Budi Sutarso mengaku senang dan bangga, takjub, sekaligus sedih melihat banyak tayangan di video YouTube banyak warga Negara Amerika, Belgia, Prancis, dan dain-lain, sangat antusias belajar nabuh gamelan dan nyinden, bukan anak-anak Indonesia, bukan remaja Nusantara, khususnya yang asli keturunan Suku Jawa.

Berikut biodata Budi Sutarso


Nama: Budi Sutarso
TTL : Wonogiri, 22 April 1965
Agama: Islam
Alamat: Jl Borobudur Timur II/46 Kembangarum Semarang Barat
Pekerjaan: Pensiunan BPJS Kesehatan

Budi Sutarso, ketua Paguyuban Sanggar Wayang Kulit Racaksari Semarang
Budi Sutarso, ketua Paguyuban Sanggar Wayang Kulit Racaksari Semarang

Kegiatan di Organisasi:
1. Ketua Paguyuban Keluarga Giri Manunggal
2. Ketua Paguyuban Kesenian Racaksari Semarang
3. Ketua Lansia Kelurahan Kembangarum
4. Ketua PTSL Kelurahan Kembangarum
5. Sekretaris PPLKS Semarang Barat
6. Sekretaris PWRI Semarang Barat
7. Pengurus LPMK Kelurahan Kembangarum

Demikian artikel mengenai Budi Sutarso, seniman Semarang yang seneng, bangga, bahagia sekaligus nyeseg melihat remaja negara lain nabuh gamelan dan nyinden.***

Editor: Ali A

Sumber: liputan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x