Itu sebabnya, Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung (FH Unissula) Semarang bekerja sama dengan PWI Jawa Tengah akan menjadikan Sekolah Jurnalistik sebagai kegiatan yang simultan, kontinyu, dan berlanjut.
”Dari program yang dirintis sejak 2016 ini, kami yakini sangat potensial dan bermanfaat secara luas, yaitu memberikan output saat mahasiswa lulus nanti.”
Hadir dalam kesempatan itu, Wakil Dekan II FH Unissula Arpangi dan Ketua Dewan Kehormatan PWI Provinsi Jawa Tengah Sri Mulyadi, yang sekaligus pengajar.
Menurut Jawade, apa yang ditempuh oleh FH Unissula sesuai Kerangka Kualifikasi Nasional, yaitu agar mahasiswa punya keahlian khusus.
Dia juga menyebut, keikutsertaan mahasiswa dalam kegiatan ini, sebagai cara memperkuat kesadaran untuk terampil dalam tulis menulis sehingga mereka punya kedaulatan.
Jawade meminta agar semua peserta mengikuti kegiatan ini dengan penuh kedisplinan, fokus, dan semangat. Pasalnya, tidak semua mahasiswa memiliki kesempatan mendapatkan ilmu dari para wartawan senior.
Baca Juga: Kabar Baik dari Boyolali untuk Penderita Diabetes dan Autis, Tenang Saja! Infonya Ada di Sini!
”Jadi kegiatan ini bukan formalitas. Ada nilai-nilai fundamental di dalamnya. Dengan nara sumber yang berpengalaman, kalian bisa belajar bagaimana teknik mencari berita, pemahaman tentang hukum pers, cara wawancara, dan menulis opini yang bagus, yang bisa diinformasikan kepada masyarakat luas,” tandasnya.
Ketua PWI Jateng Amir Machmud NS mengatakan, data di lapangan menunjukkan ada keengganan dari kalangan mahasiswa untuk mendokumentasikan apa yang ada dalam pikirannya ke dalam tulisan.
”Mereka lebih puas membuat video, podcast, ataupun video YouTube, ketimbang menyimak tulisan artikel populer, yang ada di media dan jurnal ilmiah,” katanya.
Baca Juga: Kompetisi HACKATHON 2023: Meretas Ide, untuk Pemilu Bebas Hoax
Maka dari itu, Amir memberi apresiasi terhadap FH Unissula yang masih mempertahankan Sekolah Jurnalistik ini dalam upaya menggunakan bahasa tuturan ketimbang bahasa simbol.
Menurut dia, mahasiswa saat ini ketika berinteraksi dengan sesama melalui platform media sosial, yang terjadi adalah kalimat-kalimat yang menggunakan bahas simbol seperti sticker atau emoji ketimbang menggunakan daya kekuatan imajinasi dalam menulis sesuatu.
Editor: Ali A
Sumber: liputan