Halalbihalal PWI Jateng, KH Fachrur Rozi: Bertumpuk-tumpuk Kebaikan Kadang Terhapus oleh Satu Kesalahan

- 1 Mei 2024, 07:00 WIB
Tausiyah Dosen UIN Walisongo Semarang Drs KH Fachrur Rozi MAg dalam acara jhalal bi halal PWI Jateng di Gedung Pers, 30/4/24 banyak menyentil realitas keseharian.
Tausiyah Dosen UIN Walisongo Semarang Drs KH Fachrur Rozi MAg dalam acara jhalal bi halal PWI Jateng di Gedung Pers, 30/4/24 banyak menyentil realitas keseharian. /Ali A/

 

PORTAL PEKALONGAN - SEMARANG - Suasana kekeluargaan terpancar dalam acara halalbihalal yang digelar PWI Provinsi Jawa Tengah di Gedung Pers Jateng, Semarang, Selasa 30 April 2024. Apalagi, ketika materi tausiyah Dosen UIN Walisongo Semarang Drs KH Fachrur Rozi MAg itu banyak menyentil realitas keseharian, hadirin pun tergelak.

Ya, halalbihalal PWI Jateng yang mengusung tema ''Silaturahmi, Kolaborasi Rasa dan Hati'' itu menghadirkan kiai lucu yang kondang dengan joke-joke segarnya tersebut. Tamu undangan yang mayoritas mitra kerja PWI dibuat tertawa dan tersenyum simpul atas tausiyahnya yang memotret kebiasaan di sekitar kita.

Baca Juga: Menu Makanan Sehari-Hari yang Aman untuk Penderita Asam Lambung

Menurut Fachrur Rozi, halalbihalal perlu, karena hubungan antarmanusia itu sebenarnya lebih rumit, ketimbang manusia dengan Tuhannya. Penyebabnya, manusia itu beragam. Salah satunya perbedaan jenis kelamin.

''Laki-laki sama perempuan itu bedanya luar biasa. Makanya, maaf, pas 1 Syawal kemarin beredar di grup-grup WA, sesaat lagi akan ada ras terkuat di muka bumi ini akan sungkem di hadapan suaminya sambil nangis-nangis. Tapi tunggu 10 menit kemudian, dia akan kembali pada setelan pabrik. Akan balik lagi,'' ujar Kiai Rozi yang disambut ger-geran hadirin.

Pada kesempatan itu, Kiai Rozi mengajak keluarga besar PWI untuk mencermati empat hal dalam halalbihalal itu. Pertama, meskipun beda posisi tetapi tetap satu visi, beda barisan tetap satu tujuan, keberagaman tidak untuk saling menjatuhkan, namun membangun kebersamaan.

Kedua, halbihalal itu perlu karena ibadah dengan Tuhan bisa diganti dengan hubungan sosial, tetapi hubungan sosial bermasalah tidak bisa diganti dengan ibadah kepada Allah.
''Puasa karena sakit bisa diganti membayar fidyah, tapi salah memberitakan orang tidak bisa diganti dengan tahajud. Utang bank tak bisa diganti dengan wiridan,'' ujarnya.

Baca Juga: 6 Hal yang Sering Dianggap Sepele, Ternyata Berbahaya untuk Kesehatan

Halaman:

Editor: Ali A

Sumber: Liputan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah