Ekonomi Islam dan Solusi Resesi, Prof Ahmad Rofiq: Butuh Respons Cerdas, Strategis, dan ... - 1

- 11 Mei 2023, 20:41 WIB
Prof Ahad Rofiq diundang oleh DPW Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Jawa Tengah yang hari ini dilantik oleh DPP IAEI, dan menggelar Rapat Kerja dan seminar nasional bertajuk “Penguatan, Pemulihan, dan Stabilitas Ekonomi Indonesia pada Gejolak Ekonomi Global 2023” di Kampus Unimus Semarang.
Prof Ahad Rofiq diundang oleh DPW Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Jawa Tengah yang hari ini dilantik oleh DPP IAEI, dan menggelar Rapat Kerja dan seminar nasional bertajuk “Penguatan, Pemulihan, dan Stabilitas Ekonomi Indonesia pada Gejolak Ekonomi Global 2023” di Kampus Unimus Semarang. /Ali A/


Oleh: Ahmad Rofiq*)

PORTAL PEKALONGAN - Saya mendapat kehormatan diundang oleh DPW Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Jawa Tengah yang hari ini dilantik oleh DPP IAEI, dan menggelar Rapat Kerja dan seminar nasional bertajuk “Penguatan, Pemulihan, dan Stabilitas Ekonomi Indonesia pada Gejolak Ekonomi Global 2023” di Kampus Unimus Semarang.

Diundang sebagai salah satu narasumber dalam seminar tersebut, saya merasa perlu hadir, karena kebetulan diamanati sebagai salah satu anggota Dewan Penasihat DPP IAEI.

Saya membersamai Ketua Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah Bank Indonesia Pusat, Arif Hartawan, saudara baru asli Kota Kudus, Muhammad Ismail Riyadi, Kepala Literasi dan Inklusi Keuangan Syariah OJK Pusat, dan Assoc. Prof. Sutan Emir Hidayat, Ph.D. Direktur Pendidikan dan Riset Keuangan Syariah KNEKS dan juga Wakil Ketua Bidang Riset dan Pengembangan Keilmuan DPP IAEI.

Baca Juga: LPDP Kementerian Keuangan RI Buka Lowongan Kerja, Simak Informasinya di Sini

Dampak nyata yang dirasakan oleh banyak negara paska pandemi Covid-19 adalah munculnya resesi ekonomi global.

Implikasinya Indonesia sebagai negara yang sudah masuk G-20, juga terdampak. Ini membutuhkan respons cerdas, strategis, dan sekaligus memberikan solusi cepat untuk mengantisipasi dan mitigasi risiko dari para pemikir, pelaku, dan pegiat ekonomi Islam di Indonesia, khususnya IAEI Jawa Tengah.

Ekonomi Islam hadir bersama dengan ajaran Islam secara keseluruhan, yang seolah mengalami kelahiran kembali di negeri ini, baru di tahun 1990-an, -- meskipun sebenarnya ketika lahir Serikat Dagang Islam dan bermetamorfosis menjadi partai politik -- tentu diharapkan dapat memberi solusi yang mampu menghadirkan ketercukupan dan kebahagiaan.

Baca Juga: 7 Hal yang Harus Dihindari Selama Proses Rekrutmen Bersama BUMN 2023

Ketika Majelis Ulama Indonesia (MUI) merekomendasikan pembentukan perbankan syariah, maka 1992 didirikanlah Bank Muamalat Indonesia (BMI).

Ekonomi dalam terminologi kajian fiqh termasuk Al-Mal (al-Amwal) yang sering diterjemahkan menjadi harta benda, dalam ajaran Islam merupakan bagian dari kebutuhan primer manusia (al-dlaruriyat al-khams).

Oleh karenanya, ia merupakan bagian yang harus dijaga (hifdl al-mal).

Dalam kajian ushul al-fiqh, ada lima kebutuhan primer manusia (al-dlaruriyat al-khams) yakni: hifdl al-din (memelihara agama), hifdl al-nafs (memelihara jiwa), hifdl al-’aql (memelihara akal), hifdl al-mal/al-’irdl (memelihara harta), dan hifdl al-nasl (memelihara keturunan).

Muhammad saw kecil, di usia yang masih sangat muda, sudah memberi contoh, berdagang membersamai pamannya Abu Thalib.

Baca Juga: Bagai Pembunuh Berdarah Dingin, Pembunuh Irwan Hutagalung Menyesal tapi Juga Mengaku Puas

Maka ketika sudah menerima Amanah Nubuwwah, beliau juga menegaskan, supaya umat beliau berdagang, karena 90% jalan rizeki ada di dagang.

Bahkan para pedagang – baca pengusaha – yang jujur, di hari kiamat diposisikan bersama dengan para nabi. Boleh jadi karena untuk menjadi pedagang yang jujur tidak mudah dalam praktiknya.

Posisi harta dalam hidup dan kehidupan manusia, sangat dibutuhkan, namun sekaligus juga menjadi instrumen ujian atau cobaan.

Dalam Riwayat dari Abi Barzah Nadllah bin ‘Ubaid al-Aslami ra. berkata, Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah bergerak dua telapak kaki seorang hamba di hari kiamat hingga ditanya tentang (empat hal): umurnya untuk apa dihabiskan? Ilmunya untuk apa dikerjakan? Hartanya dari mana ia perolehnya dan untuk apa ia belanjakan? Jasmaninya untuk apa ia rusakkan? (Riwayat at-Tirmidzi, dan shahih). 

Dalam konteks inilah maka ekonomi perlu dikembangkan secara halal baik dari hulu dan hilirnya.

Tentu harapannya ada keberimbangan antara sektor produksi, terutama pertumbuhan dan penguatan sektor riil, yang akan menjadi kekuatan ekonomi Islam.

Baca Juga: Segera Daftar! Rekrutmen Bersama BUMN 2023 Resmi Dibuka, Ini Cara dan Syaratnya

Selain itu eko sistem halalnya juga menjadi perhatian penting yang harus dipikirkan, direncanakan, dan direalisasikan. 

Para ahli mengidentifikasi, bahwa karakteristik ekonomi Islam meliputi: 1). Sumber daya diposisikan sebagai pemberian atau titipan Allah SWT kepada manusia; 2). Kerja sama adalah penggerak utama dalam ekonomi syariah; 3). Kepemilikan masyarakat serta penggunaannya direncanakan atas azas kepentingan banyak orang; 4). Melarang segala bentuk dan jenis riba; 5). Ekonomi syariah menolak sebuah akumulasi kekayaan dan dikuasai oleh beberapa orang. Karena itu, kekayaan yang memenuhi batas atau nisab, wajib untuk dibayarkan zakatnya, karena di dalamnya ada fungsi sosialnya.

Menurut M.A. Mannan, dalam bermuamalah, ada beberapa prinsip:

Baca Juga: 5 Saham BUMN Ini Paling Diburu di Bursa Efek Indonesia, Ayo Siapa Ikut?

1). Menggunakan Sistem Bagi Hasil. Keadilan adalah salah satu prinsip dari karakteristik ekonomi syariah yang berkaitan dengan kepemilikan. Maksudnya; keuntungan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi ini akan dibagi secara adil dalam hal ini antara bank aau Lembaga keuangan syariah dan nasabahnya.

2). Menggabungkan antara Nilai Spiritual dan Material. Mendapatkan keuntungan yang sesuai ajaran Islam menjadi hal yang diutamakan dalam menjalankan ekonomi syariah. Kekayaan dan keuntungan dari kegiatan ekonomi syariah, harus disishkan untuk zakat, infaq, dan shadaqah.

3). Memberikan kebebasan sesuai ajaran Islam, dengan menjunjung kejujuran, keterbukaan, dan keadilan.

4). Mengakui Kepemilikan Multi Jenis. Dalam hal ini, pelaku ekonomi harus sadar betul jika kepemilikan dan dan harta hanyalah titipan dan hanya milik Allah. Sehinga penting untuk menerapkan ajaran Islam dalam menjalankannya.

Baca Juga: Jokowi Optimistis ASEAN Jadi Pusat Pertumbuhan, Ajak Anggota Perkuat Kolaborasi dan Persatuan

5). Terikat Akidah, Syariah, serta Moral. Agar kegiatan ekonomi selalu seimbang, pelaku ekonomi harus mendasarkan pada akidah, syariah dan moral.

6). Menjaga Keseimbangan Rohani dan Jasmani. Dalam menjalankan kegiatan yang sesuai dengan karakteristik ekonomi syariah, tentu tidak semata-mata bertujuan untuk keuntungan fisik. Namun, ada juga keuntungan batin yang didapat dari menjalankannya.

7). Memberikan Ruang pada Negara dan Pemerintah. Pelaku ekonomi harus sadar betul jika dalam menjalankan kegiatan yang menyesuaikan pada karakteristik ekonomi syariah, harus memberikan ruang pada pemerintah dan negara untuk ikut campur tangan sebagai penengah jika dalam perjalanannya terjadi masalah.

8). Melarang Praktik Riba. Riba adalah penambahan-penambahan bayaran oleh suatu pihak tertentu yang memiliki harta kepada orang yang meminjam hartanya.  (Bersambung).
 
  
*) Prof. Dr. H. Ahmad Rofiq, MA., Direktur LPH-LPPOM-MUI Jawa Tengah, Ketua Pimpinan Wilayah Dewan Masjid Indonesia (PW-DMI) Jawa Tengah (2022-2027), Guru Besar UIN Walisongo Semarang, Ketua Dewan Pengawas Syariah (DPS) Rumah Sakit Islam-Sultan Agung Semarang, Koordinator Wilayah Indonesia Tengah PP Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Anggota DPS BPRS Bina Finansia Semarang, Ketua DPS BPRS Kedung Arto Semarang, dan Pengurus Harian Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) Pusat.***

Editor: Ali A

Sumber: Prof Ahmad Rofiq


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x