PORTAL PEKALONGAN - Tradisi dan budaya Halal Bihalal (HBH) di negeri kita tercinta, benarkah ada kaitannya dengan dasar gagasan dan “fatwa” KH Abdul Wahab Chasbullah.
Berikut ini penjelasan Prof Ahmad Rofiq, Guru Besar Hukum Islam Pascasarjana UIN Walisongo Semarang.
Tradisi halal bi halal yang sempat terhenti dua tahun, pada Syawal 1443 H kembali menyeruak, sebagai sarana silaturrahim.
Menurut Prof Ahmad Rofiq, HBH sebagai wujud kebahagiaan kaum Muslim dan seluruh warga negara Indonesia setelah menjalankan ibadah puasa Ramadhan.
Baca Juga: Kunci Jawaban Tema 9 Kelas 5 Halaman 45, 46: Hidup Rukun Sebagai Warga Masyarakat
Meskipun masih banyak pembatasan, karena Covid-19 masih belum sepenuhnya lenyap, namun sebagian sudah melaksanakan HBH terbatas.
Silaturrahim dan tatap muka secara langsung, memiliki implikasi dan makna silaturrahim yang karena dampak pandemi cenderung “mengering”, pada Idul Fitri 1443 H ini mulai segar dan hijau kembali.
Di desa-desa, anak-anak muda berkunjung ke yang tua, santri sowan pada Kyai, “anak buah” berkunjung pada atasannya, para murid sowan kepada Ustadznya.
Terjadinya pergeseran akibat teknologi digital, kata Prof Ahmad Rofiq, Koordinator Wilayah Indonesia Tengah Pimpinan Pusat Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Pusat itu, tidak bisa dipungkiri.
Baca Juga: Kronologi Lengkap Kisah Layangan Putus Versi Nyata ASN yang Viral di Twitter