Puasa Ramadhan dan Idul Fitri serta Usulan Prof Ahmad Rofiq kepada MUI Yogyakarta terkait Mbah Benu

- 7 April 2024, 15:00 WIB
Prof Ahmad Rofiq
Prof Ahmad Rofiq /Ali A/


PORTAL PEKALONGAN
 - Rabu, 10 April 2024, umat Islam Indonesia secara serentak dan bersama-sama mengakhiri puasa bulan Ramadhan dengan penuh suka cita dan bahagia.

Karena mereka telah melewati ujian berat selama satu bulan, menahan makan, minum, dan mengendalikan nafsu, sebagai jihadul akbar atau perang besar melawan nafsu, demi ketaatan mereka kepada Allah SWT.

Dalam waktu yang sama, seharusnya mereka bersedih, karena ditinggal bulan Ramadhan, bulan penuh berkah yang di dalamnya terdapat malam lailatul qadar, yang lebih mulia dari seribu bulan atau 83,3 tahun.

Meskipun Jumat kemarin sempat ada aliran di Gunung Kidul pimpinan Mbah Benu, yang sudah mendahului berlebaran, yang ditetapkan atas dasar telpon langsung kepada Allah, kata Benu.

Baca Juga: Santri Ponpes Al Amanah Weding Demak, Tinggalkan Kesan Ramadhan dengan Khatam Quran

Hari berikutnya, Mbah Benu minta maaf atas pernyataannya yang kontroversial dan viral itu.

Anehnya, jumlah pengikut Mbah Benu ternyata cukup banyak.

Kolase foto Mbah Benu dan jamaah Aolia berbondong-bondong ke Masjid Aolia untuk sholat Ied
Kolase foto Mbah Benu dan jamaah Aolia berbondong-bondong ke Masjid Aolia untuk sholat Ied

Usul saya pada Prof Tulus Musthofa, Ketua MUI Yogyakarta, perlu diajak dialog dan pencerahan, agar bisa mendapatkan kebenaran sesuai dengan rambu agama dan tafsir pemahaman agama yang muktabar atau diakui.

Ibadah puasa merupakan ibadah jasmaniah dan ruhaniah sekaligus.

Jasmaniah karena seseorang yang berpuasa, harus menahan makan, minun, dan libido seksualnya dari fajar hingga terbenamnya matahari.

Ruhaniah, karena puasa menuntut kejujuran, keikhlasan, dan kesabaran di tengah maraknya praktik saudaranya yang tidak berpuasa yang sepertinya, tanpa udzur sakit atau keadaan musafir.

Baca Juga: Tips Memakai Baju Shimmer agar Terhilat Mempesona dan Tidak Norak

Iman yang merupakan password atau kata kunci, diwajikannya puasa, merupakan prasyarat dan sekaligus suasana batin, hati, dan fikiran, yang mampu menjadi chip dan memori untuk mampu menangkap dan merasakan lezat dan nikmatnya ibadah puasa.

Analoginya adalah, saudara kita yang sedang sakit, apalagi jika sudah harus mengenakan ventilator, tentu agak susah untuk mampu merasakan oleh-oleh makanan terbaik yang dibawakan saudara-saudaranya sekampung atau seprofesinya.

Tentu yang bisa merasakan kenikmatan makanan tersebut adalah kerabat dekat yang sehat yang menungguinya.   

Halaman:

Editor: Ali A

Sumber: Prof Ahmad Rofiq


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x