3. Bahwa ternyata di kemudian hari, diketahui KPK tidak pernah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) atas nama Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai dasar penetapan status tersangka.
Surat Perintah Penyidikan sebagai dasar diterbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan ( SPDP ) yang berdasar putusan Mahkamah Konstitusi harus diberikan kepada Jaksa Penuntut Umum dan Tersangka jangka waktu maksimal 7 hari sejak terbit Sprindik.
"Hal ini menimbulkan konsekuensi hukum penetapan tersangka oleh KPK sebagaimana dinyatakan oleh Terlapor ( Alek Marwata ) terhadap Henri Alfiandi ( Kepala Basarnas ) adalah tidak sah karena tidak didasari adanya Sprindik."
4. Bahwa Pimpinan KPK seharusnya melakukan koordinasi dengan Puspom TNI untuk membentuk Tim Penyidik Koneksitas sebelum menetapkan dan mengumunkan Tersangka Henri Alfiandi.
"Dengan belum terbentuknya Tim Penyidik Koneksitas namun Alek Marwata melakukan pengumuman penetapan tersangka adalah diduga melanggar wewenang selaku pimpinan KPK," jelasnya.
5. Bahwa Pimpinan KPK ikut tanggung renteng kolektif kolegial atas dugaan pelanggaran kode etik Alek Marwata dalam melakukan penetapan tersangka Henri Alfiandi secara tidak sah.
"Pimpinan KPK seharusnya dan semestinya diduga telah memberikan persetujuan atas materi jumpa pers yang isinya mengumumkan penetapan Tersangka Heri Alfiandi. ( materi jumpa pers yang disebarkan kepada wartawan terlampir )."
Bahwa pelaporan dugaan pelanggaran etik ini dilakukan agar terang peristiwa OTT dari sisi perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawabannya apakah telah melanggar prosedur atau sebaliknya.