MAKI Laporkan Pelanggaran Kode Etik Alexander Marwata ke Dewas KPK

- 2 Agustus 2023, 14:22 WIB
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman (tengah).
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman (tengah). /Ali A/

PORTAL PEKALONGAN - JAKARTA - Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), yang dalam hal ini diwakili oleh Boyamin SH selaku Koordinator MAKI dan Kurniawan Adi Nugroho SH selaku kuasa hukum MAKI, dengan ini melaporkan Alexander Marwata selaku Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Dewas KPK. Alex Marwata diduga telah melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku insan KPK, Rabu 2 Agustus 2023.

Kode etik yang dimaksud itu adalah kode etik yang diatur dalam Peraturan Dewan Pengawas KPK nomor 01 tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi, khususnya :
1. Bekerja sesuai prosedur operasional standar (Standard Operating Procedure atau SOP).
2. Dilarang mengeluarkan pernyataan kepada publik yang dapat memengaruhi, menghambat atau mengganggu proses penanganan perkara oleh Komisi.

Baca Juga: 10 Contoh Soal Sumatif PAI Bab 3 Kelas 1 SD MI Kurikulum Merdeka beserta Kunci Jawaban

Menurut Boyamin Saiman kepada portalpekalongan, Rabu 2 Agustus 2023, laporan dugaan pelanggaran kode etik ini didasarkan pada fakta-fakta sebagai berikut :

1. Bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK, telah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada tanggal 25 Juli 2023 yang melibatkan oknum pimpinan Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas).

2. Bahwa Alexander Marwata (selanjutnya disebut Terlapor), pada tanggal 26 Juli 2023 dalam jumpa pers telah mengumumkan ke publik dan menyatakan bahwa Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi penerima suap pada proyek pengadaan barang dan jasa di Basarnas dengan nilai sekitar Rp1 Miliar.

"Hal mana kemudian diprotes oleh Pusat Polisi Militer, dengan alasan bahwa kewenangan menetapkan tersangka yang berasal dari anggota TNI yang masih aktif adalah merupakan kewenangan Puspom TNI," kata Boyamin.

Baca Juga: Gus Baha tentang Istighna: Hidup Itu Apa? Cari Sebanyak Mungkin Sesuatu, agar Tidak...

3. Bahwa ternyata di kemudian hari, diketahui KPK tidak pernah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) atas nama Marsekal Madya Henri Alfiandi sebagai dasar penetapan status tersangka.

Surat Perintah Penyidikan sebagai dasar diterbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan ( SPDP ) yang berdasar putusan Mahkamah Konstitusi harus diberikan kepada Jaksa Penuntut Umum dan Tersangka jangka waktu maksimal 7 hari sejak terbit Sprindik.

"Hal ini menimbulkan konsekuensi hukum penetapan tersangka oleh KPK sebagaimana dinyatakan oleh Terlapor ( Alek Marwata ) terhadap Henri Alfiandi ( Kepala Basarnas ) adalah tidak sah karena tidak didasari adanya Sprindik."

4. Bahwa Pimpinan KPK seharusnya melakukan koordinasi dengan Puspom TNI untuk membentuk Tim Penyidik Koneksitas sebelum menetapkan dan mengumunkan Tersangka Henri Alfiandi.

"Dengan belum terbentuknya Tim Penyidik Koneksitas namun Alek Marwata melakukan pengumuman penetapan tersangka adalah diduga melanggar wewenang selaku pimpinan KPK," jelasnya.

Baca Juga: Festival Aksimu Keren, Kepala Dindikpora Banjarnegara: Kasek Perlu Kenali Karakteristik Lingkungan Sekolah

5. Bahwa Pimpinan KPK ikut tanggung renteng kolektif kolegial atas dugaan pelanggaran kode etik Alek Marwata dalam melakukan penetapan tersangka Henri Alfiandi secara tidak sah.

"Pimpinan KPK seharusnya dan semestinya diduga telah memberikan persetujuan atas materi jumpa pers yang isinya mengumumkan penetapan Tersangka Heri Alfiandi. ( materi jumpa pers yang disebarkan kepada wartawan terlampir )."

Bahwa pelaporan dugaan pelanggaran etik ini dilakukan agar terang peristiwa OTT dari sisi perencanaan, pelaksanaan dan pertanggungjawabannya apakah telah melanggar prosedur atau sebaliknya.

Baca Juga: 25 Contoh Soal Sumatif IPAS Materi IPA Bab 1 Kelas 4 SD MI Kurikulum Merdeka beserta Kunci Jawaban : Bagian 2

"Dewas KPK perlu melakukan audit kinerja kegiatan OTT aquo melalui sarana persidangan etik yang didahului pemeriksaan pendahuluan sebagaimana hukum acara yang berlaku di Dewas KPK," tandas Boyamin.

Bahwa pelaporan dugaan pelanggaran etik ini dalam rangka membantu Dewas KPK untuk memberikan sanksi apabila terbukti adanya pelanggaran kode etik dan juga sebaliknya rehabilitasi nama baik jika pelaksanaan OTT telah sesuai prosedur.

Apabila Dewas KPK menemukan dugaan pelanggaran etik dalam perkara aquo maka ini sebagai sarana untuk tidak terulang peristiwa yang sama di kemudian hari.

Bahwa kepedulian MAKI dalam perkara ini adalah semata mata memastikan dan mengawal terduga pelaku penerima suap ( Henri Alfiandi ) dilakukan proses hukum yang benar dan akan mendapat putusan yang adil yaitu bersalah melakukan korupsi oleh Pengadilan yang berwenang yaitu pengadilan militer atau pengadilan koneksitas.

"MAKI tidak ingin terduga pelaku penerima suap akan dapat putusan bebas hanya gara gara kesalahan prosedur karena KPK memaksakan Tersangka dari militer dibawa ke Pengadilan Umum ( Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat ) sebagai akibat penyidikan dilakukan secara mandiri oleh KPK."

Baca Juga: Pasukan DPK San Fransisco Turunkan Logo X Raksasa dari Atap Gedung Twitter karena Dapat Keluhan Warga

MAKI, lanjut Boyamin, meyakini terduga pelaku penerima suap Henri Alfiandi akan diproses hukum di Pengadilan Militer dan akan mendapat hukuman yang berat oleh hakim militer dikarenakan oknum tersebut dianggap mencoreng nama baik TNI.

"Kami meminta Dewas KPK untuk memerintahkan kepada Pimpinan KPK untuk membentuk tim tetap koneksitas dengan Panglima TNI dan Menteri Pertahanan guna antisipasi di kemudian hari melakukan penindakan hukum yg terduga pelaku dari sipil dan militer. Pembentukan ini dapat berupa SKB atau MOU sebagaimana telah dilakukan oleh Kejagung," ujar Boyamin.

Baca Juga: Dugaan Suap Kepala Basarnas, Koordinator MAKI Boyamin Saiman: Dewas KPK yang Bisa Buat Semua Ini Terang

Demikian artikel mengenai laporan Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terhadap Alexander Marwata selaku Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Dewas KPK, Rabu, 2 Agustus 2023.***

Editor: Ali A

Sumber: MAKI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah