UIN Walisongo Menobatkan Prof Ilyas Supena menjadi Guru Besar yang Matang dan Mumpuni

- 26 Juli 2022, 21:03 WIB
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Prof Dr Imam Taufiq dan anggota senat foto bersama dengan Guru Besar Baru Ilmu Filsafat Islam Prof Dr Ilyas Supena usai rapat senat terbuka di auditorium 2 kampus 3 Jalan Prof Hamka, Ngalian, Semarang, Senin (25/7).
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Prof Dr Imam Taufiq dan anggota senat foto bersama dengan Guru Besar Baru Ilmu Filsafat Islam Prof Dr Ilyas Supena usai rapat senat terbuka di auditorium 2 kampus 3 Jalan Prof Hamka, Ngalian, Semarang, Senin (25/7). /Humas UIN Walisongo Semarang

Menurut Rektor UIN, sejak dilantik sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) pada tahun 2019, Ilyas Supena secara aktif dan progresif merancang dan mewujudkan berbagai program yang akseleratif dan menunjang pencapaian rekognisi di UIN Walisongo. Bahkan di luar kesibukan beliau dalam ranah nonakademis, beliau tetap fokus dan konsisten dalam melahirkan karya-karya yang bermakna secara akademis.

“Karya Prof Ilyas memiliki impact factor yang baik. Hal ini bisa kita lihat dari sitasinya yang mencapai 572 kali, berdasarkan Google Scholar per tanggal 25 Juli 2022. Berbagai output akademik tersebut menjadi representasi atas kepakaran dan produktivitas Prof Ilyas sebagai seorang akademisi. Ketertarikan Prof Ilyas akan bidang kajian ilmu filsafat Islam telah menstimulasi beliau untuk memberikan pemikiran kontributif pada saat perumusan paradigma keilmuan yang melandasi cikal bakal pengembangan UIN Walisongo Semarang,’’ kata Imam Taufiq.

Ilmu-ilmu Keagamaan

Baca Juga: Kota Semarang Raih Juara Umum MTQ XXIX Jateng, Siap jadi Tuan Rumah MTQ Tahun 2024

Dalam pidatonya, Prof Ilyas mengatakan, terjadinya disintegrasi antara ilmu-ilmu keagamaan dan ilmu-ilmu umum (sains modern) karena perseteruan yang tidak kunjung selesai dalam mencari titik temu antara nalar dan wahyu.

‘’Problem relasi nalar dan wahyu ini selalu menjadi polemik hingga saat ini yang mengakibatkan munculnya perbedaan umat Islam dalam merespons fenomena sosial, seperti contoh sederhana dalam menyikapi protokol Covid-19, vaksin dan lain-lain. Saya ingin fokus pada kritik terhadap konstruksi ilmu-ilmu keislaman tradisional,’’ katanya.

Menurut Ilyas, Islam secara epistemologi mengakui peran rasio, indra, ilham dan wahyu sebagai sumber pengetahuan, namun secara historis-empiris hubungan sumber-sumber pengetahuan itu dalam sejarah pemikiran Islam tidak berjalan harmonis. Sebagai contoh, hukum lebih mengutamakan aspek formal-eksoterik- tekstual-harfiyyah, sehingga aspek rasio dan intuisi tersingkirkan. Tasawuf lebih mengutamakan aspek esoterik-intuitif-bâthiniyyah, sehingga aspek rasio dan indera dimarginalkan.

Sementara itu, teologi lebih mengutamakan penalaran rasional, sehingga aspek intuisi dan bahkan wahyu itu sendiri dipertentangkan dengan rasio. Ketidakharmonisan ini semakin diperparah dengan munculnya dikotomi ilmu-ilmu rasional (al-‘ulûm al-‘aqliyyah) dan ilmu-ilmu agama (al-‘ulûm al-dîniyyah) dalam sejarah pemikiran Islam. Fazlur Rahman dalam buku Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition menyebutnya sebagai kesenjangan antara Islam normatif (normative Islam) dan Islam historis (historical Islam).

Demikian informasi tentang UIN Walisongo menobatkan Prof Ilyas Supena menjadi Guru Besar yang matang dan mumpuni***

 

Halaman:

Editor: Sumarsi

Sumber: Humas UIN Walisongo Semarang


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah