Paguyuban Racaksari Semarang, Nguri-Uri Budaya Jawa agar Tidak Hilang Ditelan Zaman

- 3 Juni 2023, 16:55 WIB
Budi Sutarso, ketua Paguyuban Sanggar Wayang Kulit Racaksari Semarang
Budi Sutarso, ketua Paguyuban Sanggar Wayang Kulit Racaksari Semarang /Ali A/

PORTAL PEKALONGAN - SEMARANG - Paguyuban Racaksari Semarang dibentuk pada 16 Mei 2023 oleh Romo Joko Gatotkaca sebagai penasihat dan pelindung sementara Budi Sutarso didhapuk sebagai ketua.

"Paguyuban Racaksari Semarang kami bentuk sebagai salah satu benteng terakhir dari budaya Jawa agar tidak hilang ditelan zaman. Kebudayaan Jawa itu salah satu kebudayaan di dunia yang adhiluhung, adhipeni, sangat menghargai kedudukan senior - yunior, kebudayaan yang sangat luhur dalam pendidikan budi pekerti, dan masih banyak lagi. Nah, kalau kebudayaan warisan nenek moyang kita ini hilang ditelan zaman, sungguh kita wajib merasa berdosa pada anak cucu Nusantara, negeri tercinta kita ini," jelas penasihat dan pelindung Paguyuban Racaksari Semarang Romo Joko Gatotkaca kepada portalpekalongan.com.

Baca Juga: Empat Target Kemenag untuk Memajukan Pendidikan Tinggi pada NAFSA Conference

Menurut Ketua Paguyuban Racaksari Semarang Budi Sutarso, paguyuban memiliki 24 orang pangrawit atau niyaga, 4 orang swarawati (sinden atau waranggono) serta 4 dalang wayang kulit.

"Paguyuban Racaksari mempunyai empat jenis kegiatan. Yaitu, seni pedalangan, seni karawitan, seni kethoprak dan seni campursari. Jadwal berlatih setiap hari Selasa malem dan setiap Kamis Pon malem Jumat Wage sekaligus wiyosan Hari Lahirnya Romo Joko Gatotkaca. Kegiatannya adalah kenduri dan doa bersama untuk Romo Joko Gatotkaca, di Pendapa Joglo Kamardikan Jl Prambanan Tengah VI No 751 RT 06 RW 08 Kelurahan Kalipancur, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang," jelas Budi Sutarso.

Romo Joko Gatotkaca, Penasihan Sanggar Rancaksari Semarang
Romo Joko Gatotkaca, Penasihan Sanggar Rancaksari Semarang

Dia menambahkan, pada hari Kamis Pon tepatnya tanggal 1 Juni 2023 dalam rangka wiyosan, diadakan Pagelaran Wayang Kulit dengan Dalang Ki Madiyana Guna Carita mengambil lakon "Tumurunnya Wahyu Sang Pamomong", dengan tokoh utamanya Ki Lurah Semar Bodronoyo dan Bathara Kresna yang mendapatkan Wahyu Pamomong (diibaratkan bahwa Romo Joko Gatotkaca sebagai pamomong atau pengasuh atau pelindung kita semua)

Baca Juga: Polisi Gerebek Sebuah Rumah di Pedurungan Semarang, Tempat Produksi Ekstasi

Dunia Sudah Carut-Marut

Dalam lakon atau cerita wayang kulit "Tumurunnya Wahyu Sang Pamomong", disebutkan bahwa Ki Lurah Semar Bodronoyo merasakan dunia ini suasananya sudah carut-marut tak karu-karuan.

Dilihat dari mata batin Ki Lurah Semar, dunia ini sudah semakin hari semakin panas. Kondisinya semerawut tak karu-karuan, banyak tatanan yang dilanggar oleh para pemimpin dan pembuat kebijakan.

"Politik adu domba, remaja yang tawuran, yang salah dibelain yang benar disingkiri bahkan dimusuhi, antaranak bangsa saling sikut, saling tuduh, saling curiga, saling serang, saling olok, dan yang sangat mengenaskan adalah saling fitnah dan gontok-gontokan mempertahankan pendapatnya sendiri, jauh dari nilai-nilai toleransi. Anehnya, sebagian pemimpin menuding bahwa agama sebagai biang kerok keretakan bangsa, korupsi merajalela, korupsi juga gede-gedean jumlah atau nominalnya, rakyat didzalimi, beli BBM dibatasi harus dengan barcode dan sebagainya dan sebagainya."

Akhirnya Ki Lurah Semar menyuruh putranya, Petruk Kantong Bolong, menghadap Raja Amarta yakni Prabu Yudhistira untuk meminjam Pusaka Jimat Kalimasada dan Tombak Payung Naga sebagai syarat untuk membuat negara aman, nyaman, dan tenteram, para kawula alit atau rakyat kecil gumuyu atau bahagia sejahtera karena tinggal di negeri yang sebenarnya terkenal degan sebutan zamrud katulistiwa dan gemah ripah loh jinawi.

Baca Juga: Sinopsis Lakon Wayang Kulit Tumurune Wahyu Sang Pamomong, Ki Mediyana: Para Pemimpin Harus Pahami Asta Brata

Saat Ki Lurah Semar Bodronoyo di saat termenung di Pendapa Pedukuhan Klampis Ireng karena memikirkan Negara Amarta yang sedang dalam keadaan bahaya, datanglah bertamu Begawan Hanoman dari Pedepokan Kendalisada.

Kedatangan Hanoman ingin menanyakan kepada Ki Lurah Semar Bodronoyo mengapa negaranya, Amarta ini suasananya demikian tidak kondusif.

nguri-uri budaya adhiluhung ringgit purwa atau pegelaran wayang kulit di Ndalem Joglo Kamardhikan Semarang milik Ki Romo Joko Gatotkaca
nguri-uri budaya adhiluhung ringgit purwa atau pegelaran wayang kulit di Ndalem Joglo Kamardhikan Semarang milik Ki Romo Joko Gatotkaca

Ki Semar manjawab dengan singkat kepada Begawan Hanoman, bahwa para pemimpin bangsa ini sudah meninggalkan ajaran Hasto Broto (Hasto itu 8, Broto itu laku).

"Mestinya kalau para pemimpin ini mejalankan 8 laku bisa manunggaling Kawulo dengan Gusti. Gusti dengan Kawulo artinya para pamimpin dekat dan menyatu dengan kawula alit (orang kecil) pasti negara mana saja bisa hidup tenteram dan nyaman," ujarnya.

Kepada Raja Amarta Prabu Puntadewa atau Prabu Yudistira, Petruk menyatakan bahwa dia disuruh ayahnya, Ki Lurah Semar Bodronoyo untuk meminjam Sifat Kandel atau piandel atau Pusaka Pandawa Tombak Payung Naga dan Jimat Kalimasada untuk dibawa ke Padukuhan Klampis Ireng sebagai syarat dan sarana memohon Kepada Sang Pencipta agar negara bisa tenteram, damai, dan sejahtera.

Baca Juga: PSIS Semarang Datangkan Paulo Gali Freitas, Pemain Asal Timor Leste

Namun pada saat yang bersamaan, datanglah Raja Kerajaan Malawapati yakni Prabu Baladewa. Dia mengaku disuruh Raja Astina Pura yakni Prabu Duryudana untuk meminjam dua pusaka yang sama.

"Raja Astina yakni Prabu Duryudana ingin meminjam dua piandel atau pusaka kerajaan Amarta untuk dijadikan tumbal karena Negara Astina juga sedang terkena pagebluk (krisis). Banyak warga negara Astina yang sakit dan tak lama kemudian meninggal," jelas Baladewa.

Negara Astina, lanjut Baladewa, bisa pulih jika ada tumbal, yakni Pusaka Kerajaan Amarta.

Tentu saja hal itu membuat Petruk marah. Antara keduanya sempat bersitegang. Petruk dan Baladewa hampir saja adu jotos, namun ditengahi Prabu Puntadewa atau Prabu Yudhistira.

Prabu Yudhistira sekaligus memberikan informasi bahwa Pusaka Amarta yang mereka perebutkan sebenarnya hilang (muksa) dari Gedung Pusaka.

Bahkan, Prabu Yudhistira membuka sayembara, barang siapa bisa mengembalikan dua pusaka kerajaannya, merekalah yang berhak memimjam untuk kepentingan kerajaan peminjam. Akhirnya Petruk pulang dan menyampaikan hal itu kepada ayahnya, Ki Lurah Semar Bodronoyo.

Hal yang sama juga dilakukan Prabu Baladewa. Dia pulang dan lapor ke bosnya, yakni Raja Astina Pura, Prabu Duryudana.

Kehadiran Prabu Kresna, Raja Kerajaan Dwarawati

Dikisahkan, suatu hari ada pertemuan antara Ki Lurah Semar Bodronoyo dan Raja Dwarawati, yakni Prabu Kresna.

Kedua pemimpin bangsa itu membicarakan isu yang sama, yakni kondisi negeri Amarta yang sedang dalam keadaan bahaya, carut-marut, tatanan tak karu-karuan, setiap orang berebut kekuasaan, setiap pejabat berebut korupsi uang rakyat, setiap pejabat berebut mendulang kekayaan negara dengan semena-mena dan lain sebagainya.

Baca Juga: Pesawat Terbesar Dunia A380-800 Milik Emirates Airlines Mendarat di Bali, Ini Spesifikasinya

Ki Lurah Semar dan Prabu Kresna bersepakat datang ke Kahyangan Alang Alang Kumitir.

Mereka menghadap Sang Hyang Wenang, rajanya para dewa.

Ki Lurah Semar Bodronoyo menyampaikan kondisi Negara Amarta yang saat ini sedang kacau balau, suasananya panas.

Sang Hyang Wenang memberikan jawaban karena sifat kandel atau pusaka Pandawa saat ini tidak ada di gedong pusaka, alias moksa, hilang begitu saja, itulah yang menyebabkan Negara Amarta dalam keadaan bahaya.

Pertunjukkan Pagelaran Ringgit Purwo malam Jumat Wage-nan itu diawali dengan penyerahan tokoh wayang kulit Ki Lurah Semar Bodronoyo dari Ki Romo Joko Gatotkaca ke dalang Ki Madiyana Guna Carita.
Pertunjukkan Pagelaran Ringgit Purwo malam Jumat Wage-nan itu diawali dengan penyerahan tokoh wayang kulit Ki Lurah Semar Bodronoyo dari Ki Romo Joko Gatotkaca ke dalang Ki Madiyana Guna Carita.

Selain itu Sang Hyang Wenang juga memberikan anugerah kepada Ki Lurah Semar Bodronoyo dan Bathara Kresna, yakni "Wahyu Pamomong Sejati" dan diberi tugas untuk mengembalikan suasana Amarta sejuk, tenteram, damai gemah rupah loh jinawi, para kawula alit atau masyarakat kecil gumuyu (senang dan bahagia), murah sandang pangan, dan tidak banyak ditarik pajak ini itu yang selama ini menjadi beban rakyat.

Baca Juga: Suyati Penjual Tempe Naik Haji, Menabung selama 20 Tahun Hasilnya Luar Biasa

Selidik punya selidik, ternyata, penyebab kekisruhan Negara Amarta selama ini adalah dua pusaka Pandawa.

Mereka selama ini menjelma menjadi Raja dan Pandeta. Pusaka Payung Tunggul Naga berubah menjadi Pendeta Tunggul Naga dan Jimat Kalimasada berubah menjadi Raja Kalimantara.

Kedatangan Raja Kalimantara dan Pendeta Tunggul Naga ke Amarta itu benar-benar memporak-porandakan tatanan pemerintahan dan masyarakat sebelumnya.

Ki Lurah Semar Bodronoyo dan Bathara Kresna menemui Raden Werkudara yakni salah satu anggota Pandawa, dan menyampaikan saran, agar peperangannya dihentikan.

Justru Negara Amarta dan seisinya disuruh untuk diserahkan kepada Raja Kalimantara dan Pendeta Tunggul Naga.

Akhirnya Raden Werkudara kembali ke medan perang ketemu dengan Raja Kalimantara menyampaikan bahwa Negara Amarta diserahkan beserta seisinya.

Raja Kalimatara akhirnya terkejut, dan seketika itu dia menjelma kembali ke asal usulnya, yakni Jimat Kalimasada.

Hal yang sama juga terjadi pada diri Pendeta Tunggul Naga. Dia seketika berubah menjadi Tombak Payung Tunggul Naga.

Baca Juga: Kusir Delman Naik Haji, Ketekunan Menabung Berbuah Manis Meskipun Penghasilan Minim

"Selanjutnya Negara Amarta mengadakan selamatan dan kendurian sebagai ungkapan rasa syukur Kepada Sang Maha Pencipta. Karena Negara Amarta kembali normal, tatanan kenegaraan juga normal kembali, masyarakat hidup damai, rukun, saling asah asih asuh, dan sejahtera," kata Budi Sutarso.

situasi Pegelaran Wayang Kulit Rancaksari di Ndalem Joglo Kamardhikan Semarang milik Ki Romo Joko Gatotkaca
situasi Pegelaran Wayang Kulit Rancaksari di Ndalem Joglo Kamardhikan Semarang milik Ki Romo Joko Gatotkaca

Berikut ini usunan Pengurus Paguyuban Racaksari Semarang.

Alamat: Pendapa Joglo Kamardikan Jl Prambanan Tengah VI No 751 RT 06 RW 08 Kelurahan Kalipancur, Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang

1. Pelindung   : Romo Joko Susanto atau Romo Joko Gatotkaca
2. Penasihat   : Supardi
3. Ketua        : Budi Sutarso
4. Sekretaris  : Sudarli
5. Bendahara : Madiyana Guna Carita

Baca Juga: Penjual Sapu Lidi Naik Haji, Hasil Nabung Rp10 Ribu Per Hari, Masyaallah

Seksi-Seksi :

6. Sie Latihan : 1. Tunggono
                       2. Gondo
                       3. Harjo

7. Sie Karawitan: 1. Hadi Wiyono
                          2. Supiyanto

8. Sie Pedalangan:1. Kisdi Lebdo Carito
                           2. Hartono

9. Sie Humas : 1. Wasan
                       2. Widodo

Dalang Ki Madiyana Guna Carita asal Mijen Semarang
Dalang Ki Madiyana Guna Carita asal Mijen Semarang

Demikian cerita singkat wayang kulit dengan dengan lakon "Wahyu Pamomong Sejati, Tumurune Wahyu Sang Pamomong" yang digelar saat Wiyosan tanggal 1 Juni 2023 malam Jumat Wage di Pendapa Joglo Kamardikan oleh seluruh anggota Sanggar Racaksari Semarang dan susunan nama-nama pengurusnya.***

Editor: Ali A

Sumber: liputan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x