Tak Hanya Stunting, IIDI Semarang Juga Bantu Penderita TBC di Bandarharjo

- 29 Oktober 2023, 21:10 WIB
Kegiatan Konsolidasi Organisasi IIDI di Hotel Grasia, Semarang, Sabtu (28/10/2023).
Kegiatan Konsolidasi Organisasi IIDI di Hotel Grasia, Semarang, Sabtu (28/10/2023). /Andini Wahyu Pratiwi/

PORTALPEKALONGAN.COM - SEMARANG - Ikatan Istri Dokter Indonesia (IIDI) memiliki kegiatan yang rutin dilakukan baik untuk peningkatan kualitas para anggota maupun kegiatan sosial dan kesehatan di masyarakat.

Ketua Cabang IIDI Kota Semarang, Tini Mardiana Widya Istanto mengatakan, untuk peningkatan kualitas para anggota biasanya diadakan seperti kursus, seminar maupun kegiatan yang mengasah keterampilan lainnya.

"Perlu diketahui bahwa program-program IIDI ini banyak sekali. Apabila berkaitan dengan peningkatan kualitas para anggota kami biasanya mengharuskan para anggota untuk mengikuti kursus-kursus, seminar-seminar, dan juga kegiatan yang mengasah ketrampilan," kata Tini di di sela-sela pengarahan sekaligus membuka acara Konsolidasi Organisasi IIDI di Hotel Grasia, Kota Semarang, Sabtu (28/10/2023).

Untuk program yang berkaitan dengan sosial dan kesehatan masyarakat, Tini memberikan contoh mengenai program pembuatan jamban di Bandarharjo yang mencapai 50 unit.

Baca Juga: Warna dan Corak Bulu Kucing, Tanda Sifat Kucing Beda Perlakuan, Ini Faktanya

Selain itu, ada pula program terkait pembinaan Posyandu balita dan lansia di Bandarharjo yang dilakukan secara rutin.

"Untuk program yang bertujuan kepada sosial dan kesehatan masyarakat, misalnya saat ada bencana banjir di Semarang waktu itu, IIDI turun. Kemudian IIDI juga membantu masyarakat di Bandarharjo dengan membuat sebanyak 50 jamban. Sedangkan untuk sekarang ini, IIDI sedang membina posyandu balita dan lansia di Bandarharjo yang berjumlah 130 balita dan 115 lansia," ujarnya.

Program itu, kata Tini, IIDI Semarang rutin lakukan per dua bulan sekali yakni bekerja sama dengan Puskesmas, rumah sakit hingga kader-kader dalam memberikan penyuluhan terkait kesehatan serta pemberian Pemberian Makanan Tambahan (PMT) kepada masyarakat yang mengalami stunting.

"IIDI bekerja sama dengan Puskesmas, rumah sakit hingga para kader dan hadir per dua bulan sekali baik untuk memberikan PMT maupun memberikan penyuluhan kepada masyarakat," ungkapnya.

Baca Juga: WNA Asal Korsel Jadi Terduga Pelaku, Kasus Petugas Imigrasi Jatuh dari Lantai 19 Apartemen di Tangerang

Menurut Tini, bekerja sama dengan Pemkot Semarang membuat berbagai program yang IIDI Semarang lakukan memiliki progress yang cukup signifikan. Terlihat dari turunnya angka stunting di Kota Semarang.

"Pasti ada progress. Itu terbukti dari turunnya angka stunting. Ini juga tidak lepas dari hasil kerja sama dengan Pemkot Semarang," katanya.

Tini juga menambahkan, program-program IIDI Semarang sangat didukung oleh Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu yang akrab disapa Ita.

"Pemkot Semarang sangat mendukung program-program kami. Makanya Ibu Ita selalu hadir di kegiatan kami, apalagi terkait kegiatan mengenai stunting. Beliau semangat sekali mensupport," katanya.

Sementara itu, Tini juga menjelaskan terkait program IIDI Semarang tidak hanya berfokus pada stunting anak-anak. Melainkan secara keseluruhan mulai dari remaja hingga anak-anak dalam kandungan terlahir ke dunia.

Baca Juga: Cegah Penyebaran Cacar Monyet di Semarang, Dinkes Keluarkan Himbauan Ini

"Dua tahun ini kami urusannya anak stunting dan remaja. Alasannya kenapa remaja karena stunting itu sebenarnya tidak hanya terjadi saat di dalam kandungan atau anak itu sudah lahir. Namun, itu bisa terjadi mulai dari memilih pasangan. Kami sosialisasi mengenai bagaimana menikah di usia muda dan lain sebagainya," jelasnya.

"Kemudian setelah menikah dan hamil, kami edukasi terkait berapa kali ibu hamil harus memeriksakan kandungannya hingga bagaimana menjaga bayi agar tetap sehat setelah lahir. Untuk remaja, kami edukasi juga terkait kesehatan organ reproduksi," lanjutnya.

Dia menjelaskan bahwa program IIDI Semarang ini berkelanjutan. Pasalnya, edukasi dan pengawasan tetap dilakukan selama seribu hari pertama usai bayi lahir atau hingga mencapai usia baduta (dibawah dua tahun) agar nantinya tidak mengalami stunting.

"Itu pengarahannya berupa pola makan, kemudian terkait perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan banyak hal lainnya," ujarnya.

Lebih lanjut, Tini juga mengungkapkan, untuk edukasi kepada para remaja, IIDI hadir ke sekolah-sekolah dan bekerja sama dengan BNN untuk memberikan penjelasan mengenai bahaya narkoba hingga penyakit menular seperti HIV/AIDS.

"Kami sempat ke SMK Ibu Kartini dan memberikan penyuluhan kepada 100 siswa tentang perilaku pendidikan moral dan budi pekerti. Kami juga bekerja sama dengan BNN juga untuk mengedukasi siswa tentang bahaya narkoba, kecanduan gadget, pornografi hingga penyakit menular HIV/AIDS," katanya.

IIDI Semarang, tambah Tini, juga turut hadir dalam kegiatan bulan imunisasi nasional (BIAS) untuk memberikan penyuluhan terkait imunisasi kepada para ibu agar mau mengimunisasi anaknya.

"Kami juga ikut bulan imunisasi nasional (BIAS) di Semarang Timur. Masalah di sana terkait orang tua yang tidak mau mengimunisasi anaknya dengan salah satu alasanya yaitu takut anaknya panas. Karena itu kami sampai datang ke rumah-rumah untuk membujuk para ibu agar mau mengimunisasi anaknya," terang Tini.

"Kami juga kemarin bertemu tiga ibu hamil dengan kondisi kekurangan gizi. IIDI Semarang datang dan memberikan support berupa protein, telur dan beras," ungkapnya.

Tak hanya kasus stunting, Tini menjelaskan bahwa IIDI juga turut membantu para penderita TBC di desa binaan Bandarharjo dalam menjalani pengobatan.

"Di Bandarharjo penderita TBC cukup tinggi. IIDI turun untuk membantu kegiatan skrining penderita TBC baik pada balita yang kena stunting  maupun lansia," ungkapnya.

"Sekitar 1400 balita yang kena stunting turut menjalani skrining se-Kota Semarang. Namun kami baru memeriksa 800 balita dan baru ada dua kali kegiatan skrinning. Sehingga baru 400 balita yang sudah menjalani skrining," lanjutnya.

Baca Juga: Munas Ke-3 ISMI, Sekjen Sebut Syarat Jadi Anggota Harus Pengusaha dan Muslim

Soal terbatasnya jumlah balita yang sudah menjalani skrining, Tini menjelaskan itu karena juga terkait masalah biaya.

"Itu karena biayanya terlalu tinggi. Bahkan Udinus juga turut membantu dalam membelikan tes mantoux dan alat rontgen portabel. Selain itu kami juga bekerja sama dengan Ikatan Dokter Anak yang spesialisasi paru anak," jelasnya.

Dari hasil 400 balita yang sudah menjalani skrining, Tini mengungkap, ditemukan ada sebesar 34% balita positif TBC.

Untuk balita yang masuk dalam 34% yang positif tersebut, IIDI pun turut mendampingi pengobatan. Dalam hal ini, selama enam bulan, IIDI menemani mengambil obat hingga memberikan support pada penderita dengan memberikan bantuan seperti sembako.

Sementara untuk progress, Tini juga menerangkan bahwa, bagi pasien yang rajin berobat tentu akan menunjukkan progress yang signifikan.***

Editor: Ali A

Sumber: Wawancara Liputan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x