Hikmah Ramadhan Prof. Ahmad Rofiq: Pahala Puasa Hilang Tanpa Bayar Zakat Fitrah

10 April 2022, 08:10 WIB
Prof Ahmad Rofiq /Dokumen pribadi

PORTAL PEKALONGAN – Ibadah puasa Ramadhan menjadi wajib setelah satu tahun berubahnya arah kiblat dari menghadap Masjidil Aqsha Palestina menjadi menghadap ke Ka’bah di Masjidil Haram Mekah, 10 Sya’ban tahun kedua Hijriyah.

Rasulullah saw menjalankan ibadah puasa 9 (sembilan) kali Ramadhan dalam 9 (Sembilan) tahun, dan beliau wafat bulan Rabiul Awal tahun ke-11 H (Wahbah Az-Zuhaily: juz 3/1629).

Setelah itu, zakat diwajibkan pada bulan Syawal tahun ke-2 H, setelah diwajibkan puasa Ramadhan dan Zakat Fitrah (Ibid., h. 1792).

Baca Juga: Kabar gembira! Informasi Pencairan THR Gaji ke-13 PNS dan Penerima Pensiun Tahun 2022

Puasa dan zakat merupakan rukun- atau pilar - Islam, yang karena itu, apabila seseorang mengaku Islam, akan tetapi tidak menjalankan ibadah puasa Ramadhan tanpa ada udzur syar’i, juga tidak membayar zakat, apalagi dia mengingkari kewajiban zakat, maka termasuk kafir dan murtad, meskipun ia muslim dan tumbuh di negara Islam dan ahli ilmu (Ibid., h. 1792). 

Ini artinya, ada pesan yang sangat substantif dan filosofis, bahwa orang Muslim, melalui ibadah puasa Ramadhan dan membayar zakat, idealnya, ia juga orang yang shalih secara ritual-vertikal dan juga shalih sosial-horizontal.

Jika ibadah puasa, lebih bernuansa sangat personal, karena menahan makan, minum, hubungan suami istri, dan hal lain yang dapat membatalkan puasa, ibadah puasa juga khusus untuk Allah, dan Allah yang akan membalasnya.

Rasulullah saw bersabda: “Semua amalan Anak-anak Nabi Adam adalah untuknya, kecuali puasa. Maka sesungguhnya puasa adalah untuk Aku (Allah) dan Aku yang akan membalasnya. Puasa adalah benteng, dan jika seseorang dari kalian berpuasa, maka jangan berkata kotor, jangan buru-buru, maka jika ada yang mengumpat atau mengajak perang, maka berkatalah: “Aku orang yang berpuasa. Demi Dzat yang diriku dalam genggaman-Nya, sungguh aroma mulut orang yang erpuasa itu lebih wangi di sisi Allah dari aroma minyak misik. Bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan yang akan dinikmatinya, kala berbuka (atau mengakhiri puasa) dan kala berjumpa Allah berbahagia karena puasanya” (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim).

Manusia selain diberi karakter dermawan, juga ada yang sebaliknya, di dalam dirinya sifat kikir atau bakhil. Karena itu, ibadah puada dan perintah zakat, mengajarkan kepada kita untuk mengubah dari melaksanakan zakat dan puasa sebagai kewajiban atau perintah Allah yang dikhususkan pada hamba-hamba-Nya yang beriman (QS. Al-Baqarah (2): 183) menjadi cinta dalam membayar zakat menjalankan ibadah puasa.

Tentu ini tidak mudah, karena di dalam diri manusia terdapat sifat-sifat bakhil dan kikir yang boleh jadi karena salah dalam mempersepsikan dan menempatkan harta dalam hidup dan kehidupannya. 

Sebagian manusia ada yang mempunyai karakter bakhil. Seperti digambarkan QS. Ali ‘Imran (3): 180: “Sekali-kali janganlah orang-orang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Juga “(yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka dan Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa yang menghinakan” (QS. An-Nisa’ (4): 37, QS. Al-Hadid (57): 24).

Imam Al-Munawi dalam Faidl al-Qadir menyebutkan bahwa “Puasa Ramadhan (pahalanya) digantungkan di antara langit dan bumi, dan tidak dinaikkan kepada Allah, kecuali (ditunaikan) zakat fitrahnya, dengan cara menunaikannya dan diserahkan kepada orang-orang yang berhak menerimanya”.

Meskipun menurut Al-Albani hadits ini lemah, akan tetapi di dalamnya ada spirit pentingnya adanya keseimbangan antara ibadah fardiyah berupa puasa seabagai wujud dari keshalihan ritual-vertikal dan ibadah maliyah ijtima’iyah yang berdimensi keshalihan sosial-horizontal.

Baca Juga: 

Dalam redaksi lain, “Jangan Harapkan Pahala Puasa Tanpa BBaca Juga: Cuti Bersama Lebaran 2022 sudah Ditetapkan, Jokowi Umumkan secara Langsungayar Zakat Fitrah”. Karena ibadah puasa juga mengandung pesan agar memahami dan merasakan betapa saudara-saudara kita yang lapar itu sangat membutuhkan pertolongan dari saudaranya yang berkecukupan. Sementara orang yang berpuasa, akan memiliki makna shalih sosial, jika membayar zakat fitrah. Zakat fitrah itu untuk mensucikan orang yang berpuasa dari tutur kata yang sia-sia dan kotor (rafats) dan memberi makan pada orang-orang miskin, itupun harus dikeluarkan paling lanbat sebelum shalat Idul Fitri. Jika melewati deadline waktunya, akan bermakna sedekah biasa (Riwayat Abu Dawud).  

Semoga kita semua sudah memiliki keikhlasan hati untuk menyelesaikan ibadah puasa, membayar zakat fitrah seluruh anggota keluarga, dan juga membayar zakat mal, secara umum 2,5 persen dari total harta, agar tidak lagi tercampur dengan hak fakir miskin dan mustahik lainnya, dan kita menjadi manusia yang fitri dan muttaqin. Amin. Allah a’lam bi sh-shawab. ***    

Editor: Sumarsi

Sumber: Wawancara Eksklusif

Tags

Terkini

Terpopuler