Gus Baha: Cara Mempersiapkan Diri Menyambut Bulan Suci Ramadhan

14 Maret 2023, 19:27 WIB
Penjelasan Gus Baha tentang Malam Lailatul Qadar: Awal, Tengah atau Akhir Ramadan? /youtube narasi/

PORTAL PEKALONGAN - Dalam hitungan jari, umat Islam di seluruh dunia akan memasuki bulan suci di mana pintu surga dibuka lebar, pintu neraka ditutup rapat, dan setan-setan akan dikerangkeng selama sebulan penuh. Dalam menyambut kedatangan Bulan Ramadhan, tak jarang Muslim, utamanya di Indonesia melakukan beragam persiapan. Mulai dari yang sifatnya lahir hingga batin.

Persiapan secara lahir seperti menyiapkan jasmani yang prima akan melahirkan etos ibadah yang baik. Betul, bahwa kesehatan bukan segalanya tetapi dengan kesehatan kita bisa melakukan semua hal. Disebutkan dalam hadits, “Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah dari mukmin yang lemah.”

Sekuat apapun komitmen ibadah yang hendak kita tunaikan, kala kesehatan tidak dalam kondisi fit, semua itu hanya menjadi mimpi-mimpi belaka yang tak kunjung terwujud.

Baca Juga: Sya’ban Berlalu Marhaban Ya Ramadhan

Persiapan batin. Yaitu membersihkan hati dan alam pikiran dari cabang-cabang penyakit hati, baik iri hari, dengki, dendam, sombong, suka pamer, gila pujian, dan sebagainya.

Di Indonesia sendiri, kebiasaan yang berkembang selama ini ialah berziarah ke makam leluhur, anjang sana ke sanak-saudara atau handai tolan dengan harapan saat masuk Ramadhan hati sudah dalam keadaan bersih dan siap secara total beribadah kepada Allah.

Dalam sebuah kajian yang diunggah kanal Youtube,  KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang lebih dikenal dengan nama panggilan Gus Baha menjelaskan bahwa mempersiapkan diri memasuki bulan Ramadhan salah satunya adalah dengan mendalami kajian literatur dari para ulama terdahulu.

Baca Juga: Dijamin Rasulullah! 3 Golongan Bebas Rasa Takut dan Tak Jalani Hisab di Hari Kiamat

“Di antara ijazah dari Mbah Maimoen Zubair juga ijazah bapak, mengatakan 'Ihdinas shiratal mustaqim. Shirātal ladzīna an‘amta ‘alaihim ghairil maghdhūbi alaihim wa lad dhāllīn.' Jadi, kita tidak bisa shaleh tanpa meniru orang terdahulu. Kita tidak bisa baik tanpa meniru orang terdahulu, ”ungkap Gus Baha

Karena dalam ayat tersebut, Allah tidak hanya berfirman ihdinasirotol mustaqim atau “Tunjukan kami jalan yang lurus” semata. Tetapi, Allah juga berfirman bahwa jalan yang benar yakni jalan mereka yang telah Allah beri nikmat.

“Jadi, Allah menghendaki ini, ada masternya,” ujarnya.   Dalam tradisi pesantren, Gus Baha menjelaskan bahwa untuk mendalami literatur ulama terdahulu ada tradisi yang namanya pasaran. Di mana, seluruh civitas pesantren akan mengaji kitab dengan intesitas lebih banyak dibanding bulan-bulan selain Ramadhan.

Baca Juga: Ustadz Ahmad Al-Habsyi: 1 Amalan Dahsyat Dikejar Rezeki dan Hidup Serba Berkecukupan, Begini Amalannya!

“Kalau tradisi di kami, di pesantren, misalnya satu kiai ngajar 2-3 kitab setelah shalat fardu. Bisanya kalau Ramadhan ini full. Karena ini untuk melengkapi orang Indonesia dapat berkahnya Ramadhan, kalau kita belajar kitab atau membacakan kitab ke masyarakat supaya tau caranya niatnya orang dulu ketika puasa atau cara pandang orang dulu tentang puasa,” jabarnya.

Dengan begitu, diharapkan seseorang dapat membekali dirinya dengan pemahaman yang lebih jernih dalam memandang Bulan Suci Ramadhan.

Baca Juga: Jelang Puasa Ramadhan, Masyarakat Jawa Tandano Lakukan Tradisi Turun Temurun Punggungan

“Cara pandang Ramadhan secara benar, paling tidak, kita merasa lapar. Betapa sakitnya orang miskin yang lapar, terus menghormati makan karena begitu nikmat. Ketika puasa melihat makanan yang kita sepelekan pada saat tidak puasa, ketika Ramadhan spesial semua. Bahkan air pun spesial, gedang (pisang) goreng spesial,” paparnya.

“Di sini ada syukur yang luar biasa. Itu kalau tidak baca literatur ulama terdahulu, kita tidak akan tahu,” pungkasnya.***

 

Editor: Alvin Arifin

Sumber: YouTube

Tags

Terkini

Terpopuler