Spirit Hijrah 1445 H Untuk NKRI yang Berdaulat

21 Juli 2023, 09:27 WIB
Prof Ahmad Rofiq /Dwi Widiyastuti/


Oleh: Ahmad Rofiq

PORTAL PEKALONGAN - Allah berfirman: “Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al-Nisa’ (4): 100).

Bagi umat Islam di seluruh dunia, bulan Muharram 1445 H merupakan momentum sangat strategis dalam mengawali tahun buku menurut kalender penanggalan hijriyah. Tanggal 1 Muharram sebagai awal tahun kalender penanggalan Hijriyah, ditetapkan berdasarkan hijrah Rasulullah saw dari Mekah ke Yatsrib yang kemudian beliau ganti dengan Madinah, dalam waktu 10 tahun lebih sedikit, atas perjuangan, pengorbanan, dan keluhuran akhlaqul karimah beliau, semenanjung Arabia mendapatkan hidayah dari Allah dan mengikuti ajaran Islam.

Hijrah adalah meninggalkan dari apa saja yang dilarang oleh Allah, sebagaimana Rasulullah saw bersabda: “al-Muslimu man salima l-Muslimuna min lisanihi wa yadihi wa l-muhajiru man hajara ma naha Allah ‘anhu” artinya “Orang yang beragama Islam adalah orang-orang (yang bisa menjaga) orang Islam lainnya selamat dari lisan dan tangannya, dan orang yang hijrah adalah orang-orang yang meninggalkan larangan Allah” (Riwayat Al-Bukhari, No. 6484).

Baca Juga: Ajak Wanita Jadi Versi Terbaik, Fuji Utami & Lifni Sanders Hadir di Shopee 8.8 Grand Beauty & Fashion Festival

Untuk meraih keberhasilan jangka panjang, Rasulullah saw harus mengatur strategi dengan beberapa kali hijrah. Dalam ungkapan Jawa “wani ngalah luhur wekasane”. Artinya “berani mengalah akan unggul akibatnya”.

Hijrah ke Habasyah, Hijrah ke Thaif, dan hijrah ke Yatsrib.

Hijrah ke Habasyah

Pertama yang dilakukan kaum Muslimin yaitu ke Negeri Habasyah, kini dikenal sebagai Ethiopia, satu kerajaan di daratan Benua Afrika.

Hijrah ini dilakukan atas perintah Nabi Muhammad saw demi menghindari penyiksaan dan penindasan yang dilakukan oleh kaum Quraisy.

"Setelah Rasulullah saw melihat apa yang menimpa para sahabatnya dari siksaan, sementara Beliau mendapat perlindungan yang cukup dari Allah SWT, kemudian juga dari pamannya Abu Thalib, dan Beliau merasa tidak mampu memberikan perlindungan kepada mereka.

Pada saat itulah Beliau berkata kepada mereka, “Seandainya kalian pergi ke Negeri Habasyah karena negeri itu dipimpin oleh seorang raja yang tidak satu pun dari rakyatnya yang terzalimi dan bumi itu adalah bumi yang aman. Tinggallah kalian di sana hingga Allah memberikan jalan keluar kepada kalian dari apa yang menimpa kalian."

Baca Juga: Contoh Soal Isian Singkat Ulangan Harian Matematika: Bilangan Berpangkat SMP MTs Kelas 9 dengan Kunci Jawaban

Hijrah ke Habasyah, dipimpin oleh Usman bin Maz’un. Usman bin Affan beserta istrinya Ruqayyah yang merupakan putri Rasulullah saw pun ikut serta dalam berhijrah. Penyebab hijrah ke Habasyah adalah takut fitnah kaum Quraisy dan menyelamatkan agama mereka menuju Allah SWT.

Kedua, Hijrah ke Thaif

Setelah kematian Abu Thalib dan Khadijah tekanan kepada Nabi dari kaum kafir Quraisy semakin keras.

Menurut Ibn Ishaq, sebagaimana dikutip oleh al-Mubarakfuri dalam ar-Rahiq al-Makhtum (hal. 148) orang-orang Quraisy lebih bersemangat menyakiti Nabi setelah Abu Thalib tiada.

Bahkan ada yang berani menghadang lalu menaburkan debu di atas kepala beliau sehingga Nabi pulang ke rumah dengan kepala penuh debu. Seorang puteri beliau membersihkan debu itu dengan bercucuran air mata.

Baca Juga: Kunci Jawaban Matematika SMP MTs Kelas 9: Bilangan Berpangkat Hal.10 Latihan 1.1 Nomor 4-5 Semester 1

Rasulullah menghiburnya, “Tak perlu menangis puteriku, karena Allah akan melindungi ayahmu.”

Karena memerlukan pendamping setelah kematian Khadijah, pada bulan Syawal tahun kesepuluh kenabian ini juga Nabi menikah dengan Saudah binti Zam’ah.

Perempuan ini termasuk golongan terdahulu masuk Islam.

Nabi sendiri, berharap ada tiga keluarga yang masih ada hubungan saudara.

Akan tetapi hijrah ke Thaif ini menyisakan duka, karena beliau dilempari pasir dan batu.

Beliau terluka, dan darah pu mengucur di jubah beliau.

Baca Juga: Rangkuman Materi dan Contoh Soal Matematika Materi Pola Bilangan Kelas 8 SMP MTs dengan Kunci Jawaban

Kala Jibril melihat, mengatakan, wahai Rasulullah saw, kami dan para malaikat penjaga gunung, siap melakukan balasan kepada mereka yang telah melukai Rasulullah.

Namun Rasulullah saw menolak, dan bahkan mendoakan mereka. Allahumma ihdi qaumi fa innahm la ya’lamun.

Ketiga, hijrah ke Yatsrib

Upaya melakukan pembunuhan terhadap Rasulullah saw semakin tidak bisa dihentikan.

Karena itu, Rasulullah saw harus menyiapkan alibi, Sahabat Ali bin Abi Thalib kw, ditugasi tidur di tempat tidur beliau, berselimutkan surban dari Hadlramaut.

Beliau keluar rumah sambil mengambil pasir untuk ditaburkan kepada mereka yang menghadang di sekeliling rumah, sambil membaca ayat “Shummun bukmun ‘umyun fa hum la ya’qilun”.

Beliau melanjutkan perjalanan ke arah selatan menuju Jabal Tsur, dan sempat tiga hari beliau bersembunyi di Gua Tsur.

Baca Juga: Peresmian Tugu Perjuangan di Pekalongan, Jenderal Dudung Ajak Generasi Muda Maknai Nilai Juang Pahlawan

Di sinilah dibutuhkan strategi untuk menyelamatkan diri, dan baru setelah tiga hari, beliau melanjutkan perjalanan ke Yatsrib, yang kemudian beliau ganti menjadi Madinah.

Di tahun politik ini, seharusnya bangsa besar ini dapat belajar dan mengambil spirit Hijrah Rasulullah saw 1445 H, semoga kita sebagai bangsa besar Indonesia, makin mampu memaknai spirit hijrah sebagaimana dicontohkan Rasulullah saw, dari kejahiliyahan pada keberperadaban, dari banyak konflik pada perdamaian, dari masih banyak kedhaliman ke keadilan, dari dalam kehilangan jati diri menjadi ke kedaulatan, dari penderitaan ke kemakmuran dan kesejahteraan.

Sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Barangsiapa hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka sesungguhnya ia orang yang beruntung. Barangsiapa hari ini sama dengan kemarin, maka dia orang yang merugi, dan barangsiapa hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka sesungguhnya ia orang yang terlaknat atau tertipu” Na’udzu biLlah. Semoga kita mampu mewujudkan Indonesia sebagai baldatun thayyubatun wa Rabbun Ghafur.

*) Prof. Dr. H. Ahmad Rofiq, MA., Direktur LPH-LPPOM-MUI Jawa Tengah, Ketua Pimpinan Wilayah Dewan Masjid Indonesia (PW-DMI) Jawa Tengah (2022-2027), Guru Besar UIN Walisongo Semarang, Ketua Dewan Pengawas Syariah (DPS) Rumah Sakit Islam-Sultan Agung Semarang, Koordinator Wilayah Indonesia Tengah PP Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Anggota DPS BPRS Bina Finansia Semarang, Ketua DPS BPRS Kedung Arto Semarang, dan Pengurus Harian Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) Pusat.***

Editor: Ali A

Sumber: Prof Ahmad Rofiq

Tags

Terkini

Terpopuler