Hikmah Halal Bihalal, Tradisi Masyarakat Indonesia Yang Dilakukan Saat Lebaran Hari Raya Idul Fitri

- 28 April 2022, 13:49 WIB
Hikmah Halal Bihalal, Tradisi Masyarakat Indonesia Yang Dilakukan Saat Lebaran Hari Raya Idul Fitri
Hikmah Halal Bihalal, Tradisi Masyarakat Indonesia Yang Dilakukan Saat Lebaran Hari Raya Idul Fitri /Pixabay/mohamed_hassan/

 

PORTAL PEKALONGAN - Hikmah halal bihalal, tradisi masyarakat Indonesia yang dilakukan saat lebaran Hari Raya Idul Fitri.

Tinggal menghitung hari, umat Muslim Indonesia akan merayakan moment Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriah atau tahun 2022 Masehi. Moment Idul Fitri tersebut kadang dikondisikan dalam kegiatan “halal bihalal”

Momen Idul Fitri adalah hari kemenangan bagi umat Muslim dan identik digunakan sebagai ajang untuk bersilaturrahim antar sanak keluarga, famili, tetangga dan rekan kerja. Momen silaturrahim tersebut kadang dikondisikan dalam kegiatan “halal bihalal.”

Karena keterbatasan waktu, momen silaturrahim tersebut kadang dikondisikan dalam kegiatan “halal bihalal” baik antar keluarga, lembaga pendidikan, instansi pemerintah dan swasta.

Baca Juga: Kisah Sedih di Hari Raya Idul Fitri, Nur Khoirin YD: Lebaran, Momentum Meneladani Akhlak Rosulullah

Hal yang menarik dari kegiatan halal bihalal tersebut adalah dilaksanakan hampir satu bulan lamanya yakni selama bulan Syawal.

Halal Bihalal memiliki keunikan tersendiri karena sebagai ungkapan rasa syukur yang disampaikan kepada Allah SWT yang telah memberikan kekuatan lahir dan batin sehingga umat Islam dapat menyelesaikan perintah puasa ramadhan selama satu bulan penuh.

Idul Fitri artinya kembali kapada fitrah atau kesucian ketika selepas sebulan penuh berpuasa, seorang mukmin diharap pada hari raya akan kembali seperti bayi dalam kesuciannya.

Paling tidak ada empat sifat seorang bayi yang ingin diimplementasikan bagi manusia yang selesai melaksanakan puasa ramadhan, yaitu:

Baca Juga: Fadhilah dan Keutamaan Sholat Tarawih Malam Ke 27, Melewati Sirath pada Hari Kiamat Bagaikan Kilat Menyambar

1) Sifat tawadhuk.

Seorang bayi tidak akan mempunyai sifat sombong, yang ada hanya tawaduk, merendahkan diri karena Allah.

2) sifat tidak punya rasa hasud.

Ini adalah sifat seorang bayi. Karena kesucian hatinya, ia sedikit pun tidak mempunyai rasa iri atau hasud.

3) Sifat tidak pendendam dan Pemaaf.

Kesucian seorang bayi menjadikan ia tidak mempunyai sifat pendendam. Dijelaskan dalam surat Ali Imran, ayat 134, sifat pemaaf adalah salah satu ciri orang bertakwa.

4) Sifat ikhlas.

Ketika hati telah bersih, yang muncul ketika kita beraktivitas apa pun adalah keikhlasan. Inilah sebagian kecil nilai-nilai “kefitrahan” yang ingin dicapai pada momen Idul Fitri. Nilai kesucian ini diharap bisa bertahan dan berkembang di hari-hari ke depan.

Baca Juga: Zakat Fitrah Kapan Waktu yang Tepat untuk Membayarkan? Ini Menurut Pendapat Jumhur Ulama

Dari sini manusia mampu memahami kenapa tujuan utama puasa itu mencapai derajat takwa. Karena hanya orang-orang yang bertakwa yang berhasil kembali kepada kesuciannya.

Menurut Al-Qur`an terdapat 5 macam fitrah manusia yang hendak dikembalikan oleh Puasa Ramadhan kepada keasliannya, yaitu:

1). Fitrah beragama.

Manusia adalah makhluq beragama.

Menurut Al-Qur'an, karena sewaktu di alam roh manusia sudah pernah mengadakan suatu perjanjian dengan Allah: Allah bertanya kepada roh manusia dalam surat Al-A`raf: 172 : Bukankah aku ini Tuhanmu? mereka roh manusia menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami).

Baca Juga: Apa Keutamaan Sholat Tarawih pada Malam ke 29?

Menurut para ahli llmu Jiwa dalam, bahwa fithrah keagamaan pada manusia telah dibawanya semenjak lahir yang diberikan oleh alam kepadanya, sehingga para ahli ilmu jiwa tersebut mengistilahkannya dengan naturaliter religiosa.

Tetapi setelah manusia lahir ke dunia ini, ia telah lupa akan perjanjian itu, sebab manusia memang pelupa. Karena itu untuk mengingatkannya Allah mengirimkan para Rasul-Nya (utusan) kepada manusia. Manusia telah diperingatkan Rasulullah SAW untuk kembali akan hal itu dengan perantaraan Al Qur'an.

2) Fitrah bersosial.

Manusia adalah makhluq sosial.

Dalam Al Qur'an surat AlBaqarah: 213 Allah menjelaskan: “Manusia itu adalah umat yang satu…”. Lebih detail lagi dijelaskan dalam Al-Qur`an surat An-Nisa`:1 Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.

Baca Juga: Kapan Lailatul Qadar 2022? Rumus Penentuan Malam Lailatul Qadar, Simak Penjelasannya

Sebagai mahluk sosial dapat dilihat dari hidup bermasyarakat ini harus didasari oleh kasih sayang dan tolong menolong. Mustahil akan terbina masyarakat yang baik, kalau anggota-anggotanya saling benci-membenci dan tidak mau tolong menolong.

Puasa adalah mengidentifikasikan diri kepada saudarasaudara kita yang tidak punya, yang sedang tidak makan (lapar), agar timbul dalam diri manusia rasa kasihan kepada mereka dan ingin menolong mereka. Karena itulah selama berpuasa itu, manuisa dianjurkan untuk memperbanyak shodaqoh dan di akhir bulan puasa itu diwajibkan berzakat fithrah.

Dengan demikian puasa hendak mengembalikan manusia kepada hidup bermasyarakat yang didasari oleh kasih sayang dan saling tolong menolong terhadap sesama.

3) Fitrah bersusila.

Setiap tingkah laku manusia mempunya nilai.

Tidak demikian dengan tingkah laku hewan. Karena itu manusia adalah makhluq bersusila. Nabi Muhammad S.A.W menyampaikan bahwa beliau diutus Allah SWT kepada umat manusia adalah untuk menyempurnakan budi pekerti manusia. "Aku diutus hanyalah untuk menyempurnakan budi pekerti manusia".

Baca Juga: Kapan Lailatul Qadar 2022? Carilah pada Malam Ganjil dalam Sepuluh Hari Terakhir Bulan Ramadhan, Ini Rumusnya

Jadi puasa benar-benar hendaklah melatih manusia agar berbudi pekerti yang baik. Dengan demikian puasa hendak mengembalikan manusia kepada fithrahnya sebagai makhluq bersusila.

4) Fitrah bermartabat tinggi.

Allah SWT menciptakan manusia dengan tegas dan jelas menyatakan bahwa manusia adalah:

(a) Makhluq-Nya yang terbaik. Al-Qur`an surat At-Tin ayat:4 menjelaskan yang artinya, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.

(b) Makhluq yang termulia, Al-Qur`an surat Al-Isra` ayat 70 menjelaskan yang artinya“Dan Sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.

Baca Juga: Keutamaan Zakat Fitrah dan Zakat Harta dalam Al Quran dan Hadits

(c) Makhluk Tersayang. Hal ini dapat difahami karena Allah telah memudahkan (menyerahkan) segala apa yang ada di langit dan di bumi untuk manusia serta telah disempurnakan nikmat-Nya baik yang lahir maupun yang batin untuk semua manusia, sebagai dijelaskan di Al-Qur`an surat Luqman ayat 20 yang artinya: “Tidakkah kamu perhatikan Sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin…”.

5) Fitrah kesucian.

Menurut ajaran Islam, manusia dilahirkan dalam keadaan suci.

Ia baru menjadi kotor kalau mengerjakan dosa. Menurut Islam, manusia harus selalu hidup dengan kesucian, yaitu dengan melaksanakan perintah Tuhan dan menghentikan larangan-Nya. Kalau sudah demikian, kehidupannya akan sukses.

Allah memfirmankan dalam Al-Qur`an surat Al-A`la: 14 yang artinya : “Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman),….” Hidup suci/bersih itu dikehendaki Tuhan, karena la tidak mau menerima kembali kedatangan hambahamba Nya yang kotor karena dosa.

Baca Juga: Apa Keutamaan Sholat Tarawih pada Malam ke 28?

Allah jelaskan dalam Al-Qur`an surat As-Syu`aro ayat 89 yang artinya; “Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih”.

Ibadah puasa dapat mensucikan manusia dari dosa-dosa nya yang telah dikerjakan pada waktu-waktu yang lalu.

Sebagaimana diperjelas oleh Hadis Nabi SAW yang artinya "Barang siapa yang mempuasakan bulan Ramadhan karena ber-iman dan penuh perhitungan, diampuni baginya dosa-dosanya yang lalu " (H.R. Bukhari dan Muslim).

Demikianlah makna halal bihalal, yang dapat kita laksanakan di moment Idul Fitri untuk saling silaturrahim dan bermaaf-maafan.

Artikel ini bersumber dari Dr. Khotibul Umam, M. A, Dosen Pascasarjana IAIN Jember, Kepala Pusat Audit dan Pengendali Mutu LPM IAIN Jember.***

Editor: Alvin Arifin


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah