Mengakhiri renungan ini, mari kita cermati ungkapan al-Syibli, seorang sufi sezaman dengan Al-Hallaj di awal abad ke-10 dalam puisi berikut: Setiap rumah yang engkau diami, tidak membutuhkan lampu sama sekali, dan pada hari ketika bukti-bukti dibawakan, maka buktiku adalah wajahmu”.
Di samping sebagai cahaya spiritual yang sanggup menyinari jiwa-jiwa manusia yang dahaga, Muhammad juga merupakan sandaran yang ampuh yang menghubungkan antara manusia kebanyakan dengan Tuhan.
Karena itu dia disebut barzakh, perantara. Maka tak salah, kalau pada hari kebangkitan, ketika bukti-bukti amal ditampakkan oleh Tuhan, al-Syibli – dan kita semua – berharap untuk dilumuri cahaya Nabi Junjungan itu, untuk dapat meraup syafaat beliau.
Semoga melalui pemahaman makna diturunkannya Al-Qur’an di bulan Ramadhan, kita mampu menjadikan ibadah puasa menjadi perisai diri kita, wasilah dan instrument untuk membersihkan dan mensucikan diri kita, untuk kembali kepada fitrah kemanusiaan kita.
Ahlan wa sahlan ya Ramadhan, Selamat menjalankan ibadah puasa, semoga kita menjadi hamba-hamba Allah yang bersih dari segala macam dosa. Allah a’lam, bi sh-shawab.