Pertanyaannya adalah apakah dana zakat untuk dapat dimaksimalkan dalam pengentasan kemiskinan, boleh dikapitalisasi atau harus didistribusikan habis?
Ketua BAZNAS RI, Prof. Noor Achmad dengan tegas membantah soal tudingan yang menyebut bahwa BAZNAS telah melakukan kapitalisasi uang zakat, infak, dan sedekah (ZIS), utamanya dalam proses kepengurusan dan pengelolaan uang ZIS yang diperoleh dari para muzakki atau pemberi zakat.
Hanya mustahik atau orang yang menerima zakat-lah yang berhak mendapatkan ZIS tersebut.
Baca Juga: Mengapa Bansos BPNT Tidak Cair? Ini Alasannya
Baznas hanya berperan sebagai penerima dan penyalur, dari kolektif amanah yang dititipkan umat dan masyarakat kepada Baznas tersebut (https://www.viva.co.id/bisnis).
Tidak boleh ada kapitalisasi.
Jika BAZNAS melakukan pemberdayaan, yang melakukan pemberdayaan itu adalah mustahik.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan Fatwa No. 4/2003 tentang Penggunaan Dana Zakat untuk Istitsmar (Investasi).
Baca Juga: Mengapa Bansos BPNT Tidak Cair? Ini Alasannya
Diktumnya adalah:
1). Zakat mal harus dikeluarkan sesegera mungkin (fauriyah), baik dari muzakki kepada amil maupun dari amil kepada mustahiq.
2). Penyaluran (tauzi’/distribusi) zakat mal dari amil kepada mustahiq, walaupun pada dasarnya harus fauriyah, dapat di-ta’khir-kan apabila mustahiq-nya belum ada atau ada kemaslahatan yang lebih besar.
3). Maslahat ditentukan oleh pemerintah dengan berpegang pada aturan-aturan kemaslahatan ( ضوابط المصلحة ) sehingga maslahat tersebut merupakan maslahat syar’iyah.