Pakar Transportasi Djoko Setijowarno: Kebijakan Harus Tuntas untuk Mengatasi Polusi Udara

- 15 Agustus 2023, 08:58 WIB
Ilustrasi sarana transportasi bus.
Ilustrasi sarana transportasi bus. /Dok MTI/

PORTAL PEKALONGAN - Pakar transportasi Djoko Setijowarno mengungkapkan, untuk mengatasi polusi udara di perkotaan, tidak hanya Kota Jakarta, negara memiliki anggaran yang cukup.

"Cuma maukah menghilangkan ego sektoral dari setiap kementerian terkait. Selain Kota Jakarta, kota-kota lain di Indonesia juga mengalami masalah polusi udara, lantaran jumlah kendaraan pribadi meningkat pesat, sementara jumlah angkutan umum menyusut," ungkapnya.

Dia menambahkan, buruknya kualitas udara perkotaan sudah berlangsung lama. Namun pemberitaan di media cukup masif dalam seminggu ini. Jelas tidak memberikan kemanfaatan bagi kesehatan manusia.

Baca Juga: Transportasi Perbatasan, Djoko Setijowarno: Mencerminkan Wajah Terdepan Indonesia

Djoko menyebut, dampak polusi udara seperti gangguan sistem saraf pusat, kanker paru-paru, penyakit paru obstruktif kronis, asma dan kerusakan fungsi paru-paru, sakit kepala dan kecemasan, iritasi mata, hidung dan tenggorokan, penyakit jantung, gangguan pada hati, limpa, darah, gangguan sistem reproduksi (WHO Global Air Quality Guidelines).

"Pencemaran udara di Jakarta biasanya meningkat saat kemarau pada Juni-Agustus 2023. Sumber polutan terbesar dari sektor transportasi (44 persen) dan sektor industri (31 persen). Isu transpportasi berkelanjutan sangat penting namun tidak dilakukan serius," ungkap Djoko yang merupakan akademisi dari Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Bidang Penguatan dan Pengembangan Kewilayahan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) itu.

Data yang dihimpun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2022, ada sekitar 25,5 juta kendaraan bermotor yang terdaftar beroperasi di DKI Jakarta. Sebanyak 78 persen di antaranya merupakan sepeda motor. Sepeda motor menghasilkan beban beban pencemaran per penumpang paling tinggi dibandingkan mobil pribadi bensin dan solar, mobil penumpang, serta, bus. Efisiensi kendaraan sangat penting. Jadi, kalau naik bus, kontribusi pada CO2 akan lebih kecil dibandingkan sepeda motor dan mobil pribadi.

Mengutip data Jabodetabek Urban Transportation Policy Integration Project Phase 2 (JUTPI-2) tahun 2018, total pergerakan di Jabodebatek 88,2 juta trip per hari, di dalam Jakarta ada 21,2 juta trip per hari (24,03 persen), commuter 6,4 juta trip per hari (7,26 persen), dan lainnya yang melintas di dalam sub urban sebanyak 60,6 juta trip per hari (68,71 persen). Dalam bermobilitas, sebanyak 15,1 persen menggunakan mobil pribadi, 72,65 persen sepeda motor dan sisanya 12,25 persen menggunakan angkutan umum (bus, kereta, ojek, taksi, dan bajaj).

Halaman:

Editor: Ali A


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x