Dr Tuswadi, Guru SMPN 1 Banjarnegara Memberi Kuliah di Hiroshima University Jepang

11 April 2024, 21:00 WIB
Dr Tuswadi - tengah - berfoto bersama selepas seminar di Hiroshima University Jepang /Ali A/

 

PORTAL PEKALONGAN - JEPANG - Dr Tuswadi, guru Bahasa Inggris dan peneliti pendidikan kebencanaan dari SMP Negeri 1 Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia, diundang oleh Hiroshima University Jepang untuk sejumlah agenda.

Dari 8-13 April 2024 dia mendiskusikan riset bersama (joint-research) dengan 2 guru besar Hiroshima University, mempresentasikan materi seminar di Lab. Prof. Isozaki Tetsuo, dan mengunjungi SMP Jepang di Kota Higashi Hiroshima (Hiroshima Barat) untuk observasi pembelajaran IPA.

"Tahun ini Waku Pro Hiroshima University yang intens melakukan riset terkait pendidikan kebencanaan di Jepang dan di Indonesia mengundang dan mensponsori perjalanan dinas saya ke sini untuk melanjutkan kerjasama riset yang sempat terhenti selama 4 tahun akibat masa COVID-19 (2020-2023). Kami akan melakukan penelitian bersama terkait evaluasi efektifitas pembelajaran muatan kebencanaan di mata Pelajaran IPA di Tingkat SMP," jelas Dr Tuswadi melalui sambungan telepon hari ini (11/4).

Baca Juga: Prof Noor Achmad: Silaturahmi Tokoh Lintas Agama Simbol Harmonisasi dan Kerukunan

Sementara pada seminar, Dr Tuswadi mempresentasikan proses pembelajaran IPA mengambil sampel di SMP Negeri 1 Banjarnegara.

Dia menjelaskan bahwa sistem pendidikan di tingkat sekolah dasar dan sekolah menengah baik di Indonesia maupun di Jepang itu sama yakni 6-3-3: enam tahun SD, tiga tahun SLTP, dan 3 tahun SLTA.

Namun demikian jumlah mata pelajaran di sekolah Indonesia umumnya lebih banyak daripada mata pelajaran di sekolah Jepang.

Terkait mata pelajaran IPA, peserta didik SMP di Indonesia belajar IPA selama 5 jam Pelajaran setiap minggu (@40 menit/jam pelajaran).

Untuk muatan kebencanaan di mapel IPA, baik di buku teks kelas VII, VIII, dan IX, terdapat topik bahasan kebencanaan seperti gempa bumi, gunung api meletus, banjir, dan tanah longsor.

Hal unik yang menjadi pertanyaan hadirin adalah kenyataan bahwa guru IPA di SMP N 1 Banjarnegara cenderung menggunakan ICT seperti laptop, LCD, materi ppt, video, untuk menjelaskan materi pelajaran dan jarang menggunakan papan tulis.

Baca Juga: Mengatasi Kolesterol Tinggi dengan 3 Rekomendasi Obat Ampuh

Ini karena sampai hari ini di kelas-kelas sekolah Jepang, para guru termasuk guru IPA masih lebih banyak menggunakan papan tulis berkapur untuk menjelaskan materi.

“Guru umumnya menulis di papan tulis untuk menjelaskan poin-poin penting jawaban pertanyaan dari murid sehingga lebih mudah dipahami oleh semua siswa. Tetapi dalam menjelaskan materi, mereka cenderung menggunakan ICT," jelas Dr Tuswadi menjawab pertanyaan dari mahasiswa S-2 tingkat 2 tersebut.

Profesor Isozaki dari Hiroshima University pun memberikan komentar betapa pentingnya untuk mengevaluasi keefektifan penggunaan papan tulis dan ICT dalam pembelajaran.

Muatan Kebencaan di semua Mata Pelajaran

Terdapat guru yang berpendapat bahwa semua mata pelajaran di sekolah bisa dimasuki oleh muatan pendidikan kebencanaan, termasuk mata Pelajaran Pendidikan Agama dan Budi Pekerti.

Baca Juga: Waspada Modus Penipuan Akun DANA Diproteksi, Begini Kata Pihak DANA

Lantas ada mahasiswa Jepang yang bertanya apa bedanya proses pembelajaran muatan kebencanaan di mata Pelajaran IPA dan IPS.

Dr Tuswadi lantas menjelaskan bahwa penggunaan eksperimen untuk muatan kebencanaan di IPA jauh lebih dominan daripada di IPS yang cenderung berupa penyampaian informasi (hafalan).

“Bagaimana guru Agama di Indonesia mengajarkan Pendidikan kebencanaan?” Mahasiswa Jepang lainnya bertanya demikian.

Dr Tuswadi pun mengajukan pendapatnya sesuai pengalaman dirinya sewaktu menjadi peserta didik; bahwa guru Agama sebatas menyampaikan nasihat-nasihat untuk tidak merusak alam, tidak melakukan keburukan (maksiat) sehingga manusia dijauhkan dari bencana alam.

Di dalam kitab suci Alquran, misalnya, banyak ayat-ayat yang berisikan peringatan bagi manusia agar tidak mengundang bencana.

Baca Juga: CATAT Jadwal Kunjungan DC Shopee PayLater, Info Ini Khusus Galbay Pinjol

Ada pula mahasiswa Jepang yang menanyakan kekuatan mental/psikologis anak-anak Indonesia yang keluarganya menjadi korban bencana alam (tewas).

Dijelaskan oleh Dr Tuswadi bahwa kekerabatan masyarakat di negerinya sangat baik.

Sehingga anak-anak yatim piatu korban bencana biasanya diadopsi oleh paman/bibinya dan terdapat pula pejabat selevel Bupati/Gubernur yang membantu anak-anak yang malang tersebut dengan memberikan beasiswa untuk sekolah dan kuliah.

Anak-anak Indonesia tampaknya lebih mudah melupakan tragedi dan lekas pulih mengisi hari-harinya bersama keluarga baru.***

Editor: Ali A

Sumber: Wawancara

Tags

Terkini

Terpopuler