Kasus Dugaan TPPU Rp300 Triliun Temui Titik Terang, Mahfud: Kemenkeu dan PPATK Sepakat Lanjutkan Penelusuran

21 Maret 2023, 04:17 WIB
Menkopolhukam Mahfud MD (tengah), Menkeu Sri Mukyani (kanan), dan Ketua PPATK Ivan Yustiavandana (kiri) memberikan keterangan kepada pers, setelah rapat koordinasi penyelesaian dugaan TPPU di Kemenkeu, Senin 20 Maret 2023. /Tangkapan Layar/

PORTAL PEKALONGAN - Simpang siur tentang transaksi keuangan mencurigakan yang diduga terkait dengan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) senilai Rp300 triliun mulai menemukan titik terang.

Hal itu dicapai setelah Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang diketuai Menkopolhukam menggelar pertemuan untuk membahas hal tersebut, di Kantor Kemenkopolhukam Jakarta, Senin 20 Maret 2023.

Dalam pertemuan yang dihadiri Menkopolhukam Mahfud MD, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana tersebut mereka sepakat untuk melanjutkan penyelesaian seluruh Laporan Hasil Analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang diduga sebagai tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Baca Juga: Jadwal Acara Indosiar Selasa 21 Maret 2023, Saksikan The Lost Bladesman Hingga The White Storm

Seperti diberitakan sebelumnya, pada Jumat 10 Maret 2023, Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan telah mendapati temuan transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun di Kemenkeu periode 2009-2023.

Temuan tersebut, menurut Mahfud MD, merupakan indikasi adanya dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Kemenkeu akan melanjutkan untuk menyelesaikan semua laporan hasil analisis (LHA) yang diduga sebagai tindak pidana pencucian uang dari PPATK, baik yang menyangkut pegawai di lingkungan Kementerian Keuangan maupun pihak lain," kata Mahfud dalam jumpa pers selepas rapat tersebut, Senin 20 Maret 2023.

Baca Juga: Jelang Mudik Lebaran, P-Three Kembali Siap Bantu Urus Mudik Gratis Warga Pemalang di Perantauan

Mahfud mengungkapkan, kerja-kerja penindaklanjutan terhadap LHA PPATK tersebut sebelumnya sudah dilakukan Kemenkeu melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai, serta telah menghasilkan secara keseluruhan pengembalian uang negara sebesar Rp8,2 triliun.

Mahfud mencontohkan, misalnya PPATK melaporkan kepada Kemenkeu bahwa sebuah entitas, baik perusahaan maupun perorangan, secara tertulis membayarkan pajak Rp10 miliar, padahal seharusnya Rp15 miliar.

"Laporan seperti itu selama ini langsung diterima saja oleh Kemenkeu, tapi sekarang diusut lagi, diperiksa lagi, dan jika ternyata ada selisih maka akan diusut lagi," ujarnya.

Baca Juga: Memadukan Hisab dan Rukyat, Mensyiarkan Ramadan dan Idulfitri

Setelah dilakukan penghitungan ulang, maka entitas tersebut diharuskan membayarkan selisih yang ditemuan disertai dendanya.

"Nah dari hasil tindak lanjut yang dilakukan Kemenkeu (melalui) dua direktorat jenderal tadi totalnya Rp8,2 triliun, (yakni) pajak Rp7,08 triliun dan kepabeanan Rp1,1 triliun," jelas Mahfud.

Proses Hukum

Mahfud juga mengungkapkan, kesepakatan lainnya dari rapat tersebut adalah apabila dari laporan dugaan pencucian uang tersebut ditemukan alat bukti terjadinya tindak pidana, maka LHA akan ditindaklanjuti dengan proses hukum oleh Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal.

"Jadi nanti Kementerian Keuangan akan menindaklanjuti. Misalnya korupsinya oke sudah selesai, sudah ada yang masuk penjara, uangnya sudah dirampas, tapi TPPU-nya ini akan ditindaklanjuti. Yang mana yang ditemukan alat bukti nanti akan disidik Kementerian Keuangan sebagai penyidik pegawai negeri sipil di bidang pajak dan kepabeanan," ujarnya.

Baca Juga: Bulan Literasi Perdagangan, EWF Ingatkan Masyarakat Kota Pekalongan Tak Mudah Tergiur Illegal Trading

Menurut Mahfud, tidak menutup kemungkinan tindak lanjut dari penemuan alat bukti TPPU, dalam penelusuran lanjutan LHA tersebut bisa diserahkan kepada aparat penegak hukum lainnya. "Yaitu polisi, jaksa, atau KPK. Itu kesepakatannya," jelasnya.

Mahfud juga menegaskan, Komite Kornas Pencegahan dan Pemberantasan TPPU akan melakukan evaluasi terhadap LHA yang diduga di dalamnnya terjadi TPPU dan telah dikirimkan PPATK terhadap jajaran aparat penegak hukum.

Mahfud menjelaskan bahwa hal itu dilakukan untuk mengoptimalkan penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.

Baca Juga: Berhubungan Intim pada Malam Ramadan Mandinya sehabis Subuh, Batalkah Puasanya, Ini Solusi Buya Yahya

Baca Juga: Program Kudu Sekolah Berhasil Ajak 2.800 Anak Kembali Sekolah, Ini Penjelasan Bupati Pekalongan Fadia Arafiq

Mahfud mengingatkan bahwa pemberantasan korupsi relatif lebih mudah karena ukurannya jelas apabila tindakan tersebut telah memenuhi tiga aspek yakni merugikan keuangan negara, memperkaya diri sendiri/pihak lain/korporasi, dan melawan hukum.

Adapaun TPPU, lanjutnya, jauh lebih berbahaya dan bisa jauh lebih besar. Oleh karena itu, UU TPPU diterbitkan agar pemerintah dapat memulihkan kerugian negara yang lebih besar dibandingkan kerugian akibat korupsi.

"Itu sebenarnya lebih besar kalau diburu, bisa lebih besar dari hasil pidana korupsi pokoknya," ujarnya. ***

Editor: Ali A

Sumber: ANTARA

Tags

Terkini

Terpopuler