Adapun rekomendasi dari Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat tersebut adalah memulihkan ha-hak korban atas peristiwa pelanggaran HAM berat itu secara adil dan bijaksana.
Selain itu, juga upaya-upaya pencegahan agar peristiwa pelanggaran HAM berat seperti itu tidak terjadi lagi.
"Jadi, tidak ada permintaan maaf dan tidak ada perubahan status hukum terhadap peristiwa-peristiwa masa lalu. Misalnya, TAP MPRS Nomor 25 Tahun 1966 tetap berlaku sebagai ketetapan yang tidak diubah. Kemudian mengenai peristiwa yang sudah diputuskan oleh pengadilan, juga tetap berlaku," jelasnya.
Menurut Mahfud, hal itu artinya, kinerja Tim Pemantau PPHAM itu fokus pada para korban pelanggaran HAM berat masa lalu yang jumlahnya 12 peristiwa.
"Peristiwa itu tentu tidak bisa ditambah oleh pemerintah, karena menurut undang-undang, yang menentukan pelanggaran HAM berat atau bukan itu adalah Komnas HAM, dan Komnas HAM telah merekomendasikan 12 peristiwa HAM berat yang terjadi sejak puluhan tahun lalu," ungkap Mahfud.
Perbedaan HAM Berat dan Kejahatan Berat
Mahfud juga berharap masyarakat bisa memahami perbedaan antara peristiwa pelanggaran HAM berat dan kejahatan berat.