Triyanto Triwikromo dan Sucipto Hadi Purnomo, adalah dua orang sastrawan dan budayawan yang juga punggawa Suara Merdeka cetak yang membedah buku Halah Pokokmen: Kupas Tuntas Dialek Semarangan.
Baca Juga: Ustadz Abdul Somad: Ada Lima Tanda Kiamat, Semuanya Sudah Ada, WASPADALAH
Seiring perjalanan waktu, saat ini Triyanto Triwikromo dipercaya CEO Suara Merdeka Network Kukrit Suryo Wicaksono menjadi Wapimred Suara Merdeka cetak, sementara Sucipto Hadi Purnomo mantan redaktur bahasa Suara Merdeka hijrah menjadi akademisi atau dosen Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas negeri Semarang (Unnes).
Dialek Semarangan
Menurut Hartono Samidjan, bahasa semarangan atau lebih tepatnya bahasa Jawa dialek semarangan, lebih eksis sebagai bahasa tutur dibanding bahasa tulisan.
"Itu terjadi karena dalam konteks kebudayaan Jawa, Kota Semarang bukanlah pusat kebudayaan," jelasnya.
Meski berstatus sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Tengah, lanjut dia, posisi Kota Semarang dalam kebudayaan Jawa sejak masa lampau selalu menjadi subordinat dari Kasunanan Surakarta (Solo).
Baca Juga: Bahaya! Ustadz Abdul Somad Peringatkan Hindari Dua Jenis Orang Ini
Bahkan pada masa kerajaan pun, Semarang hanya berstatus sebagai Kadipaten (Kabupaten).
"Karya sastra dengan bahasa Jawa semarangan, sejauh yang saya ketahui, belum pernah ada. Apalagi kamus bahasa semarangan," tegas Hartono Samidjan.