Dalam Riwayat dari Abi Barzah Nadllah bin ‘Ubaid al-Aslami ra. berkata, Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah bergerak dua telapak kaki seorang hamba di hari kiamat hingga ditanya tentang (empat hal): umurnya untuk apa dihabiskan? Ilmunya untuk apa dikerjakan? Hartanya dari mana ia perolehnya dan untuk apa ia belanjakan? Jasmaninya untuk apa ia rusakkan? (Riwayat at-Tirmidzi, dan shahih).
Dalam konteks inilah maka ekonomi perlu dikembangkan secara halal baik dari hulu dan hilirnya.
Tentu harapannya ada keberimbangan antara sektor produksi, terutama pertumbuhan dan penguatan sektor riil, yang akan menjadi kekuatan ekonomi Islam.
Baca Juga: Segera Daftar! Rekrutmen Bersama BUMN 2023 Resmi Dibuka, Ini Cara dan Syaratnya
Selain itu eko sistem halalnya juga menjadi perhatian penting yang harus dipikirkan, direncanakan, dan direalisasikan.
Para ahli mengidentifikasi, bahwa karakteristik ekonomi Islam meliputi: 1). Sumber daya diposisikan sebagai pemberian atau titipan Allah SWT kepada manusia; 2). Kerja sama adalah penggerak utama dalam ekonomi syariah; 3). Kepemilikan masyarakat serta penggunaannya direncanakan atas azas kepentingan banyak orang; 4). Melarang segala bentuk dan jenis riba; 5). Ekonomi syariah menolak sebuah akumulasi kekayaan dan dikuasai oleh beberapa orang. Karena itu, kekayaan yang memenuhi batas atau nisab, wajib untuk dibayarkan zakatnya, karena di dalamnya ada fungsi sosialnya.
Menurut M.A. Mannan, dalam bermuamalah, ada beberapa prinsip:
Baca Juga: 5 Saham BUMN Ini Paling Diburu di Bursa Efek Indonesia, Ayo Siapa Ikut?
1). Menggunakan Sistem Bagi Hasil. Keadilan adalah salah satu prinsip dari karakteristik ekonomi syariah yang berkaitan dengan kepemilikan. Maksudnya; keuntungan yang diperoleh dari aktivitas ekonomi ini akan dibagi secara adil dalam hal ini antara bank aau Lembaga keuangan syariah dan nasabahnya.