Membuat Stiker Whatsapp Tanpa Izin Pemilik Foto, Apa Hukumnya dalam Islam?

18 Desember 2023, 08:12 WIB
Ilustrasi tampilan aplikasi pembuat stiker WhatsApp. /Tangkapan layar/Arina.id/

PORTAL PEKALONGAN - Whatsapp masih merajai sebagai platform percakapan paling populer di Indonesia. Di antara percakapan di platform Whatsapp, terutama di grup-grup Whataap, bertebaran berbagai stiker dengan kata-kata lucu dan menggunakan foto-foto orang, baik public figur atau orang terkenal, orang biasa yang kita kenal, banyak juga orang yang tidak kita kenal.

Stiker memang menjadi salah satu daya tarik dari aplikasi WhatsApp. Fitur stiker yang dikembangkan oleh Whatsapp memungkinkan pengguna dalam room chat untuk membuat stiker favoritnya dengan mudah dan cepat tanpa harus melalui aplikasi khusus. Cukup dengan mengirim sebuah foto, maka sistem akan mengubahnya menjadi stiker yang bisa dikirim dengan mudah melalui chat Whatsapp.

Dengan kemudahan yang ditawarkan tersebut menjadikan banyak pengguna Whatsapp tertarik untuk membuat stiker, sebab banyak orang yang lebih memilih membalas dengan stiker ketika merespons percakapan.

Baca Juga: Seseorang Dianggap Siap Menikah, Apa Saja Kriterianya Menurut Hukum Islam?

Namun, penggunaan fitur stiker berupa wajah seseorang sering diedit sebagai bahan lelucon dan candaan. Padahal foto tersebut dijadikan stiker tanpa sepengetahuan si pemilik foto. Lantas, bagaimana menurut hukum Islam terkait mereka yang membuat stiker wajah orang lain tanpa sepengetahuan pemiliknya, tanpa meminta izin pemiliknya, lalu menyebarkannya melalui percakaran di Whatsapp?

Dilansir Portalpekalongan.com dari laman Arina.id, dijabarkan kajian berdasarkan hukum Islam terkait masalah tersebut. Simak kajiannya berikut ini.

1. Larangan Mencela dan Menghina Orang Lain dalam Islam

Dalam pandangan Islam tindakan mengolok-olok seseorang baik berupa ucapan, gestur tubuh maupun visual hukumnya dilarang, hal ini sebagaimana firman Allah Swt. dalam Al-Qur’an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ يَسْخَرْ قَومٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُونُوْا خَيْرًا مِنْهُمْ

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok itu) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok).” (Q.S. Al-Hujurat: 11).

Ayat di atas secara eksplisit melarang untuk mengolok-olok, menghina atau membikin lelucon kepada sesama, sebab bisa jadi orang yang dihina lebih mulia dan tinggi derajatnya di hadapan Allah Swt, ketimbang orang yang menghinanya. Penghinaan merupakan perbuatan tercela karena dapat menyakiti hati orang lain. Dalam salah satu redaksi hadis Rasulullah Saw juga pernah bersabda:

سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ

Artinya: “Mengumpat orang muslim merupakan tindakan fasik (dosa besar) dan memeranginya adalah kekufuran.” (H.R. Bukhori dan Muslim).

Baca Juga: Ini Rekomendasi Halaqah Ulama MUI Jateng Tentang Pasal Kontroversial KUHP dan Relevansi dengan Hukum Islam

Hadis tersebut mengungkapkan bahwa seorang muslim yang mencela atau pun menghina sesama, maka ia telah terjerumus dalam kefasikan, yakni tidak taat kepada Allah. Dan orang yang memerangi terhadap saudaranya yang muslim maka ia telah terjerumus kedalam kekufuran.

2. Hukum Membuat Stiker Whatsapp menurut Perspektif Fikih

Stiker Whatsapp yang dibuat dari foto seseorang pada umumnya digunakan sebagai bahan lelucon, atau bertujuan mengejek, mencela, bahkan mengolok-olok.

Dalam tinjauan fikih, membuat stiker Whatsapp dengan tujuan tersebut hukumnya tidak diperbolehkan, sebab termasuk kategori penghinaan dan mengandung unsur meremehkan. Kecuali apabila terdapat kerelaan dari si pemilik foto untuk dijadikan stiker Whatsapp. Ketetapan ini disampaikan oleh Hujjah Al-Islam Imam Al-Ghazali (w. 505 H) dalam magnum opus-nya:


وَمَعْنَى السُّخْرِيَةِ الْاِسْتِهَانَةُ وَالتَّحْقِيْرُ وَالتَّنْبِيْهُ عَلَى الْعُيُوْبِ وَالنَّقَائِصِ عَلَى وَجْهٍ يَضْحُكُ مِنْهُ وَقَدْ يَكُوْنُ ذَلِكَ بِالْمُحَاكَاةِ فِي الْفِعْلِ وَالْقَوْلِ وَقَدْ يَكُوْنُ بِالْإِشَارَةِ وَالْإِيْمَاءِ وَإِذَا كَانَ بِحَضْرَةِ الْمُسْتَهْزَإِ بِهِ لَمْ يُسَمَّ ذَلِكَ غِيْبَةً وَفِيْهِ مَعْنَى الْغِيْبَةِ وَهَذَا إِنَّمَا يَحْرُمُ فِي حَقِّ مَنْ يَتَأَذَّى بِهِ فَأَمَّا مَنْ جَعَلَ نَفْسَهُ مُسَخَّرَةً وَرُبَّمَا فَرِحَ مِنْ أَنْ يُسَخِّرَ بِهِ كَانَتْ السُّخْرِيَةُ فِي حَقِّهِ مِنْ جُمْلَةِ الْمِزَاحِ وَقَدْ سَبَقَ مَا يُذَمُّ مِنْهُ وَمَا يُمْدَحُ وَإِنَّمَا المُحَرَّمُ اسْتِصْغَارٌ يَتَأَذَّى بِهِ الْمُسْتَهْزَأُ بِهِ لِمَا فِيْهِ مِنَ التَّحْقِيْرِ وَالتَّهَاوُنِ


Artinya: “Makna daripada ejekan yang meremehkan, hinaan dan membuka kekurangan orang lain ialah dibuat sebagai lelucon, hal tersebut juga terkadang dilakukan dengan menceritakan tindakan atau perkataan atau juga dengan isyarat ejekan, dengan begitu, jika hal tersebut dilakukan di hadapan orang yang ditertawai, maka bukanlah merupakan ghibah, namun masih mengandung makna ghibah. Hal ini bisa saja haram jika dapat menyakiti orang yang ditertawai, sedangkan orang yang menjadikan dirinya sebagai bahan ejekan, terkadang ia justru gembira dengan ejekan yang dilontarkan kepadanya, dengan begitu, ejekan tersebut tergolong sebagai candaan belaka, yang mana telah dijelaskan manakah candaan yang tercela dan manakah candaan yang baik. Dan sebenarnya yang diharamkan hanyalah meremehkan yang dapat menyakiti orang yang diejek, sebab ejekan tersebut mengandung penghinaan dan meremehkan.” (Abu Hamid bin Muhammad Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin [Beirut: Dar Al-Ma’rifah], vol. 3, h. 131).

Sedangkan mengenai pembuatan stiker yang dilakukan tanpa sepengetahuan pemilik foto, dalam khazanah fikih hukumnya disamakan dengan praktik mengambil kitab atau buku seseorang untuk mengutip isi di dalamnya (tanpa mencantumkan rujukan), jika dilakukan tanpa seizinnya maka hukumnya tidak diperbolehkan. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Mufti Yaman Syekh Muhammad bin Abdurrahman bin Husain Al-Ahdal (w. 855 H):

لَا يَجُوْزُ أَخْذُ كِتَابِ الْغَيْرِ لِيَنْتَقِلَ مِنْهُ مَسْأَلَةً إِلَّا بِإِذْنٍ مِنْ مَالِكِهِ فَإِنْ أَخَذَهُ بِغَيْرِ إِذْنِهِ ضَمِنَهُ إِنْ تَلِفَ

Artinya: “Tidak diperbolehkan mengambil buku orang lain agar dapat mengutip satu masalah di dalamnya, kecuali dengan seizin pemiliknya, bilamana mengambil tanpa seizin pemiliknya, maka ia harus bertanggungjawab atas buku tersebut jika terdapat kerusakan.” (Muhammad bin Abdurrahman bin Husain Al-Ahdal, Umdah Al-Mufti wa Al-Mustafti [Beirut: Dar Al-Hawi], vol. 2, h. 152).

Baca Juga: Ditanya Soal LGBT, Ustadz Abdul Somad: Andai Diterapkan Hukum Islam, Bencong akan Tobat Semua

Walhasil, dari berbagai referensi yang telah disebutkan dapat ditarik kesimpulan perihal hukum membuat stiker Whatsapp tanpa sepengetahuan pemilik foto sebagai bahan lelucon, atau bertujuan mengejek dalam tinjauan fikih adalah tidak diperbolehkan sebab termasuk kategori penghinaan dan mengandung unsur meremehkan.

Namun, apabila terdapat kerelaan atau mendapat izin dari si pemilik foto untuk dijadikan stiker Whatsapp, maka diperbolehkan. Maksudnya ialah pemilik foto tersebut memang berniat untuk menjadikan dirinya sebagai bahan lelucon, dalam artian membolehkan fotonya untuk dibuat stiker. Jika konteksnya demikian maka hukumnya diperbolehkan. Wallahu a’lam bis shawab.***

Editor: As Sayyidah

Sumber: Arina.id

Tags

Terkini

Terpopuler