Hikmah Ramadhan Prof. Ahmad Rofiq: Puasa, Kejujuran, dan Takut kepada Allah

- 10 April 2022, 08:20 WIB
Prof Ahmad Rofiq
Prof Ahmad Rofiq /Dokumen pribadi

PORTALPEKALONGAN - Alhamdulillah kita sudah melaksanakan ibadah puasa, apakah Anda sudah merasakan secara psikologis, pada hati dan fikiran Anda? Misalnya ada tambahan perasaan bahagia dan makin merasa tenang? Tentu yang bisa menjawab adalah Anda sendiri, bukan orang lain.

Karena itulah, redaksi “la’allakum tattaqûn” dalam QS. Al-Bawarah (2): 183, itu menggunakan kata kerja sedang atau akan datang. Para ulama menyebutkan, fi’il mudhari’ itu menunjukkan adanya istimrâr al-tajaddud atau kesinambungan untuk memperbaharui.

Dalam bahasan kedua dalam kitab Mukâsyafatu l-Qulûb, Imam Al-Ghazali membuat sub-judul “Sekali Lagi tentang Rasa Takut kepada Allah Ta’ala” (h. 30). Diilustrasikan, bahwa “Apabila tubuh orang yang beriman itu gemetar karena takut kepada Allah Ta’ala, berguguranlah dosa-dosanya seperti daun yang berguguran dari pohon”.

Baca Juga: Hikmah Ramadhan Prof. Ahmad Rofiq: Pahala Puasa Hilang Tanpa Bayar Zakat Fitrah

Didahului penjelasan tentang Allah mempunyai malaikat-malaikat di langit ke tujuh yang sujud sejak Allah menciptakan mereka hingga hari kiamat. Itulah yang digambarkan Allah: “Mereka takut kepada Tuhan mereka yang berkuasa di atas mereka, dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka) (QS. Al-Anfal (8): 50).

Sudah barang tentu yang kita harapkan, takut kita kepada Allah kita oleh menjadi rasa cinta kepada Allah. Ibadah puasa mengajarkan pada kita untuk jujur. Karena Allah menegaskan, bahwa ibadah puasa kita adalah untuk Allah dan Allah yang akan langsung membalasnya (Hadits Qudsi).

Rasulullah saw bersabda: “Bagi orang yang puasa, ada dua kebahagiaan, kebahagiaan saat berbuka, dan kebahagiaan saat berjumpa dengan Allah” (Riwayat Al-Bukhari, Muslim, An-Nasai, dan Ibnu Majah). 

Al-Ghazali mengisahkan, “seorang laki-laki menyukai seorang perempuan. Kala perempuan itu keluar, lelaki itu pun pergi bersamanya. Ketika laki-laki itu menyendiri dengan perempuan itu di suatu dusun, orang-orang dusun sudah pada tidur, dan laki-laki itu pun menyampaikan keinginannya pada perempuan itu. Perempuan itu pun bertanya kepadanya: “Lihatlah apakah semua orang sudah tidur? Lelaki ini pun bergembira, dan mengira perempuan itu sudah siap dan bersedia menerima keinginannya. Untuk meyakinkan, lelaki tersebut masih mengelilingi untuk meyakinkan, bahwa mereka sudah tidur”.

Setelah dipastikan semua sudah tidur, perempuan itu pun bertanya, dan cukup mengagetkan: “Apa pendapatmu tentang Allah Ta’ala. Apakah Dia tidur saat ini? Lelaki itu pun menjawab: “Sesungguhnya Allah ta’ala tidak tidur dan Dia tidak mengantuk dan tidur”. Perempuan itu pun berkata: “Sesungguhnya Allah yang tidak pernah tidur dan tidak akan tidur melihat kita, meskipun orang-orang tidak melihat kita. Oleh karena itu, Dia lebih patut untuk ditakuti”. Mendengar pendapat perempuan tersebut, lelaki itu meninggalkan perempuan itu, karena takut kepada Allah dan ia pun bertaubat dan kembali ke kampung halamannya” (h. 31). Ketika laki-laki itu meninggal dunia, orang-orang bermimpi melihatnya. Apa yang dilakukan Allah kepada laki-laki tersebut? Orang itu menjawab: “Allah mengampuni aku karena aku takut kepada Allah dan meninggalkan dosa itu” (Ibid.).

Halaman:

Editor: Sumarsi

Sumber: Wawancara


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x