Soroti Kebijakan NPPN, Ketua Satupena Jateng Gunoto Saparie Tegaskan Masih Memberatkan Penulis

8 Mei 2022, 10:53 WIB
Soroti kebijakan NPPN, Perkumpulan Penulis Satupena Jateng menegaskan masih memberatkan penulis. /Unsplash.com/Ying Ge

PORTAL PEKALONGAN - Perkumpulan Penulis Indonesia Satupena Provinsi Jawa Tengah tetap meminta pemerintah menghapuskan pajak bagi penulis.

Ketua Umum Satupena Jawa Tengah Gunoto Saparie mengungkapkan, meski pemerintah telah membuat kebijakan sebagai solusi atas tingginya pajak penulis berupa penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN), namun kebijakan tersebut dinilai masih memberatkan penulis.

Gunoto menegaskan, pernyataan itu telah menjadi salah satu isi Deklarasi Satupena Jateng di Kedai Kopi Ren’z Semarang, pada awal Ramadhan atau awal April 2022 lalu.

Baca Juga: Deklarasi Satupena Jateng, Perkuat Profesi dan Kesejahteraan Penulis, Menolak Plagiasi dan Pembajakan Buku

Menurut Gunoto, pajak penulis masuk pada pajak penghasilan orang pribadi. Namun, yang menjadi persoalan adalah pendapatan yang diperoleh penulis, dalam hal ini royalti, dianggap sebagai pendapatan pasif. Padahal royalti untuk penulis adalah pendapatan utama yang diperoleh dari penjualan karyanya oleh distributor dan penerbit.

“Kalau royalti dianggap sebagai pendapatan pasif, penulis sebagai subyek pajak tidak dapat membebankan variabel biaya dalam penghitungan pajaknya. Padahal, proses penulisan buku memerlukan persiapan yang membutuhkan dana tidak sedikit. Sejak dari riset, persiapan peralatan kerja, promosi, maupun pengeluaran lain dalam upaya menjual bukunya,” papar Gunoto didampingi Sekretaris Umum Satupena Jateng Mohammad Agung Ridlo, di Sekretariat Satupena Jateng, Jalan Taman Karonsih I/1082 Semarang, Sabtu, 6 Mei 2022.

Baca Juga: GELAR DEKLARASI: Satupena Jateng Serukan Tolak Plagiasi, Pembajakan, dan Penghapusan Pajak bagi Penulis

Variabel Biaya

Lebih lanjut Gunoto menjelaskan, nilai pendapatan yang dikenai pajak menjadi sangat tinggi karena variabel biaya tidak dapat dimasukkan. Hal ini karena pendapatan tersebut tidak dikurangi dengan berbagai biaya yang dikeluarkan penulis untuk mendapatkan royalti sebesar itu.

Gunoto mengungkapkan, pajak penulis menurut peraturan yang berlaku, dapat menggunakan NPPN. Norma ini memungkinkan penulis mendapat keringanan tarif pajak, sehingga tidak harus membayarkan pajak dengan nilai yang terlalu besar.

Diketahui, penggunaan NPPN bisa dilakukan dengan beberapa syarat. Wajib pajak, dalam hal ini penulis harus melakukan pencatatan seperti yang diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-4/PJ/2009.

Baca Juga: Mengenal Satupena, Apa Saja Program Kegiatannya? Masih Terbuka untuk Bergabung Lho

“Penulis wajib memberitahukan mengenai penggunaan NPPN kepada Direktur Jenderal Pajak, selambat-lambatnya tiga bulan sejak awal tahun pajak. Besarnya NPPN untuk penulis adalah sebesar 50 persen dari penghasilan bruto, baik honorarium atau royalti yang diterima dari penerbit. Penghasilan bruto yang didapatkan meliputi semua penghasilan, termasuk royalti dari penerbit dan royalti dari hak cipta bidang kesusastraan yang dimiliki penulis,” ujar penyair ini kepada Portalpekalongan.com.

Gunoto menambahkan, pajak yang diperkirakan akan terutang dalam satu tahun pajak, dilunasi dimuka oleh penulis melalui pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain. Baik oleh penerbit atau pihak lain atau dibayar oleh penulis sendiri. Atas penghasilan dari royalti akan dipotong PPh Pasal 23 sebagai pelunasan PPh dalam tahun berjalan yang dapat dikreditkan terhadap PPh terutang.

Gunoto berpendapat, penggunaan NPPN untuk pajak penulis seharusnya banyak meringankan beban pajak penulis. Namun ternyata pada beberapa kasus, penggunaan NPPN sebagai dasar penghitungan pajak penulis justru ditolak oleh kantor pajak.

Baca Juga: Pengurus Lengkap Satupena Jateng Telah Ditetapkan, Selain Seksi-Seksi Ada Korwil dan Korda

Alasannya, penggunaan NPPN untuk menghitung pajak hanya bisa dilakukan untuk pendapatan non-royalti atau pendapatan yang bersifat aktif. Padahal, pendapatan utama penulis yang memasarkan bukunya lewat penerbit dan distributor adalah pada royalti, yang berarti merupakan pendapatan aktif penulis.

“Pemberlakuan pajak harus memiliki nilai keadilan untuk setiap obyek dan subyek pajak. Jangan sampai penulis kemudian justru memilih menerbitkan dan memasarkan bukunya secara independen agar terhindar dari pengenaan pajak yang besar,” tandasnya.***

Editor: Arbian T

Tags

Terkini

Terpopuler