Suku Bajo Sebut Dirinya Same, agar Jadi Real The Bojes Wajib Tahu: Sama Tika Mengga, Terkait Film Avatar?

- 21 Desember 2022, 16:46 WIB
 Yasmin, Ketua Suku Bajo Pulau Wawonii, Langara, Kabupaten Konawe Kepulauan ( Konkep ) Provinsi Sulawesi Tenggara ( Sultra ) mengakan baju adat kebesaran Suku Bajo.
Yasmin, Ketua Suku Bajo Pulau Wawonii, Langara, Kabupaten Konawe Kepulauan ( Konkep ) Provinsi Sulawesi Tenggara ( Sultra ) mengakan baju adat kebesaran Suku Bajo. /Ali A/

PORTAL PEKALONGAN - Mengapa Suku Bajo menyebut dirinya Sama?

Mengapa Suku Bajo menyebut dirinya The Bojes?

Mengapa Suku Bajo juga menyebut dirinya Same?

Apa kaitannya dengan Film Avatar: The Way of Water?

Lalu apa makna "Sama Tika Mengga"?

Berikut penjelasan Yasmin, Ketua Suku Bajo Pulau Wawonii, Langara, Kabupaten Konawe Kepulauan ( Konkep ) Provinsi Sulawesi Tenggara ( Sultra ).

"Suku Bajo menyebut dirinya Sama. Suku Bajo juga menyebut dirinya Same," kata Yasmin.

Baca Juga: MG 4 EV Siap Hadir di Pasar Mobil Listrik Indonesia, Jadi Saingan Tesla? Ketahui Speknya!

Dia menambahkan, di seluruh dunia, Suku Bajo disebut The Bojes.

Sehingga jika Bajo bertemu Bajo, pasti saling menyebut diri mereka Sama atau Same.

Ada kalimat sandi untuk sesama Bajo, yaitu "Sama Tika Mengga".

Apa artinya?

"Sama Tika Mengga artinya Kami adalah saudara sesama Suku Bajo," jelasnya.

Menurut Yasmin, kalimat yang terdiri atas tiga kata itu ibarat kata sandi, dan berlaku di seluruh dunia.

"Ya, kata sandi Bajo itu berupa tiga kata, Sama Tika Mengga. Sandi itu berlaku di seluruh dunia. Sesama Bajo jika bertemu akan mengucapkan: 'Sama Tika Mengga'. Kalau orang mengaku The Bojes tapi tidak tahu arti kata sandi itu, berati dia hanya mengaku-aku, bukan the real The Bojes."

Sebagaimana diketahui, Suku Bajo adalah salah satu suku di Indonesia yang menjadi inspirasi Sutradara Film Avatar: The Way of Water.

Keberadaan Suku Bajo atau The Bojes ternyata ada di pantai-pantai di seluruh dunia.

Baca Juga: Honda CB150X Hadirkan Warna Baru, Yamaha XSR 155 Makin Kalah Pamor, Intip Infonya!

"Mereka sama seperti kami. Mereka tinggal di laut. Kemudian seiring dengan waktu, mereka tinggal di pantai-pantai di seluruh dunia," kata Yasmin, Ketua Suku Bajo Pulau Wawonii, Langara, Konkep, Sultra kepada Portal Pekalongan.

Dr Wartanto, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi dan Plt Direktur Kursus Kemendikbud terus berusaha keras meminimalisasi jumlah warga buta aksara dan angka di seluruh Indonesia. Termasuk warga suku-suku terluar di wilayah Indonesia.

"Di antaranya adalah Suku Bajo di Pulau Wawonii, Kabupaten Konkep, Provinsi Sultra.

"Kami menggandeng PKBM-PKBM setempat. Kami terus bekerja keras agar seluruh Komunitas Adat Terluar yang ada di Indonesia benar-benar melek aksara dan angka,'' tegasnya.

Hartia pengelola Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) Madani Konkep, Sultra yang dipanggil Malasto (ibu guru cantik) menyatakan, pihaknya memiliki lima kelompok belajar.

Setiap kelompok belajar terdiri atas 10-15 orang. Belajarnya Seminggu dua kali, pada sore hari, yakni pukul 13.00-17.00.

"Selama enam bulan, hasilnya luar biasa. Semua warga belajar rata-rata sudah bisa calistung," tegasnya.

Apa yang dilakukan oleh Hartia adalah tindak lanjut dari kebijakan Kemendikbud yang menggandeng PKBM setempat dalam rangka upaya pengentasan seluruh suku atau Komunitas Adat Terluar di Indonesia agar benar-benar melek aksara dan angka.

Zakaria Rasjid, Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara (kini Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kabupaten Konkep, Sultra), menyatakan saat ini hampir bisa dikatakan seluruh ibu-ibu dan anak-anak Suku Bajo Wawonii, Konkep, Sultra, sudah melek aksara dan angka.

Baca Juga: 3 Rekomendasi Mobil Bekas Tahun Muda, Harganya Cuma Rp80 jutaan!

"Kecuali para orang yang sudah uzur dan sebagian besar laki-laki. Karena setiap hari kaum lelaki selalu melaut," katanya.

Dahulu, sekolah dianggap Suku Bajo sebagai penjajah. Sekolah dianggap tidak penting.

"Dulu sekolah itu dianggap oleh Suku Bajo sebagai penjajah. Kenapa? Karena dengan sekolah yang waktu masuk kelasnya tetap, hanya libur pada hari Minggu, mereka tidak bisa pergi melaut," kata Zakaria Rasjid.

Padahal, lanjut Zakaria Rasjid, belajarnya seminggu dua kali, pada sore hari, yakni pukul 13.00-17.00 WITA.

"Selama enam bulan belajarnya, hasilnya sangat luar biasa. Semua warga belajar rata-rata sudah bisa calistung," ujarnya.

Dr Wartanto sangat mengapresiasi semangat belajar calistung warga Suku Bajo Pulau Wawonii Konkep Sultra.

Terlebih lagi kini para warga Suku Bajo Wawonii semakin bersemangat untuk bisa lebih maju dan setara dengan masyarakat lainnya.

Berikut ini simak semboyan-semboyan Suku Baju yang ingin belajar sungguh-sungguh agar tidak tertinggal dari masyarakat moderen lainnya.

1. Danaka suku Sama Wawonii Kepulauan, gaek lagi dampo bubango
Artinya: Kami, Suku Bajo Wawonii Kepulauan, tidak mau lagi bodoh

2. Mai Memongna Danakang Sama Tabalajar Sikali Bota Ngarimanang Kabudayaangte Sama.
Artinya: Mari semuanya saudara Bajo, belajar sungguh-sungguh (itu baru namanya) menyayangi adat kebudayaan Sama (Bajo).

Baca Juga: Mitsubishi ASX 2023 Siap Diproduksi Tahun 2023, Honda Brio Bisa Tersingkir!

3. Ayo..! May ne kang bota guru barah kole tamaca, nules, baka ngarekeh..!
Artinya: Ayo..! Mari belajar bersama supaya kita bisa baca, tulis, dan hitung (calistung)!

Zakaria Rasjid menyatakan, anak-anak Suku Bajo sudah sekolah, kuliah, bahkan ada yang menjadi PNS.

Namun Zakaria mengakui salah satu tantangan serius dalam meningkatkan angka melek aksara dan angka bagi masyarakat Suku Bajo adalah kendala bahasa.

"Salah satu kesulitan mengajarkan calistung di masyarakat Suku Bajo adalah kendala bahasa."

Jarang orang non-Suku Bajo memahami bahasa mereka.

Sehingga Hartia, pengelola Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) Madani harus sabar mengajari mereka.

"Beruntung ada beberapa tokoh Suku Bajo yang bisa berbahasa Indonesia mau membantu menjadi tutor, sehingga proses pembelajaran bisa lumayan lancar,'' kata Hartia.

Sebagaimana diketahui, bahasa Suku Bajo terasa asing di telinga kita.

Baca Juga: Memimpikan Ulama, Ustadz Abdul Somad: Tandanya Kita Disuruh Ikut

Untuk penyebutan angka-angka memang ada yang hampir sama.

Misalnya angka:
1 disebut satu
2 disebut dua
3 disebut tulu
4 disebut empek
5 disebut lima
6 disebut enang
7 disebut pitu
8 disebut walu
9 disebut sanga
10 disebut sepulu (tanpa huruf h)

Baca Juga: Subaru XV 2022 Masuk Ke Indonesia, Honda H-RV Bisa Kalah Pamor, Benarkah? Cek Faktanya!


Nah, nama-nama warga Suku Bajo juga terdengar asing.

Sebut saja Tiuwa, Mbati, Budira, Karika, Riwa, Niasti, Hana, Janiba, Nanni, Dahlia, Hasmawati, Budiman, dan Herlin.

Suku Bajo, suku yang sejak dulu kala tinggal di tengah laut, hidup dan mencari kebutuhan hidup di laut, hingga mati pun ''dimakamkan'' di laut, namun seiring dengan perkembangan zaman, berangsur-angsur menepi di bibir pantai.

Kini Suku Bajo yang juga disebut The Bojes atau Suku Sama atau Suku Same sudah tinggal menetap di perkampungan-perkampungan meski tetap tak jauh dari laut.

Baca Juga: BMW XM Akan Debut di Tahun 2023, Siap Jadi Penerus M1, Intip Harga dan Speknya!

Suku Bajo atau The Bojes yang tinggal di Pulau Wowanii Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara (Konkep, Sultra) adalah satu dari puluhan suku adat di Indonesia yang tinggal di wilayah terpencil.

Demikian artikel mengenai Suku Bajo, The Bojes, Suku Sama, Suku Same yang tinggal di Kepulauan Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan, Sulawesi Tenggara (Konkep, Sultra) yang viral karena Sutradara Film Avatar: The Way of Water mengaku membuat film itu karena terinspirasi Buku Bajo, salah satu suku di Indonesia.***

Editor: Ali A

Sumber: Ali Arifin Portal Pekalongan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah