Dukung Program Merdeka Belajar, P2G Ungkap Dampak Buruk Tes Calistung sebagai Syarat Masuk SD

1 April 2023, 08:39 WIB
Ilustrasi pembelajaran bagi siswa PAUD. /Kemendikbudristek /

PORTAL PEKALONGAN - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengapresiasi langkah Mendikbudristek Madiem Makarim merilis Merdeka Belajar Episode ke-24 tentang Transisi PAUD ke SD yang menyenangkan.

Dalam program Merdeka Belajar Episode ke-24 ini, Mendikbudristek makin tegas melarang dilakukan tes membaca, menulis, dan menghitung (calistung) sebagai syarat masuk kelas 1 SD.

P2G juga mengungkapkan dampak buruk jika tes calistung tetap diberlakukan oleh para penyelenggara pendididkan negeri maupun swasta dalam transisi PAUD ke SD atau sebagai syarat masuk SD.

Baca Juga: Kesempurnaan Puasa Ramadhan, Prof Ahmad Rofiq: Hanya untuk Orang-Orang Beriman - 1

Dilansir Portalpekalongan.com dari rilis P2G, Sabtu 31 Maret 2023, ada lima catatan P2G terkait program Merdeka Belajar Episode ke-24 yang telah dirilis Kemdikbudristek.

Pertama, larangan calistung dalam Program Merdeka Belajar Episode 24 ini bukan kebijakan baru. Larangan calistung sebagai syarat masuk SD sebenarnya sudah ada sejak tahun 2010, regulasi dibuat zaman Mendikbud M. Nuh.

Hal itu diatur dalam pasal 69 ayat 5 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, berbunyi "Seleksi calon peserta didik baru kelas 1 (satu) SD tidak boleh dilakukan berdasarkan tes membaca, menulis, dan/atau berhitung."

Kemudian pada era Mendikbudristek Muhadjir Effendi, juga dilarang melalui Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), khususnya pasal 12 ayat 4, yaitu "Dalam seleksi calon peserta didik baru kelas 1 (satu) SD atau bentuk lain yang sederajat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan tes membaca, menulis, dan berhitung."

Bahkan pada masa awal Nadiem Makarim menjabat Mendikbud, larangan tersebut tegas termaktub dalam Permendikbud Nomor 1 Tahun 2021 tentang PPDB, pasal 30 ayat 3 yang isinya, "Seleksi calon peserta didik baru kelas 1 (satu) SD tidak boleh dilakukan berdasarkan tes membaca, menulis, dan/atau berhitung."

Baca Juga: Inilah Manfaat Puasa Bagi Kesehatan Mental, Salah Satunya Lebih Banyak Refleksi Diri

"Bagi kami, upaya Mendikbudristek untuk kembali menekankan pentingnya transisi PAUD ke SD yang menyenangkan harus diapresiasi. Tapi pertanyaannya mengapa praktik syarat calistung masuk SD masih terus terjadi belasan tahun meskipun sudah dilarang dalam peraturan?", ujar Satriwan Salim, Koordinator Nasional P2G.

Kedua, fenomena syarat calistung masuk SD ini tidak terkendali seperti bola salju di sekolah negeri maupun swasta. Praktik tersebut makin lama semakin besar dan meluas. Kenapa? Karena kurangnya pengawasan dari Kemdikbudristek dan dinas pendidikan selama ini. Mestinya dengan sudah adanya aturan larangan tes Calistung sejak 2010, Kemdikbudristek dan dinas pendidikan memiliki kewenangan melakukan monitoring, pengawasan, dan evaluasi berkala terhadap praktik tes calistung yang merupakan bagian dari pelaksanaan PPDB di daerah.

"Sayangnya, monitoring, pengawasan, dan evaluasi berkala terhadap praktik tes calistung di daerah tidak dilakukan pemerintah. Praktik yang berdampak buruk bagi perkembangan mental anak demikian tumbuh subur merata di banyak sekolah, lebih parah lagi dinas pendidikan membiarkannya," lanjut Satriwan.

P2G meminta Kemdikbudristek rutin melakukan pengawasan dan monitoring. Ke depan hendaknya pemerintah mengumumkan SD mana saja dan di daerah mana yang masih melakukan syarat calistung bagi calon siswanya.

Ketiga, pengawasan dan monitoring saja tidak cukup. Mestinya setelah dilakukan monitoring dan pengawasan, diperoleh data SD mana saja yang masih melakukan syarat calistung. Akan menjadi landasan untuk memberikan sanksi tegas.

"Jadi maraknya tes calistung sebagai syarat masuk SD, juga disebabkan tidak adanya sanksi dari kementerian dan dinas pendidikan terhadap sekolah yang masih mempraktikannya," kata Satriwan.

Baca Juga: Ibu – ibu Wajib Tahu! Inilah Hukum Mencicipi Masakan Saat Puasa

P2G menilai, aturan larangan calistung sebagai syarat masuk SD sejak 2010 hingga kini, seperti macan kertas, tegas tertulis namun lemah dalam implementasi, pengawasan, bahkan tak adanya sanksi. Jadi, jika Mas Menteri Nadiem ingin transisi PAUD ke SD menyenangkan siswa dan agar pencegahan syarat calistung ini efektif di lapangan, Kemdikbudristek harus menindaklanjuti dengan membuat aturan tertulis berisi larangan berikut sanksi tegas bagi sekolah dan/atau dinas pendidikan yang tidak mengindahkannya.

Keempat, menurut Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi P2G, bagi P2G upaya Kemdikbudristek ini patut didukung optimal oleh semua stakeholders pendidikan. Para guru PAUD dan SD harus memikirkan dampak negatif bagi perkembangan psikologis anak dan sosial emosional karena sekolah mensyaratkan anak bisa berhitung dan menulis.

Menurut dia, dampak buruk tersebut bisa berlanjut sampai usia remaja bahkan dewasa. Bersekolah akan menjadi beban berat, anak jadi tak percaya diri, inferior, menilai dirinya bodoh karena masuk SD tapi tak bisa baca tulis hitung.

Peran guru sangat penting, karena masih banyak persepsi guru yang menganggap anak kelas 1 SD sudah seharusnya mampu calistung. Padahal pemahaman ini bertentangan dengan prinsip dasar pedagogis dan psikologi perkembangan anak. Apalagi dengan kebijakan Kurikulum Merdeka yang menekankan fleksibilitas dan penyederhanaan konten dalam pembelajaran.

"Desain pembelajaran SD hendaknya berorientasi pada pembangunan karakter anak, penanaman dan pembentukan nilai. Sekolah adalah arena bermain dan kegiatan pembelajaran berdampak positif terhadap tumbuh kembang anak," ujar Iman.

Guru juga harus sabar menghadapi anak-anak dalam belajar. Guru mendisain pembelajaran agar anak-anak berkembang secara baik, membangun rasa percaya diri, mengenali lingkungan, mengelola emosi, dan secara bertahap memahami dasar literasi dan angka. Semua ini dicapai dengan metode pembelajaran yang menyenangkan, membangun partisipasi anak, dan memfasilitasi rasa ingin tahu anak.

Baca Juga: Keutamaan Sholat Tarawih Malam Ke 11 Ramadhan

Hal tersebut akan tercapai jika buku-buku teks yang disediakan Kemdikbudristek terdistibusikan sampai ke pelosok daerah 3T dengan baik. Tampilan dan konten buku harus mendukung pembekajaran yang menyenangkan itu. Pelatihan bagi guru mutlak dilakukan.

Kelima, maraknya tes calistung juga disebabkan faktor pola pikir dan pola asuh orang tua apalagi yang di perkotaan. Orang tua yang terobsesi dan berambisi anaknya bisa calistung sejak PAUD bahkan mampu berbahasa asing sejak dini akan menjadi kebanggaan keluarga.

Persepsi orang tua yang mengasuh anaknya dengan aspek kognitif saja akan membebani anak bahkan mencerabut hak-hak dasar anak itu sendiri. Orang tua tipe ini akan kecil hati kalau anaknya tertinggal dalam calistung sejak PAUD. Biasanya yang mendorong orang tua memaksakan kehendaknya karena ingin memasukkan anaknya ke SD favorit. Mereka menjadi panik karena tidak bisa mengirimkan anaknya ke SD favorit yang diidamkan.

"Berbagai cara ditempuh, ortu berlomba mendaftarkan anak usia dini ke Bimbel calistung. Bimbel ini menyediakan atau menawarkan pembelajaran dengan percepatan agar anak bisa calistung sejak dini, ada permintaan pasar di sini," ungkap Iman.

Menurut Iman, harus ada tindakan atau sanksi tegas kepada lembaga Bimbel Calistung bagi usia PAUD yaitu ditutup. Faktor keberadaan Bimbel demikian menjadi penghambat kebijakan Kemdikbudristek dapat diimplementasikan dengan optimal.

Baca Juga: Sholat Tarawih di Bulan Puasa, Haruskan Dilaksanakan Secara Penuh? Begini Penjelasan Gus Baha!

Bimbel ini justru yang mempengaruhi cara pandang dan sikap anak serta orang tua dalam proses pembelajaran di sekolah. Orang tua juga hendaknya diberi pemahaman pedagogis yang utuh dari Kemdikbudristek dan Dinas Pendidikan agar tidak melakukan tekanan kepada anak.

P2G sangat berharap, Kemdikbudristek melakukan evaluasi komprehensif terhadap efektivitas kebijakan Transisi PAUD ke SD yang menyenangkan ini tahun depan. Akan diketahui apakah kebijakan ini efektif sampai ke daerah, dipahami dengan baik, apakah mampu mempengaruhi transformasi pola pikir guru dan orang tua siswa atau masih sama saja dengan sebelumnya.***

Editor: Ali A

Sumber: Siaran pers P2G

Tags

Terkini

Terpopuler