Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengatakan, upaya mengembalikan alun-alun Kota Semarang merupakan pekerjaan rumah paling berat. Dan yang dibutuhkan sangat besar, sehingga pembangunan harus dilakukan secara bertahap sampai empat tahun.
“Mengembalikan alun-alun sebagai ikon Semarang yang ada nilai sejarahnya bukan hal mudah,” tandasnya.
Sekretaris Umum Satupena Jateng Mohammad Agung Ridlo menunjukkan bagaimana dulu alun-alun merupakan konsep pemerintah Hindia Belanda sebagai pusat pemerintahan daerah tingkat II.
Namun, sejak tahun 1970-an alun-alun Kota Semarang berubah fungsi menjadi area bisnis atau komersial. Bahkan pendopo yang indah itu dibongkar.
“Kalau kini ada upaya revitalisasi alun-alun, Pemkot Semarang harus membikin alun-alun di setiap kecamatan, kelurahan, RW, dan RT. Kita di perkotaan miskin ruang terbuka hijau, sehingga harus diperbanyak alun-alun itu,” ujarnya.
Ketua Umum Satupena Jateng Gunoto Saparie menyatakan terima kasih kepada Pemkot Semarang yang bersedia bekerja sama untuk mengadakan kegiatan ini. Apalagi dalam dialog kebudayaan terjadi komunikasi ide-ide, sehingga dapat tercapai suatu sintesa yang lebih segar.
“Semoga hasilnya menjadi masukan yang bermanfaat bagi eksekutif maupun legislatif,” ungkapnya.***