Idul Fitri 144 H, Prof Ahmad Rofiq: Berbeda dalam Persaudaraan

20 April 2023, 08:09 WIB
Prof Ahmad Rofiq /Dwi Widiyastuti/


Oleh: Ahmad Rofiq*)
 
PORTAL PEKALONGAN - Hari ini, Kamis, 20 Maret 2023 bagi Saudara-saudara saya yang mengikuti ulama-ulama Muhammadiyah, merupakan hari terakhir bulan Ramadhan. Sementara bagi saudara-saudara saya yang mengikuti ulama-ulama Nahdlatul Ulama (NU), dan Pemerintah, menunggu pengumuman hasil sidang Itsbat Pemerintah Kamis, sore nanti, yang dipimpin langsung oleh Menteri Agama RI Yaqut Cholil Qoumas yang akarab disapa Gus Yaqut.



Sebenarnya baik Muhammadiyah, NU, dan Pemerintah sama-sama menggunakan hisab.

Jika sama-sama menggunakan hisab, mengapa hasil dan kesimpulannya berbeda?

Di sinilah perbedaan itu muncul. Menurut Prof Thomas Djamaluddin, karena kriteria yang digunakan berbeda.

Baca Juga: Link Live Streaming Gerhana Matahari Hibrida yang Akan Muncul Hari Ini

Muhammadiyah menggunakan kriteria wujudul hilal atau adanya hilal, tidak dihitung berapa derajat tingginya, akan tetapi berapapapun tinggi derajatnya, karena sudah wujud maka, besoknya ditetapkan sebagai 1 Syawal 1444 H.

Jelang Hari Raya Idul Adha, Berikut ini Lafadz Niat Berpuasa Sunah dan Tata Cara Sholat Id Tangkapan layar Antara/Bayu Pratama S

Sementara NU dan pemerintah menggunakan kriteria imkanu r-ru’yah atau imkanur rukyat atau dimungkinkannya hilal terlihat.

Dalam rekomendasi Jakarta 2017, Menteri Agama MBIMS menyepakati, bahwa hilal yang memungkinkan untuk bisa dilihat adalah 3 derajat dengan elongasi 6,4 derajat.

Baca Juga: Ingin Tampil Makin Kece Saat Lebaran? Inilah 15 Link Twibbon Ucapan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1444H

Artinya, apabila secara hisab pada saat terbenam matahi, hilal meskipun wujud akan tetapi masih di bawah ufuq maka bulan berjalan digenapkan usianya menjadi 30 hari.

Demikian juga dalam imkanur ru’yah  ( imkanur rukyat ) dalam hisab berada di 2 derajat labih, yang kemudian disepakati 3 derajat. Jika kurang dari itu, tetapi seseorang mengaku melihat hilal, maka kesaksiannya harus ditolak.

Oleh karena itu, karena ini menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan ekspresi keberagamaan saudaraku dari Muhammadiyah, maka dipersilahkan untuk memulai 1 Syawal 1444 H.

Perbedaan itu Indah

Kata ulama, jika kalian mengawali 1 Syawal sementara warga pengikut ormas Islam NU dan ormas Islam lainnya, masih ada yang berpuasa, maka sebaiknya dilaksanakan secara sir (rahasia) atau tidak perlu dipublikasikannya.

Akan tetapi di era medsos seperti sekarang, tentu menyembunyikan informasi tentang 1 Syawal 1444 H yang jatuh pada Jumat, 21 April 2023 M tentu tidak bisa dirahasiakan.

Baca Juga: Sebuah Renuangan: Ramadhan Akan Segera Pergi

Bagi saya perbedaan itu indah. Tentu keindahan ini bisa berwujud, manakala ada saling memahami dan saling menghormati.

Karena ini menyangkut ekspresi keyakinan keberagamaan, maka dipersilahkan warga Muhammadiyah untuk ber-Idul Fitri Jumat, 21 April 2023 M, dan bagi warga NU menunggu pengumuman Hasil Sidang Itsbat oleh Menteri Agama RI, maka diberi kesempatan yang sama.

Bahkan sudah ada beberapa daerah yang memposting backdrop yang sudah terpajang, di satu lapangan, ditempati pelaksanaan Shalat Idul Fitri 1444 H yakni 21 April 2023 dan 22 April 2023.  

Hemat saya, kita nikmati perbedaan tersebut sebagai sesuatu yang indah.

Baca Juga: 7 Rekomendasi Kuliner Khas Jawa Timur untuk Temani Libur Lebaran Agar Lebih Berkesan

Kita persilahkan saudara-saudara kita Muhammadiyah untuk melaksanakannya.

Sementara yang ber-Idul Fitri 22 April 2023 juga kita hormati. Warga masyarakat sudah sama-sama dewasa di dalam perbedaan, selagi itu dalam soal ijtihadiyah

Momentum perayaan Idul Fitri atau Lebaran banyak yang memanfaatkan untuk reunian sekaligus halal bihalal. Ilustrasi reuni Lebaran alumi SMAN 1 Demak


Ada pesan yang jauh lebih penting dan substantif. Pada saat kita sedang berbahagia ini, di saat kita sedang merayakan hari kemenangan, setelah berhasil berjihad melawan hawa nafsu selama satu bulan, kita tidak lupa diri, dengan keimanan dan muhasabah yang kita lakukan.

Marilah kita benar-benar ber-Idul Fitri – dalam arti kembali kepada kesucian sebagai titah Allah SWT – dalam arti yang sesungguhnya.

Baca Juga: Hi, Moms, Uang Lebaran Anak Bukan Milik Orang Tua, Lho! Cukup Ajari Mengelolanya Secara Bijak, Yuk Cek Caranya

Untuk itu kita harus terus berikhtiar mensyukuri nikmat dan karunia Allah SWT yang kita tidak pernah mampu menghitungnya, guna meningkatkan kualitas iman dan taqwa kita.

Seharusnya di balik kebahagiaan itu, kita patut merenungkan, bahwa kala kita ditinggalkan oleh bulan Ramadhan yang berlimpah kasih sayang, ampunan (maghfirah) dari Allah, dan dijauhkan kita dari siksa api neraka, maka kita merasa sedih.

Hanya mungkin karena ketidakpahaman kita akan keutamaan dan hikmah yang sangat besar dalam bulan Ramadan kita merasa senang.

Kegembiraan dan kesedihan, ibarat dua sisi mata uang, yang tidak bisa dipisahkan. Gembira muncul karena kita memahami dan terbebas dari himpitan kesedihan.

Kita sedih, karena kita merasa tidak bisa mencapai apa yang kita inginkan. Karena kita juga tidak tahu apakah Allah akan memberikan umur Panjang untuk berjumpa bulan Ramadhan 1445 H?

Kita menerima maghfirah atau pengampunan dari Allah Yang Maha Pengampun, karena kita beribadah dengan penuh kekhusyu’an dan penuh tawadlu’, merasa hina dina di hadapan Allah, karena pertolongan-Nya, kita raih kemenangan setelah menahan diri dari berbagai godaan, ujian, dan kesadaran akan makna ibadah kita.

Baca Juga: Lebaran Punya Status Baru, Nih? Yuk Cek Tips Rayakan Lebaran Pertama Bareng Suami agar Hubungan Makin Harmonis

Seseorang layak disebut sebagai pemenang, bukanlah karena fisik dan ototnya yang kuat tetapi kemenangan yang sesungguhnya, adalah karena ia mampu mengontrol dan mengendalikan hawa nafsunya.

Untuk meraih kesuksesan dunia dan akhirat, memang harus didasari oleh mental, jiwa, spirit yang suci dan kerja keras yang tangguh.

Demikian juga untuk meraih ketaqwaan, iman sebagai fondasi, amal shaleh yang wajib sebagai bangunan pokok, dan amalan sunnah, sebagai hiasan nan indah, bagi upaya kita meraih kemuliaan di sisi Allah SWT.

Baca Juga: Pantauan Mudik Lebaran 2023: Jalur One Way Diperpanjang dari Km 68 Tol Jakarta-Cikampek sampai GT Kalikangkung

“Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur, sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfudz bahwasanya bumi ini dipusakai hamba-hamba-Ku yang saleh” (QS. al-Anbiya’, 21:105).
 
Pelajaran sangat berharga yang bisa kita ambil dari puasa selama satu bulan, marilah kita meraih kebahagiaan hakiki di sepanjang tahun.

Baca Juga: Catat! Tempat Penyelenggaraan Sholat Idul Fitri, 21 April 2023 Kota Semarang

Syekh Utsman ibn Hasan ibn Ahmad al-Syakir al-Khaubawy sebagai berikut:

1). Puasa mengajarkan kita bersikap zuhud dalam harta dan lebih bersemangat dalam urusan akhirat;

2). Kita jaga angan dan cita adalah ibadah dan membaca Alquran;

3). Kita kurangi bicara yang tidak dibutuhkan dan tidak ada manfaatnya;

4). Kita pelihara shalat lima waktu tepat pada waktunya;

5). Wira’i (menjaga diri) dari hal-hal yang syubhat dan haram;

6). Memilih teman bergaul yang shalih;

7). Bersikap tawadlu’ tidak takabbur;

8). Makin dermawan baik di kala longgar maupun sempit;

9). Bertambah kasih sayang pada sesama ciptaan Allah SWT;

Baca Juga: Resep Rendang Daging Bumbu Jawa, Empuk Meresap Wajib Dicoba untuk Lebaran

10). Makin bermanfaat pada orang atau makhluk lain; dan

11). Makin banyak mengingat kematian dan kehidupan akhirat. 
Allah a’lam bi sh-shwab.
 
*)Prof. Dr. H. Ahmad Rofiq, MA., Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Provinsi Jawa Tengah, Direktur LPPOM-MUI Jawa Tengah, Ketua DPS RSI- Sultan Agung Semarang, Guru Besar Pascasarjana UIN Walisongo Semarang, Ketua Bidang Pendidikan Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Ketua II YPKPI Masjid Raya Baiturrahman Semarang, Koordinator Wilayah Indonesia Tengah Pengurus Pusat Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), dan Anggota Dewan Penasehat Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) Pusat.***

Editor: Ali A

Sumber: Prof Ahmad Rofiq

Tags

Terkini

Terpopuler