Puasa, Zakat, dan Pemberdayaan Umat, Prof Ahmad Rofiq: Disiplin dalam Menahan Ini...

- 20 April 2022, 21:11 WIB
Prof Ahmad Rofiq
Prof Ahmad Rofiq /Dokumen pribadi

Orang berpuasa itu ibarat orang yang sedang “bertapa brata”. Mereka menghindarkan diri dari kebutuhan-kebutuhan jasmani secara berlebihan, sebagai olah rasa dan budi, agar bisa menjadi fitri.

Lebih dari itu, Rasulullah saw mewajibkan umatnya membayar zakat fitrah sebagai sarana mensucikan diri. Orang yang berpuasa bisa memberi makan pada orang-orang miskin satu sha’ kurma atau gandum.

Di Indonesia, ukuran zakat fitrah disetarakan dengan 2,5-3 kg beras atau senilai dengan itu. Bagi Madzhab Syafi’i, zakat fitrah menggunakan makanan pokok, atau beras.  

Ibadah puasa tak akan sempurna jika zakat fitrah tak dibayar tepat waktu. Batas akhir pembayaran zakat fitrah bagi orang yang berpuasa adalah sebelum dilaksanakan sholat Idul Fitri. Jika tidak membayarkannya, pahala puasanya akan digantung dan tidak diberikan.

Diriwayatkan bahwa Utsman ibn Affan ra lupa membayar zakat fitrah sebelum sholat Idul Fitri.

Kemudian ia membayar kafarat dengan memerdekakan seorang hamba. Setelah itu, ia datang kepada Rasulullah saw untuk melapor, “Wahai Rasulullah saw, saya lupa membayar zakat fitrah sebelum shalat Ied dan aku membayar kafarat dengan memerdekakan seorang hamba."

Beliau bersabda: “Wahai Utsman, sekiranya kamu memerdekakan seratus orang hamba, sungguh tidak dapat menyamai pahala zakat fitrah sebelum shalat Id.”

Baca Juga: Puasa, Masjid, dan Pendidikan Anak, Prof Ahmad Rofiq: Ramadhan Ajarkan Sikap Solidaritas
Dengan demikian, dapat ditarik hubungan yang jelas antara ibadah puasa dan zakat, yakni untuk membentuk sifat dan sikap zuhud, tidak materialis, tidak hedonis, dan tidak konsumeristik secara berlebihan terhadap materi.

Bagi manusia, materi (mal jamaknya amwal) memang artinya condong. Jadi, manusia memang cenderung pada harta. Karena harta termasuk salah satu kebutuhan naluri manusia. Apabila seseorang tidak dapat menguasai harta, dia akan diperbudak oleh hartanya sendiri.

Inilah fenomena Qarun, sosok manusia yang menumpuk-numpuk harta kekayaan, tanpa mempedulikan kewajiban sosialnya, dan pada akhirnya nanti akan dibelenggu oleh hartanya sendiri.
Puasa dan zakat, menempa manusia agar dapat mengatur sikapnya terhadap harta, wajar, dan menjadikannya sebagai piranti mengabdi kepada Allah SWT.

Halaman:

Editor: Sumarsi

Sumber: Prof Ahmad Rofiq


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah