Kelas Sosial dalam Zakat, Ini Penjelasan Nur Khoirin YD: Sebagai Bukti Loyalitas dan...

- 12 Mei 2022, 09:16 WIB
Dr H Nur Khoirin YD MAg
Dr H Nur Khoirin YD MAg /Dok Pribadi


PORTAL PEKALONGAN - Dalam kehidupan masyarakat selalu muncul klas-klas sosial yang terbentuk berdasarkan perbedaan tingkat ekonomi, pendidikan, status sosial, kekuasaan dan lain-lain.

Menurut Soerjono Soekanto, sistem pelapisan yang terjadi dalam masyarakat disebut juga dengan stratifikasi sosisal.

Klas-klas sosial ini bisa terbentuk secara alamiah, tetapi ada yang dipengaruhi oleh suatu teori atau ajaran tertentu.

Baca Juga: Waktu Zakat: Catat! Inilah 5 Waktu Pembayaran Zakat Fitrah, Waktu Wajib, Sunnah, Mubah, Makruh hingga Haram.

Dosen Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Walisongo Dr Nur Khoirin YD menjelaskan, misalnya, para ahli membagi masyakat menjadi tiga klas, yaitu atas (upper class), menengah (middle class), dan bawah (lowe class).

Dalam agama Hindu dikenal ada sistem kasta yang didasarkan atas keturunan otomatis, yaitu kasta Brahmana (pandita, rohaniawan), Ksatria (pegawai pemerintahan), Waisya (petani, nelayan, pedagang), dan Sudra (buruh, pelayan). Masing-masing kasta ini mempunyai hukum dan etika yang berbeda, baik dalam berinteraksi sosial inter maupun antar kasta.

Pertanyaannya, apakah dalam ajaran Islam dan masyarakat Islam juga mengenal klas sosial atau kasta?

Bagaimana kedudukan klas sosial yang didasarkan atas perbedaan tingkat ekonomi atau keturunan dalam pandangan Islam?

Maka dalam tulisan kecil ini akan diuraikan tentang klas sosial dalam kontek ibadah zakat.

Klas sosial dalam Islam.

Islam tidak mengenal klas sosial karena perbedaan keturunan, ekonomi, pendidikan, dan kekuasaan yang disandang oleh seseorang.

Menurut Al Qur’an, secara filosofis kedudukan manusia adalah sama di hadapan Allah swt Sang Pencipta.

Teori persamaan manusia ini dipahamkan dari beberapa ayat Al Qur’an, diantaranya adalah QS. Al Hujurat/49:13, bahwa Allah swt menciptakan manusia berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal satu sama lain. Tetapi yang paling mulia adalah yang paling bertaqwa.

Baca Juga: Catat! Ini 5 Waktu Menunaikan Zakat Fitrah, Salah Satunya Haram Tunaikan Zakat Fitrah di Waktu Ini, Hati-hati!

Nur Khoirin YD yang juga Ketua BO4 Jateng itu menambahkan bahwa prinsip kesamaan derajat dan martabat manusia ini lebih tegas diungkapan dalam Hadits Nabi saw. Beliau bersabda:

“Wahai manusia, sesungguhnya Tuhanmu satu dan sesungguhnya ayahmu satu. Ketahuilah, tidak ada keunggulan orang Arab atas orang non-Arab, tidak pula non-Arab atas orang Arab, serta tidak pula orang berkulit hitam atas orang yang berkulit merah. Yang membedakan adalah taqwanya.” (HR. Ahmad, Jilid V : 411).

Dalam Hadits yang lain disebutkan Nabi saw bersabda : “Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada bentuk atau rupa kamu, juga tidak kepada harta benda kamu. Akan tetapi, Allah swt memandang kepada hati dan amal perbuatanmu semata.” (HR. Ibn Majah Sunan Ibn Majah (Jilid II, h. 153).

Ajaran Islam tentang persamaan inilah yang menginspirasi lahirnya teori equality before the law, bahwa semua manusia memiliki kedudukan yang sama di depan hukum. Karena itu, tidak boleh ada diskriminasi atas dasar apa pun.

Islam secara tegas menolak adanya dominasi manusia terhadap manusia lain atas dasar perbedaan keturunan, warna kulit, bahasa, budaya, maupun perbedaan-perbedaan yang lain.

Baca Juga: 5 Waktu Menunaikan Zakat Fitrah, Catat! Salah Satunya Haram Tunaikan Zakat Fitrah di Waktu Ini, Hati-hati!

Tidak ada jaminan bangsa tertentu secara otomatis lebih unggul dari bangsa lainnya. Di dalam Islam tidak dikenal adanya kelas-kelas social atau kasta yang didasarkan atas potensi gawan.

Tidak otomatis keturunan seorang kyai menjadi terpuji, keturunan raja menjadi wibawa, keturunan orang kaya menjadi mulia.

Bahkan keturunan nabi sekalipun tidak otomatis masuk surga.

Karena yang dapat menentukan derajat seseorang menjadi terhormat atau terlaknat, mulia atau terhina, adalah tergantung perilakunya atau akhlaqnya.

Sehingga oleh karena itu tidak diperbolehkan adanya perlakukan diskriminasi.

Karena perilaku diskriminasi merupakan akar penyebab dari semua kejahatan dan keburukan di dunia.

Menurut Al-Mawdudi, perilaku diskriminasi inilah yang menjadi cikal-bakal semua bencana dalam kehidupan umat manusia.

Kelas Muzakki dan Mustahiq

Zakat adalah pungutan wajib bagi seorang muslim atas harta yang dimilikinya sebagai komitmen keislamannya.

Pungutan semacam ini dikenal dalam semua agama.

Tidak ada agama yang tidak mengenakan pungutan wajib bagi pemeluknya.

Tidak hanya umat beragama, perkumpulan atau organisasi sekecil apapun mengenakan iuran bagi anggotanya.

Iuran ini sebagai bukti loyalitas terhadap keanggotaannya, juga berfungsi untuk membiayai program-program bersama, agar organisasinya semakin eksis dan berkembang.

Zakat ini semacam pajak dalam negara.

Tidak ada warga negara yang bebas pajak.

Jika tidak membayar pajak, maka kena sanksi atau hukuman.

Dalam ajaran Islam, zakat hukumnya wajib, bahkan menjadi ibadah pokok (rukun Islam ketiga).

Abu Bakar ra ketika menjadi Khalifah pernah berperang dengan kelompok orang yang membangkang tidak membayar zakat.

Baca Juga: Dasar Hukum yang Berkaitan dengan Kewajiban Membayar Zakat Fitrah

Dalam ibadah zakat masyarakat muslim hanya dibedakan kedalam dua klas sosial, yaitu klas muzakki dan klas mustahiq.

Muzakki adalah orang-orang kaya yang memiliki harta tertentu yang wajib dikeluarkan zakatnya sesuai dengan ketentuan syari’ah.

Sedangkan mustahiq adalah sebaliknya, yaitu orang-orang fakir miskin yang berhak menerima zakat. Orang harus masuk kesalah satu klas ini. Jika bukan muzakki, pastilah ia mustahiq.

Konsep zakat demikian ini menjamin pemerataan ekonomi dan keadilan sosial secara nyata.

Sehingga kesenjangan sosial jaraknya semakin dekat, karena orang kaya wajib memberi dan orang miskin berhak menerima.

Orang-orang miskin yang menerima zakat diharapkan semakin mandiri dan bisa naik kelas menjadi muzakki.

Tetapi anehnya, banyak orang Islam yang tidak punya klas, bukan muzakki dan bukan mustahiq.

Ini artinya, pengelolaan zakat masih menyisakan manyak masalah.

Banyak calon muzakki yang belum tergarap, dan sebaliknya banyak mustahiq yang belum tersentuh.

Hal ini harus menjadi perhatian bersama, khususnya Badan Amil Zakat Nasional yang diamanahi negara untuk mengelola zakat, agar lebih berdaya.

Tambakaji, 11 Syawal 1443H/12 Mei 2022M.***

Editor: Oriza Shavira A


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x