“Berjalanlah sambil mencabuti bulu bulu dari kemoceng itu, setiap kali kau mencabut sehelai bulu, ingat ingat perkataan burukmu tentang aku, lalu jatuhkan di jalanan yang kau lalui,”
Pemuda itu hanya bisa mengangguk, aku tak akan membantahnya, barangkali maksud Wali Paidi adalah agar aku merenungkan kesalahan kesalahanku.
Dan dengan menjatuhkan bulu bulunya satu per satu, maka kesalahan kesalahan itu akan gugur diterbangkan waktu, (dalam hati pemuda itu).
“Kau akan belajar sesuatu darinya,” kata Wali Paidi.
Ada senyum yang sedikit terkembang di wajah pemuda itu.
Keesokan harinya, pemuda itu menemui Wali Paidi, dengan sebuah kemoceng yang sudah tak memiliki sehelai bulupun pada gagangnya, dia segera menyerahkan gagang kemoceng itu pada beliau.
“Ini Wali, bulu bulu kemoceng ini sudah saya jatuhkan satu per satu sepanjang perjalanan, saya berjalan lebih dari 5 km dari rumah saya ke pondok ini,"
"Saya mengingat semua perkataan buruk saya tentang Wali, saya menghitung betapa luasnya fitnah fitnah saya tentang wali yang sudah saya sebarkan kepada begitu banyak orang. maafkan saya, maafkan saya,”
Wali Ppaidi mengangguk angguk sambil tersenyum.
Ada kehangatan yang aku rasakan dari raut mukanya.
“Seperti aku katakan kemarin, aku sudah memaafkanmu, barangkali kau hanya khilaf dan hanya mengetahui sedikit tentangku. Tetapi kau harus belajar seusatu,” katanya.
Aku hanya terdiam mendengar perkataan Wali Paidi yang lembut, menyejukkan hatiku.