Toleransi Beragama dan Penguatan Moderasi Beragama

- 30 Maret 2023, 07:07 WIB
Prof Ahmaf Rofiq tentang moderasi beragama
Prof Ahmaf Rofiq tentang moderasi beragama /Dw Widiyastuti/

Artinya: "...tidak kelebihan bagi seseorang pun secara mutlak kecuali dengan taqwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Dan inilah seruan kepada seluruh manusia, sehingga mereka meninggalkan rasa lebih unggul dengan status dan nasab, dan agar mereka berjuang di dalam beribadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Sesungguhnya yang paling mulia dari kalian di sisi Allah, adalah yang paling bertaqwa di antara kalian. Artinya, sesungguhnya yang paling mulia dari kalian wahai manusia di sisi Allah adalah yang paling sungguh-sungguh bertaqwa kepada-Nya dengan memenuhi kewajibannya dan menjauhi maksiyat kepada-Nya, tidak ada yang lebih agung dari kalian rumah, dan paling banyak keluarganya."

Baca Juga: Duer! Bagai Petir di Siang Bolong, FIFA Batalkan Indonesia sebagai Tuan Rumah Piala Dunia U-20

Kehidupan beragama dalam realitanya sehari-hari tidak bisa terpisahkan dengan kehidupan manusia pada aspek lainnya. Karena itu, diperlukan sinergi yang simbiotik – mutualistik antara semua komponen dan aspek kehidupan manusia.

Toleransi dalam praktik kehidupan beragama, akan tetapi di sebelah, ada praktik intoleransi di dalam ekonomi, seperti praktik hedonistik, flexing, dan sosialita, ini akan dapat memicu lahirnya sikap intoleran, kesewenang-wenangan, yang seakan orang seperti ini kebal hukum.

Karena itu, sikap toleran dan moderasi juga harus secara simultan, ada perasaan dan kesadaran senasib dan sepenanggungan.

Dapat dirumuskan, bahwa praktik toleransi mampu mensupport dan mematangkan sikap moderasi dalam beragama, perlu didasari pemahaman yang utuh dan komprehensif bahwa agama yang dibawa, diajarkan, dan diteladankan oleh Rasulullah saw adalah agama yang toleran dan wasathiyah (moderat).

Dalam praktik, perlu pemahaman dan pengamalan yang sama, dengan prinsip kesetaraan di depan hukum dan di depan Allah Tuhan Yang Maha Kuasa, sebagaimana isi khutbah hai wada’ Rasulullah saw yang menegaskan bahwa seluruh manusia intinya sama, dari Nabi Adam as, dibuat dari tanah. Tidak ada keistimewaan etnis satu atas lainnya, suku satu atas suku lainnya, bahkan yang didahulukan oleh Rasulullah saw, “tidak ada kelebihan bagi orang Arab atas non-Arab (a’jami)”.

Baca Juga: Panas! Terkait Transaksi Rp349 Triliun, Mahfud MD: Saudara Jangan Gertak-Gertak, Saya Bisa Gertak Juga!

Halaman:

Editor: Ali A

Sumber: Prof Ahmad Rofiq


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x