Saatnya Revolusi Tanpa Bambu Runcing, 76 Tahun Indonesia Merdeka ternyata Sedang Tidak Baik-baik Saja

16 Agustus 2021, 06:48 WIB
76 penyair dari 34 provinsi meluncurkan buku antologi puisi menyambut HUT RI ke-76, Ahad (15/8/2021) sore /Ali A/

76 Tahun Sudah
karya: Eki Thadan

Usia kau sudah 76 tahun
tidak lagi muda berapi-api saat berorasi
mengapa anak-anakmu pandai berkorupsi
memakan tanah, hutan, baja juga besi
mengunyah apa saja tanpa basa-basi

Portal Pekalongan - "Indonesia di usia 76 tahun ini ternyata sedang tidak baik-baik saja. Terjadi ketimpangan dalam proses pembangunan di Indonesia," hal itu diungkapkan Wardjito Suharso, ketua Tim Perumus Reaktualisasi kebudayaan: Berbenah Budaya Menuju Indonesia Masa Depan (Pandangan 76 Penyair Dari 34 Provinsi Melihat Indonesia).

Pemerintah, lanjut Wardjito, lebih fokus pada pembangunan infrastruktur, antara lain jalan tol. Sementara dari sisi seni dan budaya, dibiarkan berjalan tanpa ada campur tangan pemerintah yang sifatnya konstruktif.

"Semua pembangunan seolah diatasnamakan infrastruktur dan jalan tol. Padahal pembangunan sumber daya manusia baik dari sisi seni dan budaya juga sangat penting. Karena SDM menjadi dasar pembangunan di segala bidang Bangsa Indonesia ke depan."

Baca Juga: Jadwal Acara TVRI, SCTV dan TRANS7  Hari ini Senin 16 Agustus 2021, Saksikan Sketsa Netizen dan FTV Pagi

Dalam rangka merayakan 76 tahun Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, Taman Inspirasi Sastra Indonesia sebagai komunitas para penyair, budayawan dan insan berkesenian telah menerbitkan buku Antologi Puisi 76 Penyair dari 34 Provinsi di Indonesia.

Buku Antologi Puisi tersebut bertema "76 Penyair Membaca Indonesia", yang bertujuan memberi masukan sumbangsaran kepada Pemerintah, tentang apa saja yang belum tercapai pada usia 76 tahun Indonesia merdeka dari sudut pandang penyair, yang kelak karya penyair menjadi asupan inspirasi bagi Pemerintah dalam merumuskan dan menentukan kebijakan.

76 penyair dari 34 provinsi meluncurkan buku antologi puisi menyambut HUT RI ke-76, Ahad (15/8/2021) sore

"Taman Inspirasi Sastra Indonesia (TISI) selaku komunitas sastra lahir pada tanggal 1 April 2021 dengan konsep 'Ibadah Sastra', berkewajiban menjadi bagian dari sosial kontrol masyarakat. Di mana perananan para penyair ikut mengisi kemerdekaan dengan berkarya dalam puisi maupun menyelenggarakan kegiatan sastra lainnya, untuk menjadikan Indonesia lebih baik di masa mendatang," kata M Oktavianus Masheka, Ketua TISI dalam kata pengantar.

Baca Juga: Jadwal Acara TV Senin 16 Agustus 2021: TRANSTV, MNCTV, NET TV, Trans7, RCTI, SCTV, GTV, ANTV, dan Indosiar  

Dia menambahkan, dari dulu hingga sekarang dunia seni (sastra) tidak pernah mati, ars longa vita brevis!

Sebagai produk kreatif, karya sastra dapat berperan sebagai klep pembuka mata hati khalayak untuk menangkap realitas sosial.

Bukan hanya itu, aspek politik, budaya, dan lingkungan juga bagian dari rambahan karya sastra dalam bingkai etika dan estetika.

76 penyair: Indonesia sedang tidak baik-baik saja


Sastrawan, dalam hal ini penyair, punya multiperan dalam menata kehidupan agar lebih bermartabat, cerdas, dan bijaksana. Dengan demikian, menjadi tidak berlebihan apabila sastawan/penyair diberi sandangan gelar resi atau begawan sebagai pengawal rohani anak bangsa.

Dalam ranah kehidupan nyata, karya sastra dapat mengusung energi positif untuk mengembangkan wawasan berpikir masyarakat.

Puisi mampu mengeskpresikan ihwal pentingnya sejarah hidup bangsanya.

Baca Juga: Lionel Messi Dikenalkan ke Penonton Tapi Tidak Dimainkan, Inilah Skor Akhir PSG Saat Jamu Strasbourg

Puisi juga memiliki daya sentuh hingga kawula muda menyadari tanggung jawabnya sebagai warga negara yang peduli terhadap riwayat perjalanan bangsa dan negaranya.

Hal ini berarti bahwa, sebagai penata aksara, penyair/pemuisi (semestinya) memiliki panggilan hidup dalam mendadani sikap mental warga masyarakat.

"Sebagai suatu gerakan, revolusi mental dimaksudkan untuk menggembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala," begitu ujar Presiden Soekarno pada Peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus 1956. Revolusi pada zaman kemerdekaan adalah perjuangan fisik atau perang melawan penjajah untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Baca Juga: Kapan BLT atau BSU BPJS Ketenagakerjaan Tahun 2021 Tahap 2 Rp 1 Juta Cir? Cek Jadwal dan Data Penerima Disini

Sementara itu Saut Raja H. Sitanggang selaku Praktisi Sastra berpendapat, Karya 76 Penyair Membaca Indonesia ini patut diapresiasi sebagai himpunan pandangan kritis, kado cinta kasih para penyair/pemuisi pada perayaan Hari Ulang Tahun Ke-76 Republik Indonesia.
Buku ini merangkai 76 sajak dengan aneka rupa topik. Kontributornya berasal dari 34 provinsi di Indonesia, yang punya kepedulian merawat keutuhan Republik tercinta ini.

Revolusi Tanpa Bambu Runcing

Lebih lanjut Saut mengatakan, "Kini 76 tahun, setelah bangsa kita merdeka, perjuangan belum dan tak akan pernah berakhir. Kita harus melakukan revolusi tanpa bambu runcing, bedil, atau menyemburkan mesiu."

"Titik perjuangan pada era milenal ini adalah membangun jiwa bangsa. Membangun jiwa merdeka dan mengubah cara pandang berorientasi pada tuntutan kemajuan zaman. Indonesia harus menjadi bangsa besar dan mampu berkompetisi dengan negara lain di dunia. Itulah roh 76 Penyair Membaca Indonesia!"

Baca Juga: Syarat Utama Menjadi Penerima Bantuan Subsidi Upah 'BSU' BPJS Ketenagakerjaan

Kebudayaan dalam arti luas mencakup semua dinamika kehidupan manusia dengan hasil karyanya. Secara sederhana, budaya bisa diartikan semua karya cipta manusia dari hasil olah pikir dan rasa.

Bangsa kita sudah terlanjur diwarisi pemahaman bahwa kekuasaan itu adalah panggung politik. Kekuasaan harus diselenggarakan dengan pendekatan politik. Dan politik tidak pernah lepas dari intrik. Sehingga ada yang mempersepsikan politik itu kotor, karena orientasinya selalu pada hasil.

Untuk mencapai hasil yang diinginkan, berbagai cara boleh dilakukan, meskipun dengan cara kotor sekali pun. Politik melihat niali-nilai kebenaran, kebaikan, dan keindahan, hanyalah sesuatu yang perlu diketahui (something to know), bukan sesuatu yang harus dijalani (something to do).

Inilah kata-kata emas J.F. Kennedy dalam pidatonya di depan Civitas Academica Harvard University (1956): "If more politicians knew poetry, and more poets knew politics, I am convinced the world would be a little better place to live."

"Jika ada lebih banyak politisi mengenal puisi, dan ada lebih banyak penyair mengenal politik, saya yakin dunia ini akan menjadi tempat yang sedikit lebih baik untuk hidup."

Baca Juga: Aplikasi BPJSTKU, Cara Mudah Cek Penerima Bantuan Subsidi Upah 'BSU'

"Tetapi, di sini kata-kata J.F. Kennedy ini dipelintir dengan terjemahan menjadi: "Jika politik kotor, puisi yang membersihkan." Kata-kata Kennedy ini seakan hanya ingin menegaskan, bahwa negara dan kekuasaan sebagai panggung politik telah kehilangan warna dan rasa kemanusiaannya.

"Menyikapi perkembangan dinamika perjalanan bangsa ini, kami 76 penyair melihat Indonesia ke depan dengan penuh rasa sedih dan prihatin. Pada 17 Agustus 2021, bertepatan dengan perayaan ulang tahun ke 76 negeri tercinta Indonesia, kami 76 penyair dari 34 provinsi, mengajak semua pihak kembali membangun kesadaran bersama dengan sejenak berkontemplasi," kata M Oktavianus Masheka, ketua TISI.

Reaktualisasi Kebudayaan adalah kerja besar. Perlu proses panjang. Yang kita kerjakan sekarang yang menikmati hasilnya anak cucu di masa depan. Empat masalah besar yang harus jadi prioritas untuk diselesaikan bangsa ini, yaitu:

Baca Juga: Peringatan Hari Pramuka Ke-60 Tahun 2021, Lima Pramuka Banyumas Terima Lencana Teladan dari Kwarnas

1). Pancasila dengan reinterpretasi dengan pendekatan kultural (budaya),
2). Wawasan Kebangsaan dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika untuk mencegah polarisasi yang sangat merusak,
3). Kesenian yang perlu diberi ruang lebih luas sebagai alat membangun empati publik dengan sentuhan estetika,
4). Bahasa dan Literasi untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia menjadi lebih cerdas dan lebih impresif dalam berekspresi mengeluarkan pikiran dan perasaannya.

Baca Juga: Dua Tersangka Pembobol ATM di Magelang dan Kebuman Dibekuk Polda Jateng dan Ditembak, Apa Sebabnya

"Dalam pandangan kami, 76 penyair yang sedang melihat Indonesia saat ini, keempat masalah bangsa itu menjadi bagian yang sangat penting dari budaya bangsa yang terus berproses melaju ke depan mencari bentuk karakter asli Indonesia. Kita harus serius melihat empat masalah itu sebagai bidang garapan baru urusan kekuasaan pemerintah," tegasnya.***

Editor: Ali A

Sumber: Zoom Webinar

Tags

Terkini

Terpopuler