4). Memiliki hasil penjualan tahunan (omset) maksimal Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) yang dibuktikan dengan pernyataan mandiri;
5). Memiliki lokasi, tempat, dan alat yang terpisah dengan lokasi, tempat dan alat proses produk tidak halal;
Baca Juga: Menag Serahkan 33 KMA Penetapan Guru Besar Ilmu Agama Pada HAB ke-77
6). Memiliki atau tidak memiliki surat ijin edar (PIRT, MD/UMOT/UKOT), Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) untuk produk makanan dan minuman dengan daya simpan kurang dari 7 (tujuh) hari, atau izin industri lainnya atas produk yang dihasilkan dari dinas/instansi terkait;
7). Produk yang dihasilkan berupa barang;
8). Tidak menggunakan bahan berbahaya;
9). Bahan yang digunakan sudah dipastikan kehalalannya, dibutkikan dengan sertifikat halal, atau termasuk dalam daftar bahan sesuai Keputusan Menteri Agama No: 1360/2021 tentang Bahan yang Dikecualikan dari Kewajiban Bersertifikat Halal;
10). Telah diverifikasi kehalalannya oleh pendamping proses produk halal;
11). Jenis produk atau kelompok produk yang disertifikasi halal tidak mengandung unsur hewan hasil sembelihan, kecuali berasal dari produsen atau rumah potong hewan atau rumah potong unggas yang sudah bersertifikat halal;