Dua Begal Tewas Ditusuk Korban, Pakar Hukum: Melawan Begal Perlu Dapat Penghargaan, Jangan Dibalik-Balik

17 April 2022, 16:55 WIB
Ilustrasi pengendara sepesa motor diadang begal di jalan. /PMJ News/Hadi

 

PORTAL PEKALONGAN - Kasus begal kembali viral belakangan ini, seiring dengan kasus yang dihadapi Murtede alias Amaq Sinta, warga Dusun Matek Maling, Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat.

Berbeda dari kasus begal pada umumnya, korban biasanya dianiaya oleh begal hingga luka berat atau bahkan meninggal dunia. Namun kasus yang dialami Amaq Sinta, dia berani melawan ketika sedang mengendarai sepeda motor dan diadang empat orang begal, sehingga ceritanya menjadi lain.

Peristiwa itu terjadi pada Minggu 10 April 2022 lalu, saat Amaq Sinta dalam perjalanan dengan mengendarai sepeda motor ke Lombok Timur akan mengantarkan makanan untuk ibunya. Namun diadang empat orang begal bukannya menyerah, Amaq Sinta berani melawan dengan mempertaruhkan nyawanya.

Baca Juga: Kasus Amaq Sinta Bunuh Dua Begal Jadi Tersangka, Polda NTB Akhirnya Hentikan Penyidikan

Apa yang terjadi? Aksi perlawanan tak berimbang satu orang korban begal melawan empat orang pelaku begal, ternyata berhasil dimenangkan oleh satu orang korban begal, Amaq Sinta. Dengan berbekal senjata tajam kecil yang dibawanya, Amaq Sinta berhasil menghentikan aksi empat orang begal itu.

Bahkan fatal, dilansir Portalpeklaongan.com dari Pmjnews.com, ketika Amaq Sinta merasa terancam jiwanya, maka nekat menusuk dengan pisau dua orang begal hingga tewas, dan dua pelaku begal lainnya ketakutan dan melarikan diri.

Atas kasus membunuh dua orang begal itu, Amaq Sinta sempat ditahan oleh penyidik Polres Lombok Tengah setelah ditetapkan menjadi tersangka.

Kasus Amaq Sinta sebagai korban begal malahan ditetapkan sebagai tersangka, kemudian viral. Amaq Sinta justru dijadikan sebagai tersangka kasus dugaan pembunuhan dan penganiayaan sehingga dijerat dengan Pasal 338 KUHP serta Pasal 351 ayat (3) KUHP.

Baca Juga: Membuat Resah, Polisi Akhirnya Berhasil Menangkap Pelaku Begal Payudara

Banyak pihak merasa empati pada nasib Amaq Sinta terkait status dirinya sebagai korban begal malahan menjadi tersangka pelaku pembunuhan. Banyak pihak mempertanyakan, apakah ketika seseorang diadang begal di tengah jalan harus menyerah, memberikan harta bendanya dengan rela, tidak boleh melawan dengan risiko menjadi tersangka penganiayaan atau pembunuhan?

Untunglah pihak kepolosian akhirnya menangani perkara pembegalan yang menjadi viral itu dengan rasa keadilan. Pada Rabu 13 April 2022 malam, Amaq Sinta dibebaskan dari tahanan setelah adanya surat permohonan penangguhan penahanan dari keluarga yang diketahui pemerintah desa setempat.

Bahkan pada Sabtu 16 April 2022, Kapolda Nusa Tenggara Barat (NTB) Irjen Djoko Purwanto akhirnya menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) setelah menggelar perkara meminta pertimbangan dari banyak pihak atas kasus tersebut.

Dengan demikian, penyidikan terhadap Amaq Sinta dihentikan dan korban begal yang sempat menjadi tersangka itu akhirnya dibebaskan sebelum menjalani persidangan di pengadilan.

Baca Juga: WASPADA! Begal Bokong Masih Beraksi, Motor Pelaku Diduga Pakai Nopol Palsu

Bagaimana pakar hukum menyoroti kasus langka yang dialami Amaq Sinta, seorang korban begal yang terancam jiwanya malahan sempat ditetapkan sebagai tersangka dugaan pembunuhan terdahap dua orang begal?

Dilansir Portalpekalongan.com dari Antaranuews.com, pakar hukum pidana Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof Hibnu Nugroho memandang kasus tersebut perlu dilakukan pengkajian perkara dari segi ilmu pengungkapan perkara, yaitu ilmu forensik.

Dijelaskan, ilmu forensik terdiri atas tiga indikator, yakni barang bukti, tempat kejadian perkara atau TKP, dan menentukan pelakunya.

Khusus untuk barang bukti dan TKP harus dilihat apakah perkara tersebut terjadi dalam keadaan suatu kejahatan dengan tidak ada keseimbangan. Selain itu, juga harus dilihat apakah ada sebab-sebab terjadinya kejahatan.

Baca Juga: Polres Sragen Tangkap Pelaku Begal Payudara, Ternyata Masih Bocah

Kalau perbuatan itu ada keadaan terpaksa, kata Guru Besar Fakultas Hukum Unsoed itu, sesuai dengan Pasal 49 ayat (2) KUHP, orang yang bersangkutan harus dibebaskan.

Kendati demikian, dalam keadaan terpaksa itu harus ada pengkajian dari segi ilmu kedokteran forensik untuk mengetahui wujud luka maupun sayatan yang ada. Itu karena wujud luka atau sayatan yang disebabkan oleh keadaan terpaksa akan berbeda dengan luka atau sayatan akibat tindakan yang disengaja.

Oleh karena itu, polisi harus hati-hati untuk menetapkan seseorang patut sebagai tersangka ataukah tidak patut sebagai tersangka. Keadaan objektif itulah yang menentukan bahwa dalam kasus tersebut ada suatu pembelaan terpaksa, ada penyebabnya, dan sebagainya.

Dengan demikian, bukan kejahatan biasa, melainkan kejahatan yang timbul karena keadaan pembelaan terpaksa. Orang yang melakukan pembelaan terpaksa itu bisa karena untuk perlindungan hak asasi manusia, untuk perlindungan keamanan dan keselamatannya.

Baca Juga: Pemilik Toko di Pekalongan Dibunuh Perampok, Dua Lainnya Terluka, Polisi Buru Pelaku  

Wakil Rektor Unsoed Bidang Umum dan Keuangan itu pun menyarankan kepada masyarakat untuk berani melawan ketika bertemu begal di jalan karena perlawanan tersebut merupakan bagian dari mempertahankan hak diri, hak atas kesopanan, hak untuk hidup, dan sebagainya.

Ketika berhadapan dengan begal, masyarakat jangan sampai pasrah lalu menyerahkan seluruh harta bendanya atau lari meninggalkan hartanya karena hal itu justru memberi kesempatan pelaku begal untuk terus melakukan tindak kejahatan.

Prof Hibnu pun mengimbau masyarakat jangan membiarkan orang lain melakukan kejahatan yang akan mengganggu ketenteraman. Selain itu, polisi harus memetakan wilayah rawan dan masyarakat juga harus bisa mempersempit ruang gerak begal dengan cara melawan.

Baca Juga: Manny Pacquiao Masuk Kandidat Presiden Filipina 2022: Bagi Pencuri Uang Rakyat, Waktumu Sudah Habis!

Menurut Prof Himnu, melawan begal yang mengadang perjalanan bukan berarti main hakim sendiri, melainkan sebagai bentuk pembelaan dari ancaman kejahatan.

"Kalau perlu, orang yang melawan begal mendapatkan penghargaan dari polisi, jangan dibalik-balik, korban begal malah sebagai tersangka," tegas Prof Himnu Nugroho.***

Editor: Arbian T

Sumber: Pmjnews.com, Antaranews.com

Tags

Terkini

Terpopuler