Masjid Buka Layaknya Punya Jam Kerja, Mbak Iin Akui Prihatin

- 24 Desember 2023, 15:00 WIB
Ketum PW DMI Jateng Prof Ahmad Rofiq, Kepala Kesbangpol Jateng, Haerudin (tengah), Prof Dr Hj Yuyun Affandi Lc MA (moderator), Hj Tazkiyatul Muthmainnah MKes, anggota Komisi E DPRD Jateng dalam Rakerwil DMI Jateng di Hotel Muria Semarang, Sabtu (23/12/2023).
Ketum PW DMI Jateng Prof Ahmad Rofiq, Kepala Kesbangpol Jateng, Haerudin (tengah), Prof Dr Hj Yuyun Affandi Lc MA (moderator), Hj Tazkiyatul Muthmainnah MKes, anggota Komisi E DPRD Jateng dalam Rakerwil DMI Jateng di Hotel Muria Semarang, Sabtu (23/12/2023). /portalpekalongan.com/Dok. Istimewa/

PORTALPEKALONGAN.COM - SEMARANG - Anggota Komisi E DPRD Jateng, Hj Tazkiyatul Muthmainnah MKes mengaku prihatin karena masjid dibuka layaknya memiliki jam kerja.

Pasalnya, banyak masjid yang ditutup bahkan digembok diluar jam sholat atau hanya dibuka apabila memasuki waktu ibadah sholat lima waktu.

"Saya hobi traveling. Sedihnya saat mampir ke majid untuk istirahat sebentar lalu ke tiolet, misalnya, namun tidak bisa. Sebab, ada masjid yang dibuka seperti jam kerja. Atau, takmir menggemok pintu masjid dan baru membuka saat lima waktu salat," kata Mbak Iin sapaan akrabnya saat menjadi pembicara dalam Rapat Kerja Wilayah Dewan Masjid Indonesia (DMI) Provinsi Jawa Tengah dengan tema Penguatan Peran Dewan Masjid Indonesia, di Hotel Muria Semarang, Sabtu (23/12/2023).

Baca Juga: Rakerwil DMI Jateng Resmi Digelar di Semarang, Hasilkan 5 Rekomendasi Ini

Mengetahui hal itu, dalam pemaparannya yang bertemakan Masjid Ramah Perempuan dan Anak, Mbak Iin menegaskan mengenai fungsi dari masjid itu sendiri.

Dia menerangkan bahwa masjid sebagai sebuah bangunan ibadah memiliki sejumlah fungsi di antaranya sebagai tempat shalat, baik shalat lima waktu, shalat jumat maupun shalat hari raya menurut “Sidi Gazabla”.

"Masjid adalah tempat ibadah dan pusat membangun peradaban yang seharusnya ramah bagi seluruh umat, termasuk anak-anak dan perempuan," kata Ketua PW Fatayat NU Jawa Tengah yang juga anggota Komisi E DPRD Provinsi Jawa Tengah itu.

Soal alasan masjid harus jadi tempat ibadah ramah perempuan dan anak, kata Mbak Iin, lantaran di beberapa tempat kehadiran perempuan dan anak dianggap dapat mengganggu kekhusyu’an dalam beribadah, membuat masjid kotor dan lain sebagainya.

"Perempuan dan Anak merupakan kelompok yg harus mendapatkan pemberdayaan dan perlindungan. Masjid harus bisa menjadi tenpat Ideoligisas dan Kaderisasi bagi Anak," terangnya.

Mbak Iin membeberkan bahwa saat ini tengah digaungkan gerakan Masjid Ramah Anak (MRA), yakni satuan masjid sebagai ruang publik untuk beribadah (mahdhah dan ghoiru mahdhah).

Baca Juga: Masuk Masa Kampanye Pemilu 2024, Imam Buchori: Jangan Jadikan Masjid untuk Keperluan Politik

Kehadiran masjid tersebut, lanjut dia, dapat menjadi salah satu alternatif untuk dikembangkan menjadi tempat anak-anak berkumpul, melakukan kegiatan positif, inovatif, kreatif dan rekreatif yang aman dan nyaman, dengan dukungan orangtua dan lingkungannya.

"Menciptakan ruang yg nyaman dan aman untuk anak, membuat area bermain, menciptakan rasa aman dari kekerasan bagi anak. Kemudian penyediaan fasilitas. Seperti memberikan fasilitas seperti ruang menyusui dan tempat bermain yang aman. Bangunan fisik masjid harus aman untuk anak (misal Lantai tidak licin, tangga tersedia pegangan, dll)," ujarnya.

Selain itu, menurut Mbak Iin, masjid juga bisa dijadikan sebagai tempat pendidikan dan pelatihan agama untuk anak-anak yang menghadirkan keceriaan dalam proses belajar-mengajarnya.

"Untuk menarik minat anak-anak, sering diadakan acara spesial. Menyelenggarakan acara khusus perempuan dan anak-anak dengan beragam keseruan. Misalnya pertunjukan seni tujuannya untuk menginspirasi anak-anak dan perempuan," ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Kesbangpol Jateng, Haerudin membawakan materi bertema Peran Dewan Masjid dalam Masyarakat Plural Ormas sebagai perekat dan pemersatu bangsa harus memiliki semangat nasionalisme dan wawasan kebangsaan yang kuat, memiliki kesadaran sebagai penjaga kedaulatan negara, menjadi perekat bangsa dan menjaga keutuhan NKRI

Menjadi patriot yang siap melawan segala rongrongan bangsa, termasuk rongrongan ideologi, ekonomi dan pertahanan keamanan.

Di antaranya moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat, yakni memahami dan mengamalkan agama dengan tidak ekstrim, baik ekstrim kanan (radikalime) maupun ekstrim kiri (liberalisme).

Baca Juga: Wali Kota Semarang Komitmenkan Ini Guna Dukung Percepatan Transformasi Digital

Soal moderasi beragama, Haerudin menjelaskan bahwa moderasi beragama sangat diperlukan sebagai strategi dalam merawat keindonesiaan.

Pasalnya, sebagai bangsa yang sangat heterogen, sejak awal para pendiri bangsa sudah berhasil mewariskan satu bentuk kesepakatan dalam berbangsa dan bernegara, yakni Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Hal itu kemudian yang telah nyata berhasil mempersatukan semua kelompok agama, etnis, bahasa dan budaya.

"Indonesia disepakati bukan negara agama, tetapi juga tdk memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari warganya. Nilai-nilai agama dijaga, dipadukan dengan nilai-nilai kearifan local dan adat istiadat, beberapa hukum agama dilembagakan oleh negara, ritual agama dan budaya berjalin berkelindan dengan rukun dan damai. Itulah jati diri Indoensia, negeri yg sangat agamais dgn karakternya yg santun, toleran dan mampu berdialog dengan keragaman," katanya.

Lebih lanjut, saat menyinggung soal Sekolah Manajemen Masjid, Ketum PW DMI Jateng menyatakan sangat mendukung.

"Sehingga dengan pengelolaan masjid yang benar dan tepat oleh para takmir, maka masjid tidak hanya sekadar untuk shalat atau sujud dan rukuk serta wiridan. Karena masjid bisa menjadi sentral apa saja," katanya.***

Editor: Andini Wahyu Pratiwi

Sumber: Liputan


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x